TUBAN, BANGSAONLINE.com - Koestini (52) tak pernah membayangkan minatnya pada batik dapat meningkatkan pamor Batik Tuban. Tak hanya itu, ia juga berhasil mendorong perempuan di desanya untuk berdaya dan berkarya.
Perempuan asal Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban ini memang terlahir dari keluarga pembatik. Minatnya membatik tumbuh sejak duduk di bangku sekolah menengah atas.
Baca Juga: EMCL Sukses Lakukan Pengapalan ke 1.000 Minyak Mentah Blok Cepu untuk Indonesia
Ia ingin membantu dan mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Hal itulah yang mendorongnya menekuni batik sebagai profesi. Untuk meningkatkan keahlian dan pengetahuan, Koestini rajin mengikuti beragam pelatihan membatik.
Salah satunya, pelatihan membatik dengan pewarna alami. Pelatihan tersebut digagas ExxonMobil dan Kopernik, sebuah lembaga swadaya masyarakat global, sebagai bagian dari program pendampingan para pembatik Tuban. Program ini difokuskan pada proses pewarnaan batik ramah lingkungan.
"Pelatihan ini mengenalkan kami pada teknik baru yang ramah lingkungan serta desain batik modern," ungkap Koestini.
Baca Juga: Difasilitasi EMCL, Nelayan di Tuban-Lamongan Berlomba Buat Sambal dan Olahan Hasil Laut
Kreativitas baru ini berhasil menarik minat konsumen dan meningkatkan daya jual. Salah satu keberhasilannya terwujud dalam kemitraan dengan merek batik SUKHA CITA untuk memasok batik modern dengan pewarna alami.
"Sejak menjalin kemitraan dengan SUKHA CITA, kami memiliki pasar yang jelas sehingga omset bulananstabil. Dalam seminggu, omset kami mencapai dua juta rupiah untuk setiap pengrajin," tutur Koestini.
Baca Juga: SKK Migas Jabanusa Bersama KKKS Gelar Lokakarya Media III: Sinergi Menuju Ketahanan Energi Nasional
Sebagai ketua kelompok pembatik Desa Gesikharjo, Koestini sangat gigih berpromosi. Beragam karya anggota kelompoknya dipromosikan.
Ia juga melibatkan mereka dalam berbagai kompetisi keterampilan membatik. Langkah ini membuat kelompok pembatik di desanya semakin dikenal luas. Sejak Mei 2017, kelompoknya telah menghasilkan 865 lembar kain batik tulis.
"Alhamdulillah, pesanan mencapai 35 hingga 40 lembar kain per bulan. Cukup untuk membantu perekonomian keluarga dari setiap anggota kelompoknya," tuturnya.
Baca Juga: SKK Migas Apresiasi Program Penghijauan FSO Gagak Rimang
Tak hanya itu, Koestini menggunakan keuntungan yang ia raup sebagai modal untuk memperbanyak bahan pembuatan batik. Sehingga, ia dapat terus bekerja dan berkarya.
Langkah Koestini semakin maju. Ia memiliki hak cipta atas Batik Mentaraman Manuk Godong, batik khas Kabupaten Tuban bercorak burung. Hak cipta ini berlaku hingga 70 tahun setelah pemilik hak cipta tersebut meninggal dunia.
"Hak cipta ini sudah saya pegang sejak 2017 dan dapat diwariskan. Sehingga cita-cita saya untuk melestarikan warisan budaya ini ke generasi berikut dapat dilanjutkan," pungkasnya bangga.
Baca Juga: Puluhan Wartawan Bojonegoro dan Tuban Explore Lapangan Minyak Banyu Urip
Program pendampingan pembatik Tuban adalah wujud komitmen ExxonMobil untuk turut melestarikan dan mengembangkan batik sebagai kekayaan budaya lokal. Program serupa melalui Program Pengembangan Masyarakat (PPM) EMCL yang didukung penuh oleh SKK Migas, dilaksanakan di Kabupaten Bojonegoro berupa Rumah Batik di Desa Ringintunggal.
"ExxonMobil tak hanya menjadi operator Blok Cepu dalam mendukung ketahanan energi nasional," jelas Azi Alam, Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Indonesia.
"Kami juga mewujudkan komitmen bersinergi dengan pemerintah dan masyarakat guna membantu mengembangkan perekonomian rakyat menuju kemandiri," tambahnya. (wan/rev)
Baca Juga: ExxonMobil Cepu Limited Borong 4 Penghargaan dari Kemendes PDTT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News