KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Aktivitas penambangan pasir ilegal di empat titik lokasi di Desa Margourip, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri benar-benar meresahkan warga. Bahkan, ada yang menggunakan mesin diesel dan alat berat untuk menyedot pasir. Selain itu, di kubangan-kubangan bekas galian pasir tampak berserakan pohon, termasuk puluhan pohon kelapa.
Padahal, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Pertambangan) Pasal 158 menyebutkan bahwa “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 Ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 Ayat (1), Pasal 74 Ayat (1) atau Ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.
Baca Juga: Jelang Pilbup 2024, Polres Kediri Bentu Satgas Anti Money Politic
Dalam UU Pertambangan, selain mengenal adanya pertambangan tanpa izin (Illegal Mining) yang dianggap sebagai suatu tindak pidana, juga terdapat bermacam-macam tindak pidana lainnya, yang sebagian besar ditujukan kepada pelaku usaha pertambangan, termasuk tindak pidana yang ditujukan kepada pejabat penerbit izin di bidang pertambangan.
Adapun untuk menghentikan aksi tambang ilegal yang terjadi di Dusun Kaligedok dan Dusun Pohgunung Desa Margourip Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri itu, ratusan warga Desa Margourip melakukan demo dengan mendatangi empat titik lokasi sambil membentangkan spanduk penolakan dan membawa puluhan poster.
Feri Agung Nugroho, Juru Bicara Warga menjelaskan bahwa praktik penambangan pasir mekanik (menggunakan diesel penyedot dan alat berat) yang beroperasi di wilayah tersebut sudah berlangsung cukup lama.
Baca Juga: Bagikan PTSL di Dua Desa, Pjs Bupati Kediri Imbau Warga Jaga Bidang Tanah Masing-Masing
"Aksi penambangan ilegal ini sebenarnya sudah berhenti ketika diprotes warga, tapi mulai bulan September 2020 aksi penambangan mulai lagi. Dampak tambang pasir itu adalah lahan pertanian rusak, aliran sungai jadi menyempit, air sungai jadi keruh," kata Feri, Selasa (20/10/2020).
Ia mengatakan, warga hanya minta aksi penambangan pasir ilegal ini ditertibkan dan dihentikan di desanya, karena sudah meresahkan warga dan merusak lingkungan.
Menurut Feri, yang membuat perlunya ada penertiban terhadap aktivitas galian pasir ilegal, di antaranya ada penyalahgunaan wewenang, kerugian negara, bisa mengundang bencana alam, kejahatan tambang, serta kejahatan tata ruang (penyempitan ruang).
Baca Juga: Pemkab Kediri Raih Penghargaan Terbaik Keterbukaan Informasi Publik
"Kami hanya berharap segera ada upaya penertiban dan penghentian dari aparat penegak hukum terkait galian C yang marak di desa kami ini," harap Feri.
Sementara itu, Kades Margourip, Suroso mengungkapkan bahwa tambang pasir yang ada di desanya memang ilegal. Namun, ia mengaku tak bisa berbuat banyak karena menyangkut urusan warga dan urusan perut warga. Ia pun menyerahkan sepenuhnya kepada warga.
"Status tanahnya adalah status tanah hak milik. Sebenarnya awalnya itu hanya sebatas manual, dan sekarang berkembang seperti itu desa tidak tahu-menahu urusan itu karena urusan itu dan cuma ada satu titik," kata Suroso. (uji/zar)
Baca Juga: Hingga November 2024, Stok Daging Sapi di Kabupaten Kediri Surplus 2.736,7 Ton
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News