
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Kurang dari sebulan jelang coblosan serentak pada 9 Desember 2020 mendatang, Surabaya Corruption Watch (SCW) menyoroti dan mengkritisi merosotnya pemilih dari DPS menjadi DPT, namun justru tempat Pemungutan Suara (TPS) bertambah.
Kedua, SCW juga menyoroti terkait penggunaan anggaran miliaran rupiah dari Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan Wali Kota Surabaya yang sudah terealisasi beberapa waktu yang lalu untuk menggelar Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2020.
Koordinator Surabaya Corruption Watch (SCW), Hari Cipto Wiyono mengatakan, Pilwali Surabaya ini membutuhkan persiapan yang matang, terukur, dan komprehensif, baik dari sisi regulasi, anggaran, infrastruktur, kesiapan SDM penyelenggara, tata kelola, dan sosialisasi serta implementasi protokol kesehatan Covid-19.
“Secara logika, ketika pemilih dalam DPT berkurang, idealnya jumlah TPS-nya juga ikut berkurang atau surut, kenapa justru bertambah? Ada apa? Pilwali Surabaya menggunakan anggaran publik seharusnya transparan,” tegas Cipto
Masih kata Cipto, anggaran KPU Surabaya yang tersurat dalam NPHD bukanlah dokumen yang serta-merta terjadi. Akan tetapi, melalui persiapan yang matang dan ada landasan hukum yang mengatur.
“Jadi, bukan ngawur, tapi terukur dan komprehensif. Sehingga, jikalau ada perubahan harus transparan terkait anggaran. Ini uang negara lho, bukan dana sinoman. Kekurangannya didapat dari mana harus dapat dipertanggungjawabkan. Dan, patut diduga jika tidak ada transparansi anggaran,” imbuhnya.
Dalam kesempatan lain, Hadi Margo Sambodo, Koordinator Divisi Penyelesain Sengketa, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Surabaya menjelaskan bahwa sampai saat ini tidak ada dasar pijakan hukum untuk penambahan TPS.
"Perbedaan jumlah TPS dari 5.161 menjadi 5.184, ini dasarnya apa? Karena baik PKPU maupun undang-undang, tidak ada pijakan legalnya," tegas Hadi.
Menurutnya, PKPU 19/2019 Pasal 21 yang digunakan KPU Surabaya untuk menambah TPS tidak mendasar. Karena itu, ia menilai penambahan 23 TPS di 7 kecamatan sangat riskan.
"Mana Pasal 21 yang menentukan wewenang PPS itu bisa mengusulkan untuk penambahan TPS, kira-kira poin yang mana? Jangan membuat prosedur yang tidak ada di aturan. Kan harusnya TPS-nya ditetapkan dulu, baru diisi pemilih. Sekarang coba pahami, total petugas PPDP se-Surabaya 5.161 sesuai jumlah TPS, iya kan? Lha tiba-tiba TPS-nya 5.184, lha kan berarti ada selisih? Terus siapa yang memutakhirkan data pemilih TPS tersebut?," ujar Hadi penuh tanya.
Dia mengungkapkan penurunan jumlah pemilih dari DPS ke DPT. Yakni, saat DPS sebanyak 2.092.926 pemilih, terdiri dari laki-laki 1.018.340, perempuan 1.074.586, lalu saat penetapan DPT menjadi 2.089.027 jiwa, terdiri atas 1.016.395 pemilih laki-laki dan 1.072.632 pemilih perempuan. Jumlah itu tersebar di 31 kecamatan dan 154 kelurahan. Sedangkan jumlah TPS-nya 5.184. (nf/ian)