BANYUWANGI, BANGSAONLINE.com - Untuk mengenalkan adat tradisi pada generasi muda, Komunitas Adat Osing Banyuwangi mendirikan Sekolah Adat Osing Pesinauan di Sawah Art Space, Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi.
Pesinauan yang memiliki arti tempat belajar ini akan mengajarkan terkait budaya adat tradisi, kesenian, pertanian, bahkan masakan tradisional kepada generasi muda.
Baca Juga: Dongkrak Pencatatan KI Komunal, Kemenkumham Gandeng Pemkab Banyuwangi-Dewan Kesenian Blambangan
Ketua Pengurus Daerah AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Osing Banyuwangi Agus Hermawan mengatakan, berdirinya sekolah adat ini dalam rangka mempertahankan dan melestarikan adat tradisi di wilayah Komunitas Adat Osing di seluruh Banyuwangi melalui media pembelajaran.
"Sekolah ini adalah hasil inisiatif beberapa waktu lalu yang ide awalnya ingin membentuk sekolah adat Osing," kata Agus.
Sekolah adat ini juga dimaksudkan sebagai wadah kegiatan yang sebelumnya sudah berjalan oleh sejumlah komunitas dan pemuda. Seperti latihan mocoan lontar yusuf dan gerak dasar tari tradisi yang diikuti kawula muda.
Baca Juga: Pameran Seni Rupa ArtOs, Khofifah: Jadi Penyemangat Seniman Lokal untuk Terus Berkembang
Menurut Agus, perkembangan pariwisata Banyuwangi di bidang sosial budaya yang luar biasa ini harus diimbangi dengan pemahaman yang cukup supaya tidak melenceng dari filosofi tradisi itu sendiri. Dia mengaku khawatir jika nilai luhur secara turun-temurun itu hilang, generasi muda mengenal tradisi hanya sebatas pementasan.
"Jika itu terjadi maka muncullah yang namanya proses degradasi budaya," ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, sejumlah hal yang berkaitan dengan kearifan lokal akan diajarkan di sekolah ini agar dapat dipahami oleh generasi muda. Termasuk membahas tentang konsep pertanian masyarakat Osing dengan mengandalkan pupuk organik.
Baca Juga: Nelayan Muncar Gelar Petik Laut Secara Sederhana di Masa Pandemi
"Misalnya tradisi kebo-keboan atau seblang ini anak-anak harus diberi pemahaman, bahwa tradisi itu bukan hanya sekadar pementasan, namun ada nilai-nilai tersendiri," tuturnya.
"Kearifan lokal ini akan jadi materi utama yang akan disinau. Misal bagaimana kultur masyarakat Osing yang agraris dalam mengelola lahannya," sambungnya.
Selain berkonsepkan alam, sekolah ini juga memanfaatkan potensi masing-masing komunitas adat, sehingga ke depan dalam perkembangannya setiap komunitas adat diharapkan memiliki kegiatan pembelajaran terkait kearifan lokal.
Baca Juga: Komisi IV DPRD Banyuwangi Minta SMA/SMK Tidak Menurunkan KKM
"Di Sawah Art Space ini hanyalah salah satu lokasi pembelajaran sekaligus sekretariatnya, namun untuk ruang kegiatan belajar mengajar juga akan dilaksanakan di kampung adat Osing lainnya dengan waktu pelaksanaannya yang sangat fleksibel," jelas Agus.
Senada, Hasan Basri, Ketua DKB (Dewan Kesenian Blambangan) menilai sekolah adat ini merupakan salah satu bentuk upaya memperkuat adat tradisi lokal. Apalagi saat ini ritual adat sudah didukung oleh pemerintah daerah dalam bentuk promosi pariwisata yang tergabung dalam Banyuwangi Festival.
"Banyuwangi Festival sudah berhasil melakukan selebrasi ritual adat yang berdampak positif bagi perekonomian. Namun, di tengah gempuran modernitas kita tidak boleh lengah untuk juga memperkuat pelaku, nilai, norma, dan filosofinya," ungkap Hasan.
Baca Juga: 1.150 Sekolah di Banyuwangi Mulai Pembelajaran Tatap Muka Terbatas
Budayawan yang aktif di Dewan AMAN Daerah ini optimis, melalui sekolah adat ini dapat menjadi motor penggerak anak-anak muda secara mandiri untuk menjalankan nilai-nilai adat berdasarkan kesadaran. Sebab menurutnya, selebrasi adat yang dinilai sudah berhasil ini harus diimbangi dengan fondasi kesadaran untuk menjalankan nilai adat.
"Kami berharap eksistensi kegiatan pembelajaran yang mengangkat kearifan lokal ini terus berjalan dan berkembang di setiap komunitas adat," ujarnya. (bwi1/zar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News