SURABAYA, BANGSAONLIN.com - Menkopolhukam Mahfud MD membantah merestui Moeldoko mengkudeta Agus Trimurti Yudhoyono (AHY) dari Ketua Umum Partai Demokrat.
“Ada isu aneh, dikabarkan beberapa menteri, termasuk Menkopohukam Mahfud MD merestui Ka KSP Moeldoko mengambil alih Partai Demokrat dari AHY melalui KLB. Wah, mengagetkan, yakinlah saya tak pernah berbicara itu dengan Pak Moeldoko maupun dengan orang lain. Terpikir saja tidak, apalagi merestui,” tulis Menkopolhukam Mahfud MD di akun twitter pribadinya @mohmahfudmd, Selasa (2/22/2021).
Baca Juga: Di Rakor Pencegahan dan Penyelesaian Tidak Pidana Pertanahan 2024, AHY: Kita Tidak Tebang Pilih
“Di era demokrasi yang sangat terbuka dan dikontrol oleh masyarakat seperti sekarang ini sulit dipercaya kepemimpinan partai, apalagi partai besar seperti PD bisa dikudeta seperti itu. Jabatan Menko tentu tak bisa digunakan dan pasti tidak laku untuk memberi restu. Yang penting internal PD sendiri solid,” tulis Mahfud MD lagi.
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena ada pejabat penting di lingkaran dekat Jokowi mau kudeta atau ambil paksa kepemimpinan Partai Demokrat.
"Tadi pagi, saya telah mengirimkan surat secara resmi kepada Yang Terhormat Bapak Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi dari beliau terkait kebenaran berita yang kami dapatkan ini," kata AHY dalam konferensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (1/2).
Baca Juga: Mahfud MD: Seharusnya Polisi Tak Sungkan Periksa Budi Arie, karena Jantung Persoalan
Menurut AHY, seperti dikutip CNN, aksi kudeta itu didalangi kader, eks kader Partai Demokrat, hingga pejabat pemerintah. AHY bahkan mengklaim aksi itu mendapat dukungan dari sejumlah menteri dan pejabat penting di lingkaran Jokowi. Termasuk mendapat restu dari Menkopolhukam Mahfud MD.
AHY semula mengaku tak percaya. Ia juga mengaku tetap mengedepankan praduga tak bersalah.
Ia baru percaya setelah mendapat laporan dari lebih 8 saksi yang telah bertemu dengan pejabat penting di lingkaran Jokowi. Para saksi tersbut mengaku mendengar langsung dari pejabat penting itu, termasuk rencana kudeta yang akan dilakukan.
Baca Juga: Pemilih PDIP dan Demokrat di Jombang Terbelah, Dukung Warsubi-Salman pada Pilkada 2024
AHY bahkan menyebut ada lima sosok sekaligus latar belakangnya yang akan melakukan kudeta itu. Yaitu, satu kader Demokrat aktif, satu kader yang sudah enam tahun tidak aktif, satu mantan kader yang sudah sembilan tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai karena menjalani hukuman akibat korupsi, satu mantan kader yang telah keluar dari partai tiga tahun lalu, dan satu orang non kader partai atau seorang pejabat tinggi pemerintahan.
Apa langkah AHY? Ia mengaku akan tetap mempertahankan kedaulatan dan kehormatan partai. Ia tak rela kekuasaannya diambil alih secara inkonstitusional oleh siapa pun.
"Saya telah menerima surat pernyataan kesetiaan dan kebulatan tekad, dari seluruh pimpinan di tingkat daerah dan cabang di seluruh Indonesia, untuk tunduk dan patuh kepada Partai Demokrat dan kepemimpinan hasil Kongres V Partai Demokrat yang sah," kata dia.
Baca Juga: Luruskan Penyebutan Hakim dalam Tap MPRS, Mahfud MD: Yang Mulia atau Yang Memalukan?
Rachland Nashidik, politikus Partai Demokrat juga bicara blak-blakan soal gerakan dugaan ambil paksa kepemimpinan Partai Demokrat. Menurut dia, para pimpinan daerah Partai Demokrat sudah ditawari uang uang Rp 100 juta untuk menjatuhkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Ketua Umum Partai Demokrat.
"Para Ketua DPD dan Ketua DPC Partai Demokrat dijanjikan sejumlah uang sebagai imbalannya (money politics)," kata Rachland, Senin (1/2/2021), dikutip Tempo.co.
Rachland Nashidik merinci bahwa setiap ketua DPC Partai Demokrat dijanjikan Rp 100 tapi tidak dibayar sekaligus. Para ketua DPC itu dibayar Rp 25-30 juta dulu. Pembayaran Rp 30 juta itu dilakukan saat mereka menandatangani dukungan untuk merebut Partai Demokrat lewat Kongres Luar Biasa (KLB). Sisanya dibayar setelah acara KLB selesai.
Baca Juga: Upaya Percepatan Proses Persetujuan KKPR, Menteri ATR/BPN Minta Dukungan AHY
Rachland mengaku tidak mengetahui dari mana dana besar itu diperoleh. "Kami juga tidak punya bayangan apakah ada bandar besar yang membiayai gerakan ini," katanya.
Lalu bagaimana respons Moeldoko? Orang dekat Jokowi itu membantah Istana terlibat dalam kasus Partai Demokrat ini. Ia minta AHY tak menjadi pemimpin yang baperan dan mudah terombang-ambing.
“Saran saya, menjadi seorang pemipin harus menjadi pemimpin yang kuat. Jangan mudah baperan, jangan mudah terombang-ambing,” kata Moeldoko dikutip republika.co.id, Senin (1/2).
Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Topang Pembangunan Infrastruktur, Nusron Wahid Siapkan Panitia Pengadaan Tanah
Meski demikian ia mengakui telah menerima tamu secara bergelombang. Tamu itu di antaranya memang bicara tentang kondisi Partai Demokrat. Mendengar cerita yang disampaikan oleh para tamunya mengenai kondisi Partai Demokrat itu, Moeldoko pun mengaku prihatin. Sebab, ia juga mengaku termasuk kalangan yang mencintai Partai Demokrat.
Moeldoko juga menyinggung terkait masalah kudeta. Menurutnya, kudeta terjadi dari dalam internal partai, bukan dari luar. “Kalau istilah kudeta ya dari dalam (Partai Demokrat), bukan dari luar,” katanya.
Moeldoko tak menyebut siapa saja tamu yang datang ke kediamannya. Tapi ia sempat menyinggung soal larangan anak buah tak boleh pergi ke manapun. “Kalau anak buahnya tidak boleh pergi ke mana-mana ya diborgol saja,” tegasnya.
Baca Juga: Di Rakerda Partai Demokrat Jatim, Khofifah Minta Setiap TPS Wajib Ada Saksi untuk Amankan Suara
Ia minta agar masalah tersebut tak dikaitkan dengan Presiden Jokowi. "Dalam hal ini, saya mengingatkan, sekali lagi jangan dikit-dikit Istana. Dan jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini. Karena beliau dalam hal ini tak tahu menahu sama sekali. Gak tahu apa-apa dalam hal ini, dalam isu ini. Jadi itu urusan saya, Moeldoko ini, bukan selaku KSP," kata Moeldoko. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News