BangsaOnline - Senin (16/2) siang, palu akhirnya diketuk oleh hakim tunggal Sarpin
Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan gugatan
praperadilan Komjen Budi Gunawan atas penetapan tersangka KPK diterima
hakim Sarpin.
Keputusan itu membuat publik tercengang. Pasalnya,
sebelumnya pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah yakin kalau
gugatan kubu Budi akan jelas ditolak hakim atas dasar salah sasaran.
Gugatan penetapan tersangka dinilai tidak masuk domain praperadilan.
Lebih
jauh lagi, Chatarina Girsang selaku kuasa hukum KPK, mengatakan ada
empat argumen yang lemah dalam sidang praperadilan yang menyebabkan
kemungkinan kemenangan ada di kubu KPK, tiga hari sebelum keputusan
final dijatuhkan hakim. Siapa sangka ternyata gugatan kubu Budi atas
penetapan tersangka dirinya justru diterima hakim Sarpin?
Kekalahan
pihak KPK ini membuktikan bahwa lembaga antirasuah tersebut bukanlah
badan 'superbody' seperti yang dibayangkan banyak pihak. Superbody di
sini mengacu kepada pembentukan KPK sebagai lembaga independen dengan
tujuan meningkatkan daya guna upaya pemberantasan korupsi. Karena pada
faktanya, KPK selalu saja tersandung kerikil.
Pada kasus 2015
ini, di mana serangan atas pimpinan KPK bertubi-tubi digencarkan,
membuktikan ada celah dalam lembaga superbody tersebut yang bisa
dimanipulasi pihak-pihak tertentu, yang tak ingin upaya pemberantasan
korupsi berjalan secara maksimal.
Sepanjang sejarahnya, KPK yang
didirikan pada 2003 banyak mendapatkan pujian dari banyak pihak.
Pasalnya, dalam waktu enam bulan setelah dibentuk, KPK telah menyelidiki
12 kasus korupsi. Kasus pertama KPK yang besar adalah kasus korupsi
yang melibatkan mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh. Atas kegigihan
penyidik KPK, Puteh akhirnya divonis hukuman penjara 10 tahun oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Lalu, ada pula keberhasilan
KPK pada 2005 saat menetapkan tersangka, menangkap dan menahan Ketua
Komisi Pemilihan Umum Nazaruddin Sjamsuddin. Saat itu, hasil audit BPK
menujukkan adanya temuan kebocoran pengelolaan Anggaran Operasional
Pemilu 2004 pada 15 titik senilai Rp 179 miliar lebih.
Setelahnya,
publik juga masih ingat dengan kasus-kasus lain yang pernah ditangani
KPK seperti saat KPK menangkap anggota Komisi IV DPR, Al Amin Nur
Nasution, dan Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan
Riau, Azirwan di kompleks Hotel RItz Carlton karena diduga terlibat
penyuapan. KPK seolah konsisten dan tak gentar untuk menangani
kasus-kasus korupsi sejumlah pejabat, yang selama ini seperti tertutup
dalam selimut penegak hukum dan kekuasaan.
Langkah KPK untuk
menangkap pejabat pemerintah dinilai memberikan sebuah 'nada dalam asa'
dalam upaya pemberantasan korupsi, yang selama ini dinanti-nantikan
masyarakat.
Namun, jalan lembaga antirasuah ini tentunya
mengancam mereka, yang menyadari adanya ancaman pada korupsi sistematik
yang mereka lakukan. Alhasil, serangan balik untuk melemahkan KPK pun
lantas dilakukan. Banyaknya serangan tersebut, oleh Ketua KPK yang
pertama, Taufiequrrachman Ruki, diibaratkan sebagai 'Sebuah Perang Sunyi
di Belantara Curiga'.
Saat itu, Ruki menilai upaya
pemberantasan korupsi selalu beriringan dengan fitnah, kecurigaan dan
serangan balik. Serangan, katanya, sering menyasar pada personal KPK.
Tak hanya itu, modus serangan balik juga dibungkus rapi dengan adanya
tuduhan pelanggaran prosedur hukum dan pelemahan sistematis.
Salah
satu bentuk pelemahan sistematis bisa dilakukan melalui penarikan
penyidik dari lembaga antirasuah. Hal tersebut, misalnya, sempat terjadi
pada 2008, di mana pihak Kepolisian menarik kembali dua perwira
kepolisiannya, Bambang dan Wiyagus, dari penyidik KPK. Direktur
Penyidikan pada Deputi Penindakan KPK kemudian dimutasikan sebagai
Kepala Biro Litbang Renbang Mabes Polri.
Saat itu, muncul
kekhawatiran publik bahwa mutasi keduanya ke kepolisian hanya bentuk
upaya memandulkan KPK. Pasalnya, kedua perwira tersebut telah memiliki
andil dalam penanganan korupsi kelas kakap KPK.
Serangan dan
upaya pelemehan ini terus berlanjut hingga pada puncaknya pimpinan KPK
Antasari Azhar terjegal akibat disangka melakukan pembunuhan atas
Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, pada 2009
lalu.
Padahal sosok Antasari dikenal sebagai tokoh yang berani
dan tegas dalam menyikap koruptor-koruptor nakal di Indonesia, termasuk
yang berasal dari almamaternya sendiri. Misalnya, Antasari menangkap
basah jaksa Urip Tri Gunawan menerima suap Rp 6 miliar dari janda
konglomerat bos Gajah Tunggal, Artalyta Suryani. Kekecewaan sempat
terungkap dari Jaksa Agung Hendarman karena Antasari dinilai telah
'mengobok-obok' kantor Kejagung padahal dia anggota KPK mewakili
Kejaksaan.
Lalu, setelah Antasari Azhar, ada pula serangan
individual terhadap pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M.
Hamzah, yang ditahan pihak kepolisian atas dugaan menyalahgunakan
wewenang mencekal Anggoro Widjojo dan Djoko Tjandra, keduanya buronan
kasus korupsi di luar negeri.
Penetapan tersangka itu dilakukan
setelah KPK menetapkan tersangka atas Kepala Bareksrim Komjen Susno
Duadji, yang dituduh terlibat pencairan dana dari nasabah Bank Century.
Pola ini dinilai sebagai pola yang sama digunakan untuk
mengkriminalisasikan pimpinan KPK lainnya pada 2015 ini, yakni Bambang
Widjojanto, yang ditangkap setelah menetapkan tersangka pada Komjen Budi
Gunawan.
Tak hanya kepolisian dan kejaksaan, sikap waspada dan
penuh kecurigaan juga menimpa anggota dewan. Pasalnya, KPK pernah
menahan 19 anggota DPR Periode 1999 hingga 2004 yang disangka terlibat
kasus pemberian cek perjalanan terkait pemilihan Deputi gubernur BI
Miranda S Goeltom. Walhasil, Komisi III DPR sempat menolak kedatangan
Bibit dan Chandra dalam rapat kerja.
Dalam kasus Bibit dan
Chandra, keduanya memang akhirnya dilepaskan dari pemeriksaan Bareksrim
dan Susno terbukti bersalah. Namun, keberuntungan itu tidak dialami KPK
kali ini, pada sidang praperadilan Budi Gunawan, yang dinilai sebagai
versi Cicak vs Buaya jilid ke-2. Pihak KPK mesti berpahit hati saat PN
Jaksel menerima gugatan praperadilan Komjen Budi yang menggugurkan
penetapan tersangka korupsi oleh KPK, untuk pertama kalinya.
(utd/utd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News