MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com – Proses pembuatan Vaksin AstraZeneca bukan hanya menggunakan tripsin babi, tapi juga ginjal bayi manusia yang diaborsi. Penggunaan bayi manusia itu sudah berlangsung sejak sekitar lima tahun lalu. Dan ini merupakan tantangan bagi ilmuwan muslim untuk melakukan riset-riset.
Jika ilmuwan muslim bisa menghadirkan produk yang terbebas dari pemanfaatan unsur babi akan bisa menyudahi polemik atau kontroversi tentang vaksin dan berbagai produk lainnya.
Baca Juga: Imam Suyono Terpilih Jadi Ketua KONI Kabupaten Mojokerto Periode 2024-2029
Demikian pemaparan Dr. Ir. Hj. Mulyorini R. Hilwan, M.Sc., dan Ustadz Ainul Yaqin dalam ‘Sarasehan tentang Vaksin AstraZeneca’ di Gedung Pascasarjana Institut KH Abdul Chalim Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, Ahad (4/4/2021).
Mulyorini R. Hilwan adalah auditor dari Direktorat Pelayanan Audit Halal Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Pusat. Sedang Ustadz Ainul Yaqin adalah mantan Sekretaris MUI Jatim yang juga ahli farmasi dan LPPOM MUI Jawa Timur.
Mulyorini yang berbicara secara virtual menjelaskan secara detail teknis proses pembuatan Vaksin AstraZeneca mulai awal hingga akhir lewat power point. Menurut dia, LPPOM MUI mendapatkan data itu dari dossier, yakni dokumen yang berisi bahan lengkap terkait Vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca. MUI mendapatkan dossier itu setelah melakukan audit dokumen di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indoenesia (RI).
Baca Juga: Doakan Kelancaran Tugas Khofifah-Emil, Kiai Asep Undang Kiai-Kiai dari Berbagai Daerah Jatim
Jadi data itu sangat valid.
(Dr. Ir. Hj. Mulyorini R. Hilwan, M.Sc. foto: ist)
Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa
Sarasehan itu diikuti 22 Ketua Komisi Fatwa MUI kabupaten dan kota seluruh Jawa Timur.
“Yang konfirmasi kepada saya sebenarnya 25 orang,” tutur Gus Zuhri, Ketua Komisi Fatwa MUI Mojokerto kepada BANGSAONLINE.com usai acara sembari menuturkan bahwa jumlah Ketua Komisi Fatwa se-Jawa Timur sebanyak 39 orang. Dalam acara itu juga tampak hadir Habib Ahmad Al-Habsi.
Mendapat penjelasan dari Mulyorini dan Ainul Yaqin itu, Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim berpendapat bahwa Vaksin AstraZeneca haram. Menurut Kiai Asep, penggunaan tripsin babi itu saja sudah jelas hukumnya haram. Apalagi masih ditambah penggunaan ginjal bayi manusia yang diaborsi.
Baca Juga: Klaim Didukung 37 Cabor, Imam Sunyono Optimis Terpilih Ketua KONI Kabupaten Mojokerto
Kiai Asep tampak miris mendengar penggunaan bayi manusia yang diaborsi untuk vaksin. “Wana’udzubillah,” tegas pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto itu. Bahkan saking mirisnya, beberapa kali Kiai Asep terdengar menyebut nama Allah.
(Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA (kanan) dan Ustadz Ainul Yaqin (kiri). Foto: MMA/BANGSAONLINE.com)
Baca Juga: Gegara Mitos Politik dan Lawan Petahana, Gus Barra-dr Rizal Sempat Diramal Kalah
Ia mengaku tak habis pikir dengan pihak-pihak yang menghalalkan vaksin yang menggunakan enzim babi. “Sekarang mereka malah ada yang memakai kalimat-kalimat diplomatis dengan mengatakan bahwa vaksin AstraZeneca tak ada babinya,” tegas Kiai Asep yang putra KH. Abdul Chalim Luwimunding Jawa Barat, salah satu ulama pendiri NU.
Menurut Kiai Asep, fatwa-fatwa seperti itu sangat tidak menguntungkan bagi pemerintah. “Itu menjerumuskan presiden dan gubernur,” kata Kiai Asep yang dalam dalam pilpres sangat aktif kampanye memenangkan Jokowi-Kiai Ma'ruf Amin dengan biaya sendiri sampai ke luar negeri.
Menurut Kiai Asep, para ulama atau kiai seharusnya hifdzid din, menjaga agama dan hifdzin nafs, menjaga jiwa manusia yaitu umat Islam, terutama warga NU. Artinya, jangan sampai tubuh umat Islam kemasukan barang najis dan haram.
Baca Juga: Raih 53,4 Persen di Pilbup Mojokerto 2024, Pasangan Mubarok Kalahkan Petahana
Selain itu, menurut Kiai Asep, jika unsur babi masuk ke dalam tubuh kita, maka akan memandulkan doa umat Islam. Padahal, kata Kiai Asep, doa itu senjata kita. "Saya membangun pesantren dulu hanya 48 santri. Sekarang memiliki 12.000 santri dan bisa terus membangun karena doa," tuturnya.
Kiai Asep kembali mengingatkan bahwa dalil istihalah sangat tidak tepat dan hanya akan menjadi pintu masuk untuk menghalalkan produk-produk yang mengandung unsur babi. Selain itu, kata Kiai Asep, istihalah dan istihlak tertangkal oleh intifak.
“Buktinya apa? Buktinya, jadi vaksin! Tanpa ada pankreas babinya tak akan jadi vaksin. Keharaman intifak, baru pada pemikiran saja sudah haram, apalagi sudah ada realisasinya,” tegas Kiai Asep.
Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%
Dari sarasehan itu, Kiai Asep berinisiatif untuk mendirikan fakultas farmasi. “Kita harus memperbanyak ahli farmasi,” kata Kiai Asep sembari mengatakan bahwa tahun 2022 akan mulai membangun International Unversity (unversitas internasional) yang membuka beasiswa seluas-luasnya kepada negara lain. Menurut dia, kini Institut KH Abdul Chalim mulai menampung mahasiwa dari 9 negara, antara lain dari Vietnam, Korea, Pakistan, Malaysia, dan negara lain.
Ustadz Ainul Yaqin juga mengatakan bahwa ini memang tantangan bagi umat Islam. “Polemik ini sebenarnya tantangan bagi ilmuwan muslim untuk melakukan riset-riset,” kata alumnus Unair itu kepada BANGSAONLINE.com usai acara. Karena itu ilmuwan muslim harus bisa menghadirkan produk-produk yang terbebas dari babi dan bayi manusia.
Sementara Habib Ahmad Al-Habsi mengaku bersyukur masih ada ulama seperti Kiai Asep Saifuddin Chalim. "Berani mengatakan yang haq dan yang bathil," katanya.
Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto
Meski dekat dengan kekuasaan, Kiai Asep sebagai ulama tetap independen dan obyektif karena tak ada kepentingan pragmatis.
Gus Zuhri yang mengkoordinir acara sarasehan itu juga mengaku senang karena para ketua komisi Fatwa MUI yang datang dari berbagai kabupaten dan kota se-Jatim itu bisa mendengarkan pemaparan dari auditor LPPOM MUI yang terlibat langsung dalam audit Vaksin AstraZeneca.
"Sehingga teman-teman bisa memahami obyek hukum. Mereka sudah bisa mengambil kesimpulan sendiri-sendiri," katanya.
"Begitu juga Kiai Asep cukup obyektif," tambahnya. (mma)
Video Terkait
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News