Bantah Mangkir, Mardani Maming Merasa Ada Settingan

Bantah Mangkir, Mardani Maming Merasa Ada Settingan Mardani Maming saat menghadiri sidang Pengadilan Tipikor Kalimantan Selatan, Senin (25/4/2022). Foto: beritasatu.com

“Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani. Dia datang membawa SK ke saya," kata Mardani yang kala itu menjabat bupati Periode 2010-2015.

"Setelah diparaf oleh kabag Hukum, kemudian bia asisten atau sekda maka saya menyatakan bahwa proses ini sudah berjalan sesuai dengan aturan dan makanya saya memberikan tanda tangan. Kalau tidak sesuai dengan aturan, harusnya proses itu tidak sampai ke meja saya,” tambah Mardani.

Mardani kembali menegaskan bahwa dirinya tak ada sangkut paut dengan persoalan yang terjadi pada 2011 tersebut.

Saat itu, pengajuan IUP dinyatakan bebas tanpa ada masalah. Termasuk saat diverifikasi oleh Pemprov Kalimantan Selatan hingga pusat.

"Dibawa ke Provinsi, dan provinsi menyatakan tak ada masalah saat itu. Dibawa lagi ke Kementerian ESDM, diverifikasi lagi sesuai aturan dan telah keluar (dokumen) Clear and Clear berati permasalahan itu tidak ada," katanya.

CnC yang dimaksud Mardani adalah tidak tumpang tindih dan izin sesuai peraturan. Artinya, IUP yang dinyatakan CnC adalah IUP yang status izinnya sudah benar, tidak menyalahi aturan dan wilayah izin usaha pertambangannya tidak tumpang tindih dengan perusahaan/IUP lain dan kawasan konservasi alam.

Sementara terdakwa Dwidjono membantah kesaksian Mardani Maming. Dwidjono mengaku dikenalkan kepada Henry Seotijo oleh di Jakarta. Selain itu, Dwidjono berkata menandatangani lebih dulu SK peralihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN, lalu paraf menyusul setelahnya. Kemudian, ia menerima perintah langsung dari agar membantu peralihan IUP PT BKPL ke PT PCN.

Seperti dikutip Tempo.co, kuasa hukum terdakwa sempat mengutip secuil BAP Henry Seotijo karena telah dibacakan di persidangan sebelumnya. Dari salinan BAP itu, Henry Seotijo diperkenalkan ke Dwidjono oleh di sebuah hotel di Jakarta. Sontak, hakim Yusriansyah meluruskan bahwa BAP Henry Seotijo belum dibacakan.

pun membantah keterangan Dwidjono saat dikonfirmasi langsung oleh hakim Yusriansyah. "Tidak betul."

Agenda sidang turut memeriksa dua orang saksi ahli dari Kementerian ESDM dan PPATK. Sidang lanjutan turut dihadiri massa GP Ansor Kalsel dan PWNU Kalsel sejak pagi hari. Kejaksaan Agung telah menetapkan Dwidjono Putrohadi Sutopo sebagai terdakwa atas dugaan suap dan gratifikasi dalam bentuk hutang yang disamarkan senilai Rp 27 miliar. Dwidjono pernah menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten periode 2011-2015. 

Sumber: beritasatu.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO