Sempat Hina Kiai dan Singkirkan Kader NU, Suharso Monoarfa Akhirnya Lengser

Sempat Hina Kiai dan Singkirkan Kader NU, Suharso Monoarfa Akhirnya Lengser Suharso Monoarfa. Foto: Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumar/CNN

JAKARTA, BANGSAONLINE.com Konflik antarfraksi di Partai Persatuan Pembangunan () tak pernah padam. Terutama antara Faksi NU dan Persaudaran Muslimin Indonesia (Parmusi). Parmusi semula Partai Muslimin Indonesia, kemudian jadi Ormas Muslimin Indonesia (MI), dan kemudian menjelma sebagai Persaudaraan Muslimin Indonesia yang kini diketuai Usamah Hisyam.

Celakanya, saat kader Parmusi, yakni memimpin bukan malah merangkul kader NU, tapi justru menyingkirkan kader-kader yang punya potensi dan pengaruh besar. Padahal konstituen – terutama di Jawa – adalah warga NU.

Konflik politik kian panas, terutama ketika Suharso kemudian “tergelincir” menghina kiai soal budaya “tabarukan” amplop. Kini Suharso dilengserkan, diganti , kader NU.

Benarkah Suharso dikudeta? Siapa saja kader NU yang disingkirkan Suharso?

Siapa Mardiono? Benarkah ia triliuner? Akankah ia bisa menyelamatkan yang terlanjur diprediksi tamat riwayatnya pada pemilu mendatang?

Nah, tulisan Dahlan Iskan, wartawan kondang, di HARIAN BANGSA pagi ini, Selasa 6 September 2022 menarik sekali disimak. Atau Anda bisa membaca di BANGSAONLINE di bawah ini. Sekadar informasi, JUDUL DAN PENGANTAR INI DITULIS BANGSAONLINE. Selamat membaca:

INI langka sekali: masuk Disway. Tidak banyak yang menyangka Ketua Umum bisa diganti. Di tengah jalan. Kemarin dini hari.

Yang mengherankan: prosesnya mulus sekali. Seperti bukan Partai Persatuan Pembangunan (). Tidak ada perlawanan. Tidak ada intrik. Baik dari sang ketua umum maupun dari pion-pionnya.

Mungkin karena Suharso sendiri lagi tidak ada di Jakarta. Ia lagi melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Ia ke Prancis. Ke pabrik pesawat Airbus. Suharso memang seorang anggota kabinet Presiden Jokowi. Ia Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.

Kudeta?

Kelihatannya tidak. Tekanan pada dirinya memang luar biasa. Terutama dari internal partai. Kalau tidak mundur, perolehan suara bisa nyungsep. Terutama di basis pesantren di Jawa.

Anda sudah tahu: Suharso mengucapkan kata-kata yang dianggap menghina kiai. Yakni soal budaya memberi amplop pada kiai.

(Dahlan Iskan)

Waktu itu Suharso jadi pembicara di forum yang diadakan KPK. Ketika bicara sulitnya memberantas korupsi, Suharso menyelipkan contoh budaya amplop untuk kiai.

Heboh.

Terutama di kalangan NU. Amplop untuk kiai bukan upeti atau sogok. Itu lebih bersifat mengharap berkah. Suharso sebenarnya tidak salah. Ia tidak bijaksana. Mungkin karena ia bukan tokoh yang datang dari kalangan pesantren. Bukan pula NU. Bahkan, seperti banyak diungkap di media, Suharso bukan orang Jawa. Meski namanya Suharso ia Monoarfa. Dari Gorontalo.

Ini dekat Pemilu. Heboh seperti itu hanya menyulitkan yang sudah sulit. Apalagi ada yang sampai mengadukannya ke polisi. Dianggap mencemarkan nama baik kiai.

Yang juga banyak disesalkan adalah: ia tidak mau minta maaf. Langsung. Maafnya dilewatkan pengurus lain. Kemarahan kian memuncak. Tiga unsur penting dalam kompak: minta Suharso mundur. Yakni Majelis Syariah, Majelis Kehormatan, dan Majelis Pertimbangan.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO