Tiga Profesor di Pontianak Bahas Buku Kiai Asep, Indonesia Harus Jadi Pemberi Beasiswa

Tiga Profesor di Pontianak Bahas Buku Kiai Asep, Indonesia Harus Jadi Pemberi Beasiswa Para nara sumber saat bedah buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas'ud Adnan di Hotel Gajah Mada Pontianak, Kalimantan Barat, Ahad (18/9/2022) malam. Foto: bangsaonline.com

PONTIANAK, BANGSAONLINE.com – Tiga guru besar atau profesor membahas buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan di Hotel Gajah Mada, , Kalimantan Barat (Kalbar), Ahad (18/9/2022) malam. Mereka adalah Prof Dr H Wajidi Sayadi, M.Ag (dosen Tafsir Hadits IAIN ), Prof Dr Ibrahim, MA (Ketua Lembaga Ta’lif Wan-Nasr Nahdlatul Ulama atau LTNU) dan Prof Dr H Zainuddin H Prasodjo, MA yang juga dosen IAIN .

Bedah buku yang dimoderatori Jasmin Haris, SPd, MPd, Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Kalbar itu menghadirkan langsung Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, yang menjadi sentral pembahasan.

Baca Juga: Imam Suyono Terpilih Jadi Ketua KONI Kabupaten Mojokerto Periode 2024-2029

hadir bersama M Mas’ud Adnan, penulis buku dan Dr Eng Fadly Usman, Wakil Rektor Institut Pesantren KH Abdul Chalim (IKHAC) Pacet Mojokerto Jawa Timur.

Hadir juga Aisten III Gubernur Kalbar, Drs Alpian, MM, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, Syahrul Yadi, Wakil Bupati Bengkayang, Syamsul Rizal, perwakian Pangdam Tpr, Polda Kalimantan Barat, PCNU dan pengurus Pergunu Kota , Kubu Raya dan Kota Singkawang.

Dr Fadly Usman yang terlibat sejak awal mendirikan pesantren bercerita bahwa apa yang ditulis dalam buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan itu baru koma, belum titik atau belum selesai. “Masih banyak dan panjang apa yang dikerjakan dan diperjuangkan Pak Yai Asep,” kata Fadly Usman dalam acara bedah buku yang berlangsung hingga pukul 11 malam lebih itu.

Baca Juga: Doakan Kelancaran Tugas Khofifah-Emil, Kiai Asep Undang Kiai-Kiai dari Berbagai Daerah Jatim

Sementara Prof Wajidi Sayadi menilai, buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan ini sangat inspiratif. Prof Wajidi semula mengaku hanya melihat daftar isi dan bab-bab buku itu. Tapi karena sangat menarik ia mengaku terhanyut membaca terus.

“Karena bahasanya nyaman dan yang ditulis tokoh punya aura sehingga orang yang membacanya langsung bisa menyerap. Terima kasih Pak Haji,” kata Prof Wajidi Sayadi kepada Mas’ud Adnan sebagai penulis buku tersebut.

Prof Wajidi juga membahas tentang kerdemawanan . Menurut dia, sikap dermawan sangat mulia karena sesuai dengan Hadits yang artinya: tangan di atas (memberi) lebih mulia ketimbang tangan di bawah (meminta).

Baca Juga: Kiai Asep Beri Reward Peserta Tryout di Amanatul Ummah, Ada Uang hingga Koran Harian Bangsa

“Buku ini memotivasi untuk mandiri dan menjadi pribadi yang tangguh,” katanya.

Prof Wajidi juga menegaskan bahwa buku ini menarik bukan saja karena memuat tentang keteladanan dan kedermawanan . Tapi juga memberikan humor edukatif dan memberikan semangat. Ia menunjuk contoh tulisan halaman 116 yang berjudul Cinta Tragis, Ditolak Tiga Gadis.

Baca Juga: Kedudukan Pers Sangat Tinggi dalam Undang-Undang, Wartawan Harus jaga Marwah Pers

Halaman tersebut menceritakan tentang melamar tiga gadis. Semula orang tua tiga gadis itu menerima lamaran . Tapi beberapa bulan kemudian mereka mengembalikan lamaran tersebut lantaran miskin dan dianggap tak punya masa depan. Tapi tak putus asa.

“Ini memberi semangat agar kita tak putus asa,” katanya.

Prof Ibrahim juga merespon positif buku ini. Menurut dia, buku yang ditulis Mas’ud Adnan ini telah mengubah paradigma masyarakat tentang pesantren.

Baca Juga: Klaim Didukung 37 Cabor, Imam Sunyono Optimis Terpilih Ketua KONI Kabupaten Mojokerto

“Buku ini sudah menjawab bahwa pesantren tidak terbelakang seperti dikesankan orang selama ini,” kata Prof Ibrahim sembari mengatakan bahwa adalah ulama visioner.

Prof Zainuddin H Prasodjo juga berpendapat sama. Menurut dia, memang ulama luar biasa. Bahkan tidak hanya dermawan tapi juga memikirkan generasi bangsa. Buktinya, ia banyak memberikan beasiswa.

Bagaimana tanggapan ? Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokoerto itu mengakui memang banyak memberikan beasiswa.

Baca Juga: Gegara Mitos Politik dan Lawan Petahana, Gus Barra-dr Rizal Sempat Diramal Kalah

“Saya sudah memberikan 3.000 beasiswa,” kata . Beasiswa itu diberikan kepada para kader NU dan para mahasiswa dari luar negeri. Setidaknya 12 negara telah mendapat beasiswa dari . Antara lain Thailand, Afghanistan, Vietnam, Malaysia, Sudan, dan negara-negara lain.

“Indonesia jangan hanya jadi negara pencari beasiswa tapi harus menjadi negara ,” tegas Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu dengan nada tinggi.

kini sedang mengurus akreditasi untuk lembaga pendidikan yang diimpikan. Yaitu universitas internasional yang diproyeksikan menjadi kiblat kebudayaan dan Islam dunia.

Baca Juga: Raih 53,4 Persen di Pilbup Mojokerto 2024, Pasangan Mubarok Kalahkan Petahana

Sedang M Mas’ud Adnan mengungkapkan bahwa kita tak bisa hanya melihat figur sekarang. Tapi harus dilihat proses perjuangannya sejak kecil. “Waktu remaja sangat miskin,” kata Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com.

Sedemikian miskinnya sampai untuk makan saja tak punya. “ terpaksa drop out atau keluar dari sekolah SMA karena tak ada yang membiayai. Abahnya, Kiai Abdul Halim, wafat waktu kelas 2 SMA,” kata Mas’ud Adnan.

Saat itu, tutur Mas’ud, masih mondok di pesantren di Sidoarjo. “Untuk makan saja susah. makan sisa-sisa makanan santri. Saat tengah malam beliau mencari kendil atau tempat menanak nasi di dapur pesantren, mencari sisa-sisa nasi yang dibuang oleh para santri,” ungkap Mas’ud Adnan yang banyak menulis tentang Gus Dur, NU, dan politik nasional di berbagai media.

Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%

Padahal, tutur Mas’ud Adnan, putra ulama besar, KH Abdul Chalim. “Bahkan tokoh pers Pak Dahlan Iskan yang juga mantan menteri BUMN menyebut sebagai Kiai Besar bin Kiai Besar yang selalu Berpikiran Besar. Karena memang putra pendiri NU, Kiai Abdul Chalim,” kata Mas’ud Adnan yang alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair itu.

Menurut Mas’ud Adnan, tampaknya jiwa penolong dan sikap sederhana mengalir dari Kiai Abdul Chalim. “Kiai Abdul Chalim itu pernah menjadi anggota MPR RI. Tapi kalau sidang MPR, Kiai Abdul Chalim tak mau tidur di hotel tapi memilih tidur di musholla. Saking sederhananya. Apa sekarang ada anggota DPR atau MPR yang mau tidur di musholla,” kata Mas’ud Adnan.

Kepala Kemenag Provinsi Kalimantan Barat, Syahrul Yadi, yang hadir pada acara itu mengaku terperanjat menyaksikan kisah dan figur .

“Saya seolah ada di alam lain,” kata takjub saat sesi tanya jawab.

Ia kemudian bertanya, apakah dermawan sejak miskin atau setelah kaya?

“Alhamdulillha saya loman (dermawan) sejak masih tak punya,” jawab .

lalu bercerita ketika masih jadi guru swasta. Saat itu ia mengajar di Lamonngan. Ia masih miskin. Tapi sudah memikirkan dan membantu orang lain. Ia tak bisa hidup monoton tanpa komitmen sosial.

“Masak hidup harus monoton seperti ini,” pikirnya saat itu.

Ia kemudian mencari anak-anak pintar tapi secara ekonomi tak mampu.

“Saya kuliahkan. Ada yang di kedokteran,” tutur .

Ternyata tak semua merespon positif. Ada yang mencibir. “Ada yang bilang dirinya masih compang-camping kok mikir orang lain,” tuturnya.

Tapi tak peduli. Anak-anak yang dikuliahkan itu akhirnya sukses semua. Tentu sangat senang.

Suatu ketika, , mengkhitankan anaknya. Ia mengundang para sarjana yang sudah dikuliahkan itu. Ternyata tak ada satu pun yang datang. Ia pun sedih. Mereka tak tahu terima kasih.

pun datang kepada seorang kiai. Ia mengeluh. “Apa memang seperti ini nasib orang yang menolong orang,” keluh ke kiai itu.

Sang kiai tersenyum. “Gus, apa sampean baru tahu. Qurannya kan sudah jelas. Waqolilun min ibabadiyas syakuur. Sangat sedkit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur,” kata sang kiai itu kepada mengutip Al-Quran Surat Saba ayat 13.

Sang kiai itu juga menasehati agar dalam membantu orang lain jangan berharap bantuan balik pada orang yang dibantu. Tapi berharaplah bantuan dari Allah SWT.

Sejak itu mengaku mengubah orientasinya dalam menolong orang. “Saya tak pernah lagi berharap bantuan dari orang yang saya bantu. Saya berharap bantuan hanya kepada Allah. Dan ternyata bantuan Allah jauh lebih besar,” katanya. 

Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan ini sudah dibedah di berbagai tempat. Antara lain di ITB Stikom Denpasar Bali, Gedung Dewan Pers Jakarta, Pesantren Tahfidz Maros Sulawesi Selatan, Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon Jawa Barat, Pesantren Amanatul Ummah 02 Leuwimunding Majalengka Jawa Barat, Universitas Trunojo Madura (UTM), Pesantren Ibnu Kholdun Al Hasyimi Situbondo, Pendopo Bupati Bondowoso, Kongres III Pergunu di Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, dan kini di Hotel Garuda Kalimantan Barat yang diselenggarakan oleh Pergunu Kalbar. 

"Masih sangat banyak perguruan tinggi, pesantren dan lembaga pemerintah yang antre untuk bedah buku ini," kata M Mas'ud Adnan. (MMA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO