SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan yang memaparkan kiprah dan perjuangan Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA kembali dibedah. Kali ini buku karya M Mas’ud Adnan itu dibedah di Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Acara yang digelar di Ruang Majapahit Lantai 5 Gedung ASEEC Tower Kampus B Universitas Airlangga itu menghadirkan langsung Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA dan penulis buku tersebut, M Mas’ud Adnan.
Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto
Dalam bedah buku yang dimoderatori Prof Dr Suparto Wijoyo, host Airlangga Forum itu, Prof Badri Munir Sukoco, Direktur Sekolah Pascasarjana Unair menjadi nara sumber sekaligus memberikan sambutan. Selain Prof Badri Munir, Bupati Pamekasan Baddrut Tamam dan mahasiswa S3 Unair Munif At-Tamimi juga menjadi nara sumber.
Yang menarik, Profesor Badri Munir Sukoco menegaskan bahwa Profesor Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, adalah seorang ulama yang memiliki modal psikologis HERO seperti teori Fred Luthans, guru besar manajemen Amerika Serikat (AS). Luthans dikenal memiliki spesialisasi perilaku organisasi.
Baca Juga: Mubarok Gembleng 6.472 Calon Saksi untuk Gus Barra-Rizal dan Khofifah-Emil di Mojokerto
(Bupati Pamekasan Baddrut Tamam dan Prof Badri Munir Sukoco serius menyimak pemaparan Kiai Asep Saifuddin Chalim. Foto: bangsaonline.com)
“Yang saya catat ada karakter kedisiplinan. Di beberapa kesempatan saya selalu sampaikan sebuah negara akan maju manakala penduduknya atau SDM-nya disiplin. Beliau ini sangat disiplin. Kedisiplinan ini yang patut diteladani, ” kata Prof Badri Munir Sukoco di depan peserta bedah buku yang terdiri dari para guru besar, dosen dan mahasiswa S1, S2 dan S3 Unair, Jumat (30/9/2022).
HERO dalam teori Luthans adalah Hope (harapan), Efficacy (kemanjuran), Resilient (tahan banting) dan Optimist (Optimisme). Teori HERO itu dilontarkan Luthans, guru besar emeritus Nesrabka Lincoln AS, mengacu pada negara-negara yang mampu melahirkan kelas menengah seperti Singapura dan negara lain.
Baca Juga: Doa Bersama Kapolri dan Panglima TNI, Kiai Asep Duduk Satu Meja dengan Kapolda dan Pangdam V Jatim
Menurut Prof Badri, Kiai Asep sangat disiplin. Setiap pukul 3 pagi atau dini hari Kiai Asep sudah harus berada di pesantrennya di Pacet.
Kiai Asep juga selalu percaya diri dan penuh optimisme. Ia memberi contoh saat Kiai Asep makan intip (kerak nasi) karena tak punya uang untuk beli nasi. Tapi Kiai Asep tetap penuh percaya diri dan optimistik.
Prof Badri menyimpulkan Kiai Asep memiliki karakter HERO setelah baca buku setebal 424 halaman itu. Ia mengaku baca buku itu dua kali.
Baca Juga: Lautan Manusia Padati Kampanye Akbar Paslon 02 Khofifah-Emil dan Gus Barra-Rizal di Mojokerto
“Dulu sudah baca, dua bulan kemudian, hari ini saya baca lagi,” katanya.
Menurut dia, banyak sekali inspirasi dan motivasi dari buku itu. Ia bahkan mengaku baru tersadarkan bahwa salat lima waktu tiap hari dan sepanjang masa adalah pendidikan karakter agar kita jadi SDM yang disiplin.
“Terimakasih Pak Yai inspirasinya,” kata Prof Badri.
Baca Juga: Kedatangan Kiai Asep dan Tim Mubarok di Pasar Bangsal Disambut Antusias Pedagang dan Warga
(Para peserta buku Kiai Miliarder Tapi Dermwaan sangat antusias. Foto: bangsaonline.com)
Senada dengan Prof Badri, Munif At-Tamimi mengatakan bahwa kehidupan Kiai Asep yang penuh kedermawanan itu seperti kehidupan Rasulullah SAW. Menurut dia, Rasulullah selalu memberi makan Ahlus Suffah yang tinggal di Masjid Madinah.
Baca Juga: Di Depan Pergunu Jatim, Kiai Asep Sebut Khofifah Cagub Paling Loman alias Dermawan
“Makan dikasih Rasulllah, uang dikasih Rasulullah, kebutuhannya semua dipenuhi Rasulullah,” kata alumnus Pondok Modern Gontor Ponorogo yang kini kuliah S3 di Unair itu.
Bupati Pamekasan Baddrut Tamam yang datang terlambat langsung mencium tangan Kiai Asep saat duduk di kursi sebelah kiai miliarder itu. Prof Jojo – panggilan akrab Suparto Wijoyo - yang populer sebagai host kocak langsung berkomentar.
“Inilah kalau bupati santri. Langsung cium tangan,” kata Suparto Wijoyo yang produktif menulis di media massa. “Kita ini santri. Kita berharap barakahnya Pak Kiai Asep,” tambahnya.
Baca Juga: Kiai Asep Tebar Keberkahan, Borong Dagangan di Pasar Dinoyo sampai Warga Mantap Pilih Mubarok
Bupati Baruddtamam mengaku punya pengalaman unik saat sowan ke Kiai Asep. “Saya dikasih bisyarah (amplop berisi uang),” katanya.
Ia mengaku kikuk bahkan malu. “Muka saya sudah gak karu-karuan,” katanya.
Menurut dia, seharusnya dia yang menyalami uang kepada Kiai Asep. Tapi ini malah terbalik. Apalagi dirinya seorang bupati.
Baca Juga: Alumni Ponpes Lirboyo di Mojokerto Siap Menangkan Paslon Mubarok
Ia kemudian mencari sosok Kiai Asep di google dan youtube. Dari situ ia mulai paham siapa Kiai Asep. Ia mengaku kagum.
Menurut dia, seandainya setiap kabupaten ada kiai seperti Kiai Asep Indonesia cepat maju. “Beliau memang kiai luar biasa,” kata Baddrut yang dalam acara itu banyak menginformasikan tentang inovasi yang dilakukan dalam kepemimpinannya di Pamekasan Madura.
Kiai Asep yang bicara terakhir menceritakan awal mendirikan pondok pesantren di Pacet Mojokerto. Menurut dia, semula santrinya hanya 48 orang.
Tanah yang ditempati tak sampai satu hektar. Dibeli dengan cara menyicil selama dua tahun.
“Sekolahnya terbuat dari terop,” katanya.
Tapi Kiai Asep dengan penuh percaya memasang papan nama Sekolah atau Madrasah Bertaraf Internasional. “Saya mengatakan bahwa sekolah ini akan menjadi sekolah termaju di Indonesia sementara,” kata Kiai Asep.
Maksudnya sementara? “Nanti akan menjadi lembaga pendidikan internasional yang menjadi kiblat peradaban, kiblat keilmuan, kiblat kebudyaaan, dan kiblat keagamaan terutama agama Islam,” kata Kiai Asep.
Mendengan pidato Kiai Asep itu banyak yang mencibir. Termasuk kepala desanya.
“Mereka bilang ojok kemelipen poo (jangan terlalu tinggi, Red),” kata Kiai Asep menirukan cibiran para tetangganya.
Kiai Asep mengaku merasa malu juga saat itu. “Tapi akhirnya saya menemukan referensi dalam Kitab Ta’lim Mutaallim. Innallaha maa’liyal umur wayukrahu safsafaha. Bahwa Allah senang pada orang yang tinggi urusannya, tinggi cita-cita dan Allah tak suka pada orang yang rendah urusannya, yang rendah cita-citanya,” kata Kiai Asep.
Sejak itu Kiai Asep tak peduli. Ia sangat percaya diri, meski orang merendahkan karena menganggap kemelipen. Sebab ia merasa disenangi Allah SWT.
Kiai Asep terang-terangan mengaku sukses karena faktor doa dan salat malam. Ia mengaku salat malam 12 rakaat 6 salam dan salat witir 3 rakaat 2 kali salam. Menurut dia, referensi salat malam itu ia temukan pada Kitab Ihya Ulumiddin karya Hujjatul Islam Imam Ghazali.
“Doa dan cara salat malam itu ada di bagian akhir buku itu,” kata Kiai Asep.
Sementara Mas’ud Adnan yang diminta bicara pertama mengungkapkan bahwa ia tertarik menulis Kiai Asep karena banyak menciptakan paradigma baru. Ia memberi contoh pemikirannya tentang pendidikan Indonesia.
Menurut Mas’ud Adnan, Kiai Asep sangat gelisah dengan lembaga pendidikan Indonesia, terutama karena belum mengorbit secara internasional. Padahal potensi Indonesia sangat besar. Tapi karena tak ada yang memulai berpikir besar maka sampai sekarang lembaga pendidikan Indonesia belum bisa mengglobal.
“Kiai Asep pernah mengatakan kepada saya, Pak Mas’ud, Mesir itu secara ekonomi jauh di bawah kita. Tapi karena punya Universitas Al Azhar yang banyak memberikan beasiswa kepada negara lain, terutama negara berpenduduk muslim, akhirnya jadi terkenal dan besar. Bahkan pemerintah Mesir pernah berhutang uang kepada Univesitas Al Azhar,” kata Mas’ud Adnan sembari mengatakan bahwa Kiai Asep aktif memberikan beasiswa S1, S2 dan S3 sebanyak 400 orang lebih dalam setahun.
Karena itu, kata Mas’ud, kini Kiai Asep mengurus akreditasi internasional untuk mendirikan international university.
“Saya kira Unair juga bisa. Siapa tahu suatu saat pemerintah pusat malah berhutang (uang) pada Unair karena sudah kaya,” kata Mas’ud Adnan yang alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair.
Faktor lain yang menarik, menurut Mas’ud, adalah latar belakang Kiai Asep. Menurut dia, Kiai Asep adalah putra KH Abdul Chalim, salah seorang ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama. Tapi saat miskin Kiai Asep tak pernah menunjukkan sebagai putra pendiri NU. Kiai Asep baru menunjukkan sebagai putra pendiri NU setelah punya pesantren besar dan kaya raya.
Sikap ini, menurut Mas'ud, adalah sikap mandiri. Tak mengandalkan kebesaran orang tuarnya.
Yang perlu dicatat, kata Mas’ud Adnan, Kiai Asep waktu remaja sangat miskin. Saking miskinnya, 3 gadis yang dilamarnya menolak untuk dinikahinya.
“Itu saya tulis pada halaman 116 dengan judul Cinta Tragis, Ditolak Tiga Gadis,” kata Mas'ud Adnan yang CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com.
Kini Kiai Asep jadi ulama besar yang kaya raya. Santrinya mencapai 16 ribu orang. Bahkan penghasilan istri Kiai Asep, Nyai Hj Alif Fadlilah, Rp 2 miliar dalam satu bulan.
"Rp 2 miliar itu dalam satu bulan, bukan dalam satu tahun," katanya.
Menurut Mas'ud, Kiai Asep dan istrinya sama-sama dermawan. Kompak.
Acara bedah buku Kiai Asep sangat semarak. Banyak yang mengacungkan tangan untuk bertanya. Ada yang tanya uang Kiai Asep berasal dari mana. Ada juga yang minta ajazah doa dan ada juga yang minta bimbingan dalam mengelola lembaga pendidikan dan pondok pesantren.
Kiai Asep dengan telaten melayani semua pertanyaan yang diajukan peserta.
“Silakan bertanya,” kata Kiai Asep.
Bahkan saat acara bedah buku sudah selesai pun peserta tak langsung pulang. Mereka merangsek ke depan. Ada yang minta tanda tangan dan ada yang minta foto bersama.
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan ini sudah dibedah di berbagai tempat. Antara lain di ITB Stikom Denpasar Bali, Gedung Dewan Pers Jakarta, Pesantren Tahfidz Maros Sulawesi Selatan, Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon Jawa Barat, Pesantren Amanatul Ummah 02 Leuwimunding Majalengka Jawa Barat, Universitas Trunojo Madura (UTM), Pesantren Ibnu Kholdun Al Hasyimi Situbondo, Pendopo Bupati Bondowoso, Kongres III Pergunu di Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, dan kini di Hotel Garuda Pontianak Kalimantan Barat yang diselenggarakan oleh Pergunu Kalbar.
"Masih sangat banyak perguruan tinggi, pesantren dan lembaga pemerintah yang antre untuk bedah buku ini," kata M Mas'ud Adnan. (mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News