Oleh: Viera Martina Rachmawati
Tidak mudah memasuki tahun 2023 karena dibayang bayangi terjadinya resesi ekonomi dunia. Dana Moneter Internasional atau IMF memperingatkan, bagi sebagian besar ekonomi global, tahun 2023 akan menjadi tahun yang sulit karena mesin utama pertumbuhan global yaitu Amerika Serikat, Eropa dan China, semuanya mengalami aktivitas yang melemah. IMF memperkirakan sepertiga dari ekonomi dunia berada dalam resesi.
Baca Juga: Di Tengah Isu Resesi Global, Gubernur Khofifah Optimis Kunjungan Wisatawan ke Jatim Membludak
Sementara itu, mengutip CNBC Indonesia tanggal 11 Januari 2023, Bank Dunia kembali memangkas proyeksi ekonomi global. Perkiraan terbaru dari Bank Dunia yang memprediksi ekonomi dunia tumbuh hanya 1,7% pada tahun 2023. Angka pertumbuhan 1,7% menjadi yang terendah sejak 1991, kecuali resesi tahun 2009 dan 2020 yang disebabkan oleh krisis keuangan global dan pandemi.
Kondisi dan ancaman resesi tersebut tentu akan berpengaruh juga terhadap ekonomi Indonesia. Namun demikian, Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Republik Indonesia mengatakan Indonesia memiliki modal yang baik guna menghadapi tahun 2023. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sudah di atas tahun 2019 atau periode sebelum pandemi Covid-19, serta kondisi APBN yang relatif bagus dan momentum pemulihan masih kuat. Pertubuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2022 tumbuh sebesar 5,72%, sehingga sampai kuartal III 2022 PDB tumbuh 5,4%.
Pelaksanaan APBN tahun 2022 mencatatkan kinerja positif dengan defisit dibawah 3% dari PDB dan tetap memaksimalkan fungsi APBN sebagai shock absorber dalam meredam gejolak perekonoian global. Realisasi sementara APBN 2022 (realisasi sementara karena belum diaudit BPK) seperti yang disampaikan Menteri Keuangan dalam konferensi pers Realisasi APBN 2022 tanggal 3 Januari 2023, pendapatan negara mencapai Rp.2.626,4 triliun atau 115,9% dari target Rp.2.266,2 triliun, sedangkan belanja negara mencapai Rp.3.090,8 triliun atau 99,5% dari pagu sebesar Rp.3.106,4 triliun.
Baca Juga: Diprediksi Resesi, LPNU Jatim Optimis Perekonomian 2023 Masih Baik
Kinerja APBN 2022 menjadi modal positif untuk mengawali tahun 2023. Akan tetapi optimisme tersebut tetap harus diikuti kewasapadaan terhadap risiko global seperti penurunan harga komoditas, pelemahan ekonomi global serta volatilitas pasar keuangan. APBN 2023, menargetkan penerimaan negara sebesar Rp2.463 triliun yang berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.021,2 triliun, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp441,4 triliun. Disisi lain belanja negara direncanakan sebesar Rp3.061,2 triliun yang terdiri dari belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.246,5 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp814,7 triliun. Pembiayaan anggaran sebesar Rp598,2 triliun atau sebesar 2,84 % terhadap PDB. Defisit APBN tahun 2023 kembali di bawah 3 % sejak pandemi Covid-19, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
Belanja Negara diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui: (i) belanja pendidikan dan kesehatan untuk membangun SDM unggul dan produktif; (ii) penyelesaian proyek-proyek strategis nasional termasuk Ibu Kota Negara baru Nusantara dan penguatan hilirisasi industri, dan pengembangan ekonomi hijau untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan; (iii) menjaga dan memperkuat jaring pengaman sosial terutama bagi masyarakat miskin dan rentan, menurunkan kemiskinan ekstrem dan mengurangi kesenjangan; (iv) meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah dalam perbaikan layanan kepada masyarakat dan memajukan perekonomian di daerah; (v) mendukung reformasi birokrasi, penyederhanaan regulasi, dan mendukung persiapan Pemilu 2024.
Dalam APBN 2023 pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp.476,0 triliun dengan target output prioritas yaitu : (i) Jumlah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) bagi 10,0 juta KPM; (ii) Jumlah penerima Program Sembako bagi 18,8 juta KPM; (iii) Jumlah penerima Program Pra Kerja bagi 500 ribu peserta; (iv) Jumlah penerima Program Indonesia Pintar (PIP) bagi 20,1 juta siswa dan Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah bagi 994,3 ribu mahasiswa (melalui Kemendikbudristek dan Kemenag); (v) Jumlah penerima bantuan iuran Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JKN) bagi 96,8 juta peserta; (vi) Jumlah penerima Subsidi Listrik bagi 40,7 juta Pelanggan; (vii) Jumlah penyaluran Subsidi LPG 3 Kg bagi 8 juta metrik ton; (viii) Penyaluran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan untuk 220 ribu unit rumah.
Baca Juga: Hadapi Resesi, Nur Purnamasidi Sarankan Kolaborasi antara Pendidikan dan Pariwisata
Untuk stabilisasi harga dan menjaga daya beli, serta mendukung UMKM pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi sebesar Rp.298,5 triliun terdiri dari Rp.86,5 triliun subsidi non energi dan Rp.212,0 triliun untuk subsidi energi. Kebijakan subsidi diarahkan untuk : (i) Subsidi tetap solar Rp1.000/liter, naik Rp500/liter dari tahun 2022; (ii) Memberikan subsidi listrik untuk rumah tangga diberikan secara tepat sasaran bagi rumah tangga miskin dan rentan; (iii) Pupuk bersubsidi difokuskan pada dua jenis pupuk (Urea dan NPK) dan sembilan jenis komoditas (padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, kopi, kakao, tebu); (iv) Mendukung peningkatan pelayanan umum dibidang transportasi publik dan penyediaan informasi publik; (v) Memperluas akses permodalan UMKM maupun petani melalui subsidi bunga KUR; (vi) insentif perpajakan melalui subsidi pajak penghasilan ditanggung pemerintah, sebagai stimulus kepada dunia usaha.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Kementerian/Lembaga (DIPA K/L) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) sebagai dokumen APBN yang sangat penting untuk menjadi acuan bagi para menteri, pimpinan lembaga, dan kepala daerah dalam melaksanakan berbagai program pembangunan secara kolaboratif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, telah diserahkan oleh Presiden RI pada tanggal 1 Desember 2022 di Istana Negara. Harapan Presiden serta Menteri Keuangan agar DIPA dan Daftar Alokasi TKD tahun 2023 dapat segera ditindaklanjuti di awal tahun sehingga masyarakat dan perekonomian dapat merasakan secara langsung dan maksimal.
Secara khusus Menteri Keuangan telah menyampaikan surat nomor S-1047/MK.05/2022, tanggal 14 Desember 2023 kepada seluruh Menteri dan Pimpinan Lembaga agar dalam rangka percepatan pelaksanaan program dan kegiatan serta untuk mewujudkan belanja pemerintah yang lebih berkualitas (spending better) dan mendukung pemulihan ekonomi, para Menteri dan Pimpinan Lembaga diminta untuk memerintahkan seluruh satuan kerja di lingkup masing-masing Kementerian/Lembaga melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: (i) Meningkatkan kualitas perencanaan; (ii) Meningkatkan kedisiplinan dalam melaksanakan rencana kegiatan; (iii) Melakukan akselerasi pelaksanaan program/kegiatan/proyek; (iv) Melakukan percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa (PBJ); (v) Meningkatkan akurasi dan percepatan penyaluran Dana Bantuan Sosial dan Bantuan Pemerintah; (vi) Meningkatkan kualitas belanja melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja (value for money); (vii) Meningkatkan monitoring dan evaluasi.
Baca Juga: Dahlan Iskan: Seperti Apa Ekonomi Kita di Tahun Kerbau, Optimistis atau Pesimistis?
Seperti tahun-tahun sebelumnya APBN tahun 2023 tetap merupakan instrumen penting yang akan menjadi shock absorber atau peredam kejut di tengah potensi pelemahan ekonomi di tahun 2023. APBN sebagai shock absorber bertujuan mengendalikan inflasi, menjaga daya beli rakyat, dan menjaga momentum pemulihan. Mengutip apa yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa periode 2023 pemerintah tetap optimistis terhadap jalannya perekonomian dengan tetap mengedepankan kewaspadaan. Selanjutnya Menteri Keuangan menjelaskan bahwa menjaga permintaan domestik, konsumsi, inflasi, serta investasi adalah beberapa cara yang dapat dilakukan guna menghadapi ancaman resesi. Semoga dengan optimisme yang tetap mengedepankan kewaspadaan, Indonesia dapat meminimalisir dampak resesi global yang diperkirakan akan terjadi di tahun 2023.
Penulis adalah Kepala Seksi Pembinaan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News