SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tersangka kasus penganiayaan, AJP (20) warga Banyu Urip, terhadap salah satu taruna Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya, MRFA (19), akhirnya angkat bicara.
Diketahui, AJP merupakan taruna Poltekpel Surabaya bertingkat 2 alias Senior, sedangkan MRFA adalah bertingkat 1 alias Junior.
Baca Juga: Kasus Bocah Tenggelam di Kalilom Ditangani Polres Tanjung Perak, Polsek Kenjeran Ungkap Kendalanya
Pemukulan tersebut, berawal dari AJP mengetahui bahwa MRFA tidak membawa perlengkapan berupa buku saku saat hendak mengikuti apel.
Saat itu, korban yang saat itu berada di ruang makan, diajak tersangka ke toilet, dengan dalih untuk ditegur. Teman setingkat pelaku, yaitu DF, KN, dan SN pun turut ikut ke toilet.
Setibanya di toilet, DF memerintah AJP untuk melakukan pemukulan terhadap MRFA, sedangkan Krisna dan Sandy hanya melihat pemukulan tersebut yang dilakukan pelaku.
Baca Juga: Pelaku Curanmor di Surabaya Diduga Tewas Overdosis
AJP mengaku, bahwa ia yang mengajak korban ke kamar mandi, namun teman seangkatan, bernama DF, Krisna dan Sandy mengikutinya. Saat di kamar mandi, lanjut AJP, ia hanya berencana hanya memarahinya, namun DF, menyuruhnya untuk memukuli korban.
“Setelah saya pukul dia saya suruh pergi ternyata setelah melangkah dia ambruk. Sedangkan dua teman lagi yang satu angkatan hanya melihat,” akui AJP, Jumat (17/2/2023).
Tersangka kini mendekam di rumah tahanan Mapolrestabes Surabaya, karena merasa hanya dia yang disalahkan dan kini menjadi tersangka, pihaknya juga mempertanyakan status DF yang sedikit banyak ikut membantu dan memrintah melakukan pemukulan terhadap korban.
Baca Juga: Satu Dari Dua Pelaku Curanmor di 6 TKP Dilumpuhkan Polsek Sukolilo Surabaya
“Saya hanya mengikuti perintah DF untuk memukul korban, “keono pisan ae cek kroso” (dipukul satu kali saja tapi yang keras/terasa),” tutur AJP.
Dikonfirmasi waktu berbeda, Ayah Korban, Muhammad Yani berharap, dari pemeriksaan puluhan orang itu ada titik terang siapa saja yang telah menganiaya putranya hingga tewas.
Ia pun mengungkapkan, jumlah tersangka pun bisa bertambah, sebab menurutnya, perbuatan dari DF, KN, dan SN dapat dijerat dengan Pasal 55 dan 56 KUHP.
Baca Juga: Ketahuan Dorong Motor Curian dan Hendak Kabur, Dua Maling di Surabaya Dihadiahi Timah Panas Polisi
"Siapa pun yang menyuruh orang lain berbuat jahat lalu ada yang melihat semua dianggap membantu kejahatan. Saya harap semua ditangkap serta dihukum seberat-beratnya," pungkasnya, saat dikonfirmasi pada Jumat (17/2/2023) melalui WhatsApp.
Sementara itu, Kasi Humas Polrestabes Surabaya, Kompol M Fakih mengatakan, pihaknya tidak mengetahui bila ada pengakuan dari tersangka AJP
“Itu rekaman video kapan dan dimana, saya gak mengetahui bila ada pengakuan tersangka seperti itu,” tegasnya saat dikonfirmasi, Minggu (19/2/2023).
Baca Juga: Salah Satu Maling di Warkop yang Ditangkap Polsek Gubeng Ternyata DPO Curanmor Kampus UNESA
Keterangan dari AJP, menjadi bukti bahwa budaya perpeloncoan senior di dunia pendidikan masih ada. Catatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), empat dosa besar dunia pendidikan sepanjang tahun 2022. Di antaranya kekerasan seksual, bullying, kekerasan fisik, intoleran.
Korban MRFA merupakan salah satu contoh daftar panjang korban kasus kekerasan di dunia pendidikan. Polisi saat ini tengah memperdalam siapa-siapa saja yang terlibat. Sebanyak 21 orang telah diperiksa. (rus/sis)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News