SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Prof Dr KH Ahmad Zahro minta agama jangan dijadikan identitas ormas atau organisasi kemasyarakatan yang memecah persatuan umat Islam. Guru Besar Universitas Islam Sunan Ampel (UINSA) Surabaya itu berharap bulan suci Ramadan justru harus menjadi momentum persatuan umat Islam.
“Jangan karena salat tarawih 20 rakaat lalu o.. itu NU. Yang salat tarawih 8 rakaat o...itu Muhammadiyah. Sekarang anak NU banyak yang salat tarawih 8 rakaat, tapi orang Muhammadiyah tak ada yang salat tarawih 20 rakaat,” kata Prof Ahmad Zahro saat menyampaikan ceramah di depan jemaah tarawih Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, Jumat (24/3/2023) malam.
Baca Juga: Berbagi Berkah Ramadan, Muslim Pro dan AQUA Berikan Paket Umrah untuk 3 Orang
Menurut dia, masalah agama atau salat tarawih tak bisa dijadikan identitas ormas. Sebab ulama-ulama besar jaman dulu tak mengidentifikasi sebagai NU atau Muhammadiyah.
“Imam Abu Hanifah salat tarawih 8 rakaat (beliau) bukan Muhammadiyah. Imam Syafi’i salat tarawih 20 rakaat bukan NU,” tegas Prof Ahmad Zahro.
Bahkan, menurut Prof Ahmad Zahro, pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan, salat tarawih 20 rakaat.
Baca Juga: Ajang Silaturrahmi Pj Bupati Sampang dengan Jurnalis Dikemas Buka Puasa Bersama
“Pendiri Muhammaidyah, Ahmad Dahlan, salat tarawih 20 rakaat,” tegas Prof Ahmad Zahro sembari mengatakan bahwa itu ada datanya.
Menurut Prof Ahmad Zahro, di negara-negara Arab jarang sekali orang salat tarawih 8 rakaat. Sebaliknya, jumlah salat tarawih ulama-ulama Arab jauh lebih banyak dari orang Indonesia.
“Di Yaman ulama salat tarawih 100 rakaat. Saya sudah keliling ke beberapa negara,” kata Prof Ahmad Zahro.
Baca Juga: 500 Anak Yatim se-Kota Mojokerto Terima Santunan
Hanya saja, kata Prof Zahro, tak semua umat Islam di Yaman salat tarawih 100 rakaat. “Yang tua-tua yang sudah dekat kuburan yang berani salat tarawih 100 rakaat. Yang muda-muda tidak,” kata Prof Ahmad Zahro.
Ia mengaku heran dengan sikap sebagaian umat Islam yang pecah gara-gara jumlah salat tarawih yang dilakukan.. “Pepercahaan itu diharamkan (oleh Allah SWT). Sedang salat tarawih (sunnah), tidak salat tarawih juga gak apa-apa,” katanya.
Ia menyinggung kecenderungan jemaah salat tarawih yang mengalami penurunan ketika mencapai pertengahan Ramadan. Ia mengingatkan bahwa bulan Ramadan sangat istimewa sehingga umat Islam harus semangat untuk memanfaatkan momentum bulan suci itu makin meningkatkan volume ibadahnya. Karena, tegas Prof Ahmad Zahro, belum tentu Ramadan yang akan datang kita menangi atau menemui Ramadan lagi.
Baca Juga: Ribuan Jamaah Antusias Ikuti Nuzulul Quran di Kota Mojokerto
Karena itu Prof Ahmad Zahro mengajak bersyukur kepada Allah SWT sekaligus memanfaatkam momentum bulan suci ini sebaik-baiknya untuk beriibadah, terutama memaksimalkan salat tarawih. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News