Khofifah Kader Ideologis Gus Dur, Loyalitas tanpa Batas

Khofifah Kader Ideologis Gus Dur, Loyalitas tanpa Batas KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Khofifah Indar Parawansa. Foto: dok. pribadi

JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Ketika () bersama para kiai NU mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), karir politik Indar Parawansa sedang moncer di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). sedang menikmati kursi empuk anggota DPR RI. Dari PPP.

Kiprah politiknya juga penuh prospek. Bahkan menjabat Pimpinan Fraksi PPP DPR RI.

Tapi ketika minta bergabung dengan PKB, aktivis PMII itu langsung sam’an watha’atan. Tanpa pikir panjang angkat kaki dari PPP. Sekaligus meninggalkan kursi empuk DPR RI.

“Kalau orang lain masuk partai (PKB) ingin menjadi anggota DPR, saya justru meninggalkan kursi DPR,” kata saat itu.

mendirikan PKB pada 23 Juli 1998. Saat itu menjabat ketua umum PBNU.

Bagi , bukan hanya kiai, guru, dan pemimpin. Tapi juga referensi pemikiran, kepemimpinan, dan kehidupan. Bahkan teladan bilhal. Yang memang sinkron, antara pemikiran dan perilaku. Antara ucapan dan tindakan.

Tak aneh, jika pemikiran berwatak Gusdurian. Terutama dalam konteks kebangsaan dan keagamaan. Bahkan sering mengutip pemikiran dan postulat keagamaan yang dilontarkan .

Pemahaman tentang memang relatif utuh. Maklum, istiqamah mendampingi tokoh inklusif yang dikagumi tokoh-tokoh dunia itu.

"Suatu saat, ketika menjadi Presiden, beliau memberikan pidato di Amerika. menyampaikan 'Di negeri saya, saya melindungi minoritas, tolong di negeri anda lindungi minoritas," kata menirukan pernyataan saat pidato peringatan delapan tahun wafatnya di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Kamis (28/12/2017) malam.

Bahkan satu-satunya kader yang mendapat wasiat khusus dari ketua umum PBNU tiga periode itu. Menurut , pernah menyampaikan kepada dirinya, agar jika wafat, batu nisan di pusaranya ditulis: "Here rests a humanist". Yang artinya, "Di sini berbaring seorang pejuang kemanusiaan".

Semula mengaku tak berani menyampaikan wasiat Gus Dur itu pada Nyai Hj Sinta Nuriyah, istri .

"Ada wasiat yang saya tidak berani 'matur' ke Bu Nyai Sinta Nuriyah. Waktu itu saya menyampaikan testimoni di sebelah makamnya Gus Dur, dan tiga tahun lalu saya menyampaikan, bahwa tiga kali sebelum wafat, beliau (almarhum ) sampaikan 'Mbak, kalau nanti saya meninggal tolong di batu nisan ditulisi 'Here rests a humanist' dan alhamdulillah setahun terakhir di batu nisan ditulis," ungkap dilansir infopublik.id.

Ini tentu informasi sangat penting. Karena sebelumnya, banyak pihak – termasuk Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono – menjuluki Gus Dur sebagai bapak pluralisme. Atau seorang pluralis. 

Ternyata lebih suka disebut sebagai pejuang kemanusiaan.

Salah satu postulat keagamaan yang sering dikutip adalah kaidah Ushul Fiqih Tasharruful imam 'alar ra'iyyah manuthun bil maslahah”. Yang artinya “Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyat harus didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan.

Kaidah ini sering dipidatokan dalam berbagai kesempatan. Bahkan tidak hanya mempidatokan tapi juga mempraktikkan dalam program konkret atau kebijakan ketika menjabat Gubernur Jawa Timur.

tampak berusaha untuk menerjemahkan ide-ide besar . Terutama dalam konteks kenegaraan dan kebangsaan. 

Mungkin karena kecenderungan itu lalu ada seorang tokoh non-muslim menganggap sebagai fotokopi . Maksudnya, dalam memahami pluralitas atau kemajemukan bangsa.

Sikap inklusif dan mengayomi semua elemen dan anak bangsa - terutama kelompok minoritas - itu memang menjadi penekanan utama pemikiran dan tindakan atau kebijakan

Karena itu, wajar jika kita justifikasi sebagai kader ideologis . Apalagi sangat loyal terhadap . Bahkan bisa disebut loyal tanpa batas.

Memang, dari sekian banyak kader , termasuk kader NU minus konflik dengan . Tak pernah cacat. Apalagi berkhianat.

Bahkan inilah yang tetap setia mendampingi , saat cucu pendiri NU Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari itu dijatuhkan dari kursi presiden. Oleh lawan-lawan politiknya di MPR RI. 

Maka wajar pula bila kemudian sangat percaya terhadap integritas . Faktanya, menitipkan wasiatnya kepada .

Pada sisi lain, tampaknya mewarisi kepekaan dan kemampuan ayahandanya, , dalam mendeteksi dan mendidik kader NU. Kiai Wahid Hasyim adalah tokoh nasional sekaligus tokoh NU yang sangat cermat mendeteksi potensi dan talenta kader NU sekaligus mendidiknya secara khusus.

Banyak sekali kader NU hasil deteksi dan kaderisasi khusus Kiai Abdul Wahid Hasyim yang kemudian menjadi tokoh besar. Bahkan sangat menentukan dan berperan penting untuk negara dan bangsa Indonesia. Di antaranya KH Ahmad Shidiq, KH Idham Chalid, dan tokoh besar NU lainnya. Tentu juga termasuk putranya sendiri, .

Memang masih kecil ketika Kiai Abdul Wahid Hasyim wafat. Tapi nilai-nilai dan fondasi kepemimpinan itu bisa jadi sudah terinternalisasi dalam diri Nyai Sholihah Wahid, istri Kiai Abdul Wahid Hasyim.

Apalagi Putri KH Bisri Syansuri itu juga dikenal sebagai aktivis Muslimat NU. Nyai Sholihah inilah yang mendidik secara single parent putra-putri Kiai Abdul Wahid Hasyim.

Hebatnya, semua putra-putri Kiai Abdul Wahid Hasyim sukses dan menjadi pemimpin atau tokoh besar. Yang sekaligus bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Bisa kita sebut, misalnya, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), dr Umar Wahid, Nyai Lily Chodijah Wahid (Nyai Lily Wahid) dan yang lain. Bahkan sendiri menjadi ketua umum PBNU tiga periode dan presiden RI.

Alhasil, bukan hanya kader ideologis yang loyal tanpa batas, tapi juga kader kepercayaan . Itulah kenapa saat menjabat presiden, mengangkat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan sekaligus Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

Saat itu menjadi menteri termuda pada Kabinet Persatuan Nasional pemerintahan Presiden KH. Abdurrahman Wahid. 

Ya, tampaknya sudah mendeteksi sekaligus memprediksi bahwa – yang saat itu masih sangat muda - punya potensi menjadi orang besar. Bahkan pemimpin nasional. Wallahua’lam bisshawab. 

(M. Mas'ud Adnan)

Lihat juga video 'Semua Agama Sama? Ini Kata Gus Dur':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO