HM Anton Maju Pilwali Kota Malang, Luka Lama Diungkit, Praktisi Hukum: Bisa Diungkap asal...

HM Anton Maju Pilwali Kota Malang, Luka Lama Diungkit, Praktisi Hukum: Bisa Diungkap asal...

Listen to this article

KOTA MALANG, BANGSAONLINE.com - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Malang diprediksi akan seru. Terbaru mantan Wali Kota Malang periode 2013-2018 HM. Anton telah resmi mendapatkan rekom dari PKB berpasangan dengan Dimyati Ayatulloh.

Namun, majunya HM Anton di Pilkada 2024 yang akan terselenggara secara serantak pada tanggal 27 Nopember ini masih menjadi perbincangan pro dan kontra oleh beberapa pihak usai putusan MK.

Seperti yang disampaikan sejumlah mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, kembali menyoal perkara korupsi di Kota Malang yang terungkap pada tahun 2018. Para mantan anggota dewan ini juga turut menjadi tersangka pada kasus tersebut mempertanyakan sejumlah hal. Terutama terkait dugaan keterlibatan mantan Wali Kota Malang periode 2018-2023 terkait perkara lain.

Seorang mantan anggota DPRD Kota Malang yang enggan disebutkan namanya mengatakan ada perbedaan putusan yang ia terima dengan putusan Mochammad Anton.

"Jadi kami (mantan anggota dewan) ini diputus dengan tiga perkara. Satu soal pokir atau yang dibahasakan THR dalam perkara tersebut, lalu soal upeti sebesar satu persen dan perkara soal sampah," ujarnya.

Sedangkan dalam putusan perkara tersebut, sang mantan wali kota hanya dihukum atas perkara pokir saja. Sementara dua perkara lainnya, hanya dikaitkan dengan anggota dewan yang saat ini menjadi tersangka.

"Soal upeti sebesar satu persen itu, kami menerima, ada dalam putusan. Tapi tidak ada satu pun dari kami yang mengetahui siapa pemberinya. Dan ternyata saat itu, Abah Anton masih belum ada tuntutan masalah itu," jelasnya.

Sebagai informasi, dalam putusan nomor 94/Pid.Sus/Tpk/2018/PN.Sby., disebutkan bahwa Mochammad Anton dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana telah memenuhi unsur dalam dakwaan pertama.

Dan selanjutnya atas hal tersebut, dalam angka dua disebutkan bahwa terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun serta pidana denda sejumlah Rp 100.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selaka 4 bulan.

Terpisah, Praktisi Hukum Kota Malang Pangeran Artha dalam menyikapi hal tersebut mengatakan jika memang hal itu masih dipermasalahkan oleh sejumlah pihak, maka ada serangkain proses yang dapat dilakukan agar kasus itu dapat kembali dilakukan penyelidikan.

"Bisa saja (kembali diungkap). Asalkan memang ada Sprindik (surat perintah penyidikan) dari aparatur. Dan itu adalah sprindik baru, bukan sprindik atas kasus pokok yang sudah diputus," ujar Okky melalui sambungan telepon pada Jumat (23/8/2024).

Bahkan, jika memang dirasa ada dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) yang masih belum jernih seutuhnya, mantan anggota dewan yang turut jadi terdakwa bisa bersurat, agar kasus itu bisa kembali dilakukan penyidikan.

"Mereka (mantan anggota dewan) bisa bersurat, bisa juga menjadi whistle blower. Bisa dibuka semuanya," tegas Okky. (dad/ns)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO