Gubes ITS Kembangkan Optimisasi Sistem Tenaga Listrik untuk Mengawali Transisi Energi

Gubes ITS Kembangkan Optimisasi Sistem Tenaga Listrik untuk Mengawali Transisi Energi Rony Seto Wibowo saat terjun ke lapangan untuk meneliti metode optimisasi untuk microgrid berbasis energi baru terbarukan (EBT). (Ist)

BANGSAONLINE.com - Guru Besar (Gubes) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Rony Seto Wibowo, tengah mengkaji sistem optimisasi guna meningkatkan efisiensi dan keandalan sistem kelistrikan berbasis EBT (energi baru terbarukan).

Hal tersebut ia lakukan mengingat biaya transisi EBT yang tidak murah, ketidak pastina pasokan, dan keandalan sistem pembangkit listrik.

Melalui penelitiannya yang berjudul Mengawal Transisi Energi dengan Optimisasi, ia menegaskan bahwa optimisasi sistem tenaga listrik menjadi kunci dalam pencapaian Net Zero Emission (NZE).

“Upaya ini memastikan transisi energi berjalan lebih efektif tanpa mengorbankan keandalan pasokan listrik,” katanya, Senin (28/4/2025).

Rony mengembangkan metode baru dalam alokasi dan koordinasi kontrol Flexible AC Transmission System (FACTS) untuk sistem tenaga listrik berbasis EBT. Sebagai teknologi berbasis elektronik daya, FACTS berperan dalam mengatur aliran daya listrik dan menjaga stabilitas sistem, terutama dalam jaringan yang mengandalkan EBT dengan karakteristik intermiten.

“Pendekatan ini lebih unggul karena menekan biaya operasional tahunan sistem tenaga listrik,” jelasnya.

Untuk memastikan efektivitas jangka panjang, Rony mengintegrasikan analisis probabilitas gangguan dan simulasi skenario beban dalam pengoperasian FACTS. Dengan strategi ini, FACTS dapat beradaptasi terhadap fluktuasi daya dari pembangkit energi terbarukan, sehingga meningkatkan keandalan sistem secara keseluruhan.

Selain FACTS, Rony juga meneliti metode optimisasi untuk microgrid, sistem listrik skala kecil yang dapat beroperasi secara independen berbasis EBT dan baterai sebagai penyimpan energi. Ia mengembangkan metode Dynamic Economic Dispatch (DED) untuk menentukan daya optimal yang harus dihasilkan oleh setiap pembangkit agar kebutuhan listrik terpenuhi dengan biaya serendah mungkin.

Metode ini diintegrasikan dengan Quadratic Programming (QP) untuk menemukan solusi terbaik dalam pengalokasian daya di microgrid. Rony menguji berbagai skenario untuk menganalisis pengaruh kondisi cuaca dan penggunaan baterai terhadap total biaya pembangkitan listrik. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor cuaca sangat berpengaruh terhadap pembangkit EBT, karena bergantung pada radiasi matahari, suhu, dan kecepatan angin.

Lebih lanjut, penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan baterai sebagai cadangan energi mampu menekan biaya operasional secara berarti.

"Alih-alih mengandalkan generator diesel yang masih bergantung pada bahan bakar fosil, penggunaan baterai dapat lebih efisien dan ramah lingkungan," pungkasnya. (msn)