
KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Program JKN atau Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan terus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Selain membantu peserta, program ini juga berdampak positif bagi fasilitas kesehatan (faskes) mitra BPJS, sehingga masyarakat kini lebih mudah dan nyaman mendapatkan layanan kesehatan yang terjamin.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Kediri, Tutus Novita Dewi, menjelaskan bahwa terdapat dua mekanisme utama pembayaran kepada faskes, yaitu kapitasi dan Indonesia Case-Based Groups (INA-CBGs).
Menurut dia, kapitasi adalah sistem pembayaran rutin kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas, klinik, dan dokter praktik mandiri. Dana diberikan setiap bulan berdasarkan jumlah peserta JKN yang terdaftar, bukan berdasarkan jumlah kunjungan atau jenis layanan.
“Artinya, meskipun ada peserta yang tidak datang berobat, faskes tetap menerima dana kapitasi setiap bulan. Namun, faskes juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan layanan promotif dan preventif, yaitu berfokus pada pencegahan penyakit, bukan hanya pengobatan,” paparnya, Senin (20/10/2025).
Berdasarkan Permenkes Nomor 3 Tahun 2023, standar biaya kapitasi untuk puskesmas berkisar Rp3.600,00.-9 ribu, klinik pratama Rp9-16 ribu, dan dokter praktik mandiri Rp8.300-15 ribu per peserta per bulan.
Sebagai ilustrasi, puskesmas dengan 5.000 peserta JKN dan tarif Rp9 ribu akan menerima sekitar Rp45 juta per bulan untuk mendukung operasional dan mutu layanan.
Tutus menegaskan, BPJS Kesehatan tidak membayar langsung gaji tenaga medis. Dana kapitasi dikelola oleh manajemen faskes untuk operasional dan pembiayaan tenaga kesehatan.
“Jadi bukan benar jika dokter hanya dibayar Rp2 ribu per pasien. Pembayaran tidak berdasarkan kunjungan, melainkan dari dana kapitasi yang diterima fasilitas kesehatan setiap bulan. Dengan sistem ini, faskes tetap dapat memberikan pelayanan berkualitas meskipun kunjungan pasien tidak banyak,” ucapnya.
Berbeda dengan FKTP, rumah sakit atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) menggunakan skema INA-CBGs, yaitu pembayaran paket berdasarkan diagnosis dan tindakan medis.
Sebagai contoh, untuk kasus radang usus buntu, rumah sakit menerima satu paket pembayaran yang mencakup operasi, rawat inap, dan obat-obatan selama masa perawatan.
“Artinya, meskipun terdapat perbedaan jumlah obat atau lama rawat inap, tarifnya tetap mengacu pada satu paket layanan. Peserta tidak dikenakan biaya tambahan selama layanan sesuai dengan standar yang berlaku,” kata Tutus.
Dengan penerapan dua skema ini, BPJS Kesehatan menciptakan sistem layanan yang efisien, transparan, dan berorientasi pada mutu.
"Kedua skema ini tidak hanya dirancang untuk mengontrol biaya pelayanan kesehatan, tetapi juga mendorong fasilitas kesehatan agar lebih fokus pada pencegahan penyakit dan peningkatan kualitas layanan," ucap Tutus. (uji/mar)