Propaganda, Kampanye Fitnah, dan Radikalisme

Propaganda, Kampanye Fitnah, dan Radikalisme M Mas'ud Adnan

Meski demikian Allyn membantah. Dalam artikelnya di New Mandal (asipacivic.anu.edu.au/newmandala), Rabu (16/7/2014) ia mengaku tak terlibat kampanye fitnah untuk memenangkan pasangan capres tertentu. Ia menegaskan bahwa rekam jejaknya sebagai konsultan media selama tiga dekade bersih, tanpa cacat.

Saya menampilkan kasus di atas hanya ingin menampilkan contoh bahwa propaganda sangat berpenqaruh dan selalu hadir dalam pertarungan politik, ideologi dan agama. Bahkan sejak tahun 1920-an propaganda sudah menjadi perhatian para pakar ilmu sosial, terutama bidang komunikasi. Harold Lasswell adalah doktor pertama yang secara akademik dan ilmiah membahas masalah propaganda. Bahkan disertasi doktornya mengangkat tema tentang penggunaan propaganda pada Perang Dunia I.

Yang menarik, ketika Lasswell mempublikasikan disertasi doktornya banyak sekali para ahli dan tokoh ketakutan. Seorang pengulas bahkan menyebut, “buku ajaran Machiavelli yang harus segera dihancurkan.” (Dulles 1928). Jadi propaganda sangat besar pengaruhnya.

Lasswell mengartikan propaganda dalam cakupan yang sangat luas. Yaitu teknik mempengaruhi tindakan manusia dengan memanipulasi representasi (penyajian). Representasi bisa berbentuk lisan, tulisan, gambar atau musik.

Konsep Lasswell tentang propaganda itu mirip dengan persuasi. Karena itu Roger Brown membedakan antara propaganda dan persuasi. Ia mendefinisikan persuasi sebagai manipulasi simbol yang didesain untuk menghasilkan aksi pada orang lain.

Laswell dalam mendefinisikan propaganda mengalami nasikh-mansukh atau punya qaul qadim (lama) dan qaul jadid (baru). Qaul qadim Laswell tentang propaganda berarti: semata merujuk pada kontrol opini dengan simbol-simbol penting atau berbicara lebih konkret dan kurang akurat melalui cerita, rumor, berita, gambar atau bentuk-bentuk komunikasi sosial lainnya.(Werner J Severin-James W Tabkard, Jr, 2005)

Menurut Lasswell, ada 4 tujuan utama propaganda. Salah satunya untuk menumbuhkan kebencian terhadap musuh. Selain itu untuk menghancurkan semangat musuh. Selebihnya adalah untuk melestarikan persahabatan dengan sekutu dan jika mungkin menjali kerjasama dengan pihak yang netral.

Tampaknya pernyataan Lasswell itu selalu terbukti dari masa ke masa. Kelompok Islam radikal selalu hadir dengan pesan-pesan keagamaan yang dikemas dalam bentuk propaganda. Faktanya dalam batas-batas tertentu kelompok Islam radikal mampu memporakporandakan opini musuh-musuhnya.

Pada sisi lain, propaganda punya potensi besar untuk membentuk kader militan siap mati jika dipadukan dengan indoktrinasi keagamaan bagi anak-anak remaja yang jiwanya masih bersih. Maka mudah dipahami jika banyak anak-anak muda yang masih lurus dan bersih secara ideology keagamaan kemudian jadi “tumbal politik” mereka. (bersambung)

M Mas’ud adnan adalah direktur HARIAN BANGSA, alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Universitas Airlangga (mmasudadnan@yahoo.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO