Ramai-ramai Tolak Revisi UU KPK

Ramai-ramai Tolak Revisi UU KPK Aksi mendukung pemberantasan korupsi, Januari lalu. foto: EPA

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sejumlah tokoh dan pegiat anti rasuah menyatakan dukungannya kepada KPK terkait rencana revisi UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Kami tadi datang untuk menyampaikan dukungan soal revisi UU KPK karena KPK merupakan anak kandung dari reformasi yang menjadi tumpuan kita sebagai masyarakat. KPK tidak boleh sedikit pun melemah dan kami banyak melihat upaya pelemahan," kata pegiat antikorupsi Todung Mulya Lubis di gedung KPK Jakarta, Selasa (9/2).

Baca Juga: Pemkot Kediri Ikuti Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi

Todung menyebutkan karena indeks persepsi korupsi Indonesia masih rendah, maka revisi UU KPK bahkan tidak perlu dibicarakan.

"Kalau persepsi korupsi kita sudah mencapai 50 ke atas kita boleh bicara soal revisi UU KPK. Saat ini KPK harus tetap dilengkapi dengan kewenangan penyadapan, tidak boleh mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), boleh mengangkat penyidik sendiri sesuai kewenangan yang sudah diberikan UU," tuturnya. Jika itu semua dipreteli, digerogoti, KPK akan lumpuh dan korupsi akan menang.

Presiden Jokowi, kata Todung dapat menyatakan ketidaksetujuannya kepada revisi UU KPK dengan tidak ikut berpartisipasi dalam pembahasan revisi UU KPK.

Baca Juga: Dialog NU Belanda: Politik Balik Modal Dorong Pelumpuhan KPK, Polisi Mirip Dwi Fungsi TNI

"Saya sih tidak mengatakan bahwa perlu ada revisi UU KPK dalam konteks korupsi masih sistemik, endemik, dan merajalela. DPR kan tugasnya membuat legislasi untuk melakukan perubahan, tapi DPR tidak bisa bermain-main dalam konteks pemberantasan korupsi. Ini kan komitmen reformasi juga komitmen kita sebagai bangsa. Tidak boleh DPR sama sekali menggunakan haknya untuk melemahkan KPK," tegasnya.

Sedangkan pakar hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa KPK harus terus didukung sebagai lembaga. "KPK sebagai lembaga yang secara moril terus didukung karena merupakan lembaga, yang kita harapkan mampu berantas korupsi," kata Refly.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra yang ikut memberikan dukungan juga menegaskan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk merevisi UU KPK.

Baca Juga: Politikus Rayap, Siapa Mereka?

"Ini bukan waktu yg tepat merevisi UU KPK, kenapa? Karena sentimen di DPR negatif sekali. Jadi walaupun mereka mengatakan merevisi itu untuk menguatkan, buktinya mana yang menguatkan? Misalnya, mereka ingin mendorong SP3, saya kira tidak relevan lagi bicara SP3 karena sudah ada mekanisme praperadilan. Jadi kalau tidak puas terhadap penanganan perkara yang dilakukan KPK bawa saja ke praperadilan. Menguji di sana," kata Saldi.

Saldi pun mendorong agar Presiden Joko Widodo segera mengambil sikap terhadap revisi UU KPK ini.

"Presiden harus mengambil sikap. Kalau dari substansinya melemahkan KPK, Presiden kan punya hak legislasinya 50 persen. Jadi kalau presiden melihat substansinya melemahkan KPK jangan mengeluarkan surat presiden yang menunjuk menteri untuk membahas bersama DPR mengenai revisi UU itu. Jadi kalau hal itu dilakukan selesai. Tapi kita belum tahu sikap Presiden karena surat resmi dan final draft dari DPR itu belum selesai. Kalau rancangan inisiatif DPR itu melemahkan KPK, maka Presiden harusnya tidak ikut dalam pembahasan RUU KPK," ungkap Saldi.

Baca Juga: Cincin Lord of the Ring dan KPK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO