Grab dan Uber Dilarang Kerja Sama dengan Perseorangan, Diminta Gandeng Angkum

Grab dan Uber Dilarang Kerja Sama dengan Perseorangan, Diminta Gandeng Angkum Sopir taksi dan bajaj di Jakarta menggelar demo menolak angkutan umum berbasis online.

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika () menegaskan operasional Grab dan Uber taksi tetap dapat berlanjut dengan sejumlah syarat. Pengelola Grab dan Uber taksi tidak boleh menjalin kerja sama dengan perseorangan terkait operasional transportasi berbasis aplikasi daring (online) tersebut.

Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Ismail Cawidu mengatakan, pengelola Grab dan Uber taksi hanya diperbolehkan menjalin kerja sama dengan BUMN, BUMD, atau pihak lain yang berbadan hukum. Keputusan tersebut disepakati sebagai solusi bersama atas tuntutan penutupan aplikasi dan kebutuhan transportasi masyarakat.

Baca Juga: Dirjen SPPR Kementerian ATR/BPN Sebut One Map Policy Merupakan Kebijakan Mendesak dan Penting

"Grab dan Uber hanya boleh bekerja sama dengan perusahaan yang berbadan hukum sesuai syarat undang-undang. Salah satu lembaga yang boleh dipilih adalah koperasi. Nantinya, hal ini akan dijadikan salah satu syarat untuk mengajukan izin usaha transportasi Grab dan Uber taksi," kata Ismail, Rabu (16/3).

Karena itu, pihaknya tengah mendorong percepatan sistem perizinan usaha dua aplikasi tersebut dengan Kementerian Koperasi. Menurut Ismail, pemilik usaha kedua aplikasi tersebut sudah cukup lama mengajukan izin.

"Kira dorong agar sistem izin melalui Kementerian Koperasi segera bisa diberlakukan. Jika sudah ada sistem tersebut, diharapkan persoalan perizinan Grab dan Uber teratasi. Hingga saat ini, langkah itu menjadi satu-satunya solusi," ujar Ismail menegaskan.

Baca Juga: Pemkot Kediri Paparkan Progres Smart City di Evaluasi Tahap I

Sebelumnya, pada Selasa (15/3), Menkominfo Rudiantara menyatakan, akan memberikan beberapa regulasi transportasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi saat ini. menegaskan, tidak melakukan blokir terhadap aplikasi Grab dan Taksi Uber.

Sementara Pelaksana Tugas Direktur Jendral Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Sugihardjo mengatakan angkutan umum harus dijalankan oleh badan hukum Indonesia yang berizin. Ini didasarkan pada Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Atas dasar itu, menurutnya, perusahaan penyedia aplikasi dapat bekerja sama dengan operator angkutan umum yang memiliki ijin resmi. Semisal, perusahaan taksi dan transportasi umum lainnya.

Baca Juga: Ini yang Dilakukan Pemkab Pamekasan saat Peringati Hari Kebangkitan Nasional ke-116

"Dilayani oleh kendaraan umum dan dikemudikan oleh pengemudi yang memiliki SIM umum," ujarnya, di Jakarta, Rabu (16/3).

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan merekomendasikan pemblokiran aplikasi Uber Taxi dan GrabCar. Rekomendasi itu ditujukan kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Namun, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara enggan memenuhi rekomendasi tersebut. Ketimbang memblokir, dia mendorong penerbitan aturan main untuk perusahaan penyedia aplikasi transportasi online.

Baca Juga: Jelang Mudik Lebaran, Pj Wali Kota Kediri Pantau Ramp Check di Terminal Tamanan dan Kunjungi Stasiun

Di sisi lain, Komisi V DPR berencana memanggil Menteri Perhubungan Ignasius Jonan terkait polemik transportasi online yang kini dianggap merugikan angkutan umum konvensional. Komisi V DPR dan Jonan akan membahas UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum apakah perlu direvisi atau membuat peraturan pemerintah mengenai transportasi online.

"Harusnya di tingkat undang-undang. Makanya kami akan panggil Menteri Perhubungan dalam waktu dekat. Kita harus bawa rasa keadilan, kita akan revisi, paling tidak pemerintah menganggap perlu ada transportasi online ya dibuat lah aturannya," kata Wakil Ketua Komisi V DPR Lazarus di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/3).

Menurut Lazarus, angkutan umum sudah diatur dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum, maka transportasi berbasis aplikasi online pun harus bisa menaati aturan. Sebab, transportasi online belum diatur dalam undang-undang tersebut.

Baca Juga: Respons Permintaan Bupati Sumenep, Kemenhub Sediakan Rute Baru ke Raas

"Kita negara hukum jadi mesti tunduk ke aturan yang ada. Di satu sisi taksi konvensional suruh tunduk ke aturan kalau engga nanti ditindak. Padahal mereka bayar pajak, online tidak tunduk tapi kok engga ditindak. Harusnya begitu ada rasa keadilan," kata politisi PDI Perjuangan ini. (rol/mer/tic/lan)

Sumber: repubublikaonline/merdeka.com/detik.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO