JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sudah hampir satu bulan lamanya 10 warga negara Indonesia (WNI) menjadi tawanan kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina. Mereka belum berhasil dibebaskan, malah empat WNI lain kembali menjadi korban perompakan dan penyanderaan.
Presiden Joko Widodo menyebut situasi yang dihadapi pemerintah dalam kasus ini sangat rumit. Berdasarkan informasi yang diterima pemerintah, para sandera selalu dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. "Pindah-pindah sandera ini menyulitkan kita. Tapi, Insya Allah segera kita selesaikan," kata Presiden Jokowi, di Istana Negara, Selasa (26/4).
Baca Juga: Dua WNI yang Disandera Abu Sayyaf Berhasil Kabur, PKS: ke mana yang Kemarin Ngaku jadi Pahlawan
Jokowi menyebut, ada dua cara yang dapat dilakukan dalam melakukan upaya pembebasan, yakni melalui koordinasi dengan otoritas Filipina dan dengan mencari informasi langsung lewat jaringan yang dimiliki pemerintah.
Presiden menjelaskan, dalam kasus ini, militer Indonesia tak bisa turun langsung untuk melakukan upaya pembebasan ke markas Abu Sayyaf. Sebab, aturan di Filipina tidak memungkinkan negara lain ikut dalam operasi militer tanpa seizin parlemen mereka.
Hal ini pula yang menurut Jokowi menjadi salah satu kendala. Oleh karena itulah, Jokowi tak bisa memasang target kapan para WNI dapat dibebaskan. Sebab, pemerintah harus sangat berhati-hati dalam mengambil setiap keputusan.
Baca Juga: Buruh Nilai Menaker Lepas Tangan Terkait Nasib ABK WNI yang Disandera
Berkaca pada negara-negara lain yang warganya juga menjadi sandera, Presiden menyebut ada yang sudah delapan bulan belum juga berhasil dibebaskan. Bahkan, satu warga negara Kanada sudah dipenggal kepalanya oleh kelompok teroris tersebut. "Jadi tidak segampang itu. Kita harus mengerti bahwa persoalannya tidak mudah," ucap Presiden.
Di sisi lain, Jokowi juga menegaskan tak akan membayar uang tebusan untuk membebaskan warga negara Indonesia yang diculik kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Menurut dia, pemerintah masih terus mengupayakan pembebasan para sandera.
"Kami tidak pernah berkompromi dengan hal-hal seperti itu. Jadi tidak ada urusan sama yang namanya uang dan tebusan," kata Jokowi.
Baca Juga: Penculik Tiga WNI Minta Tebusan Rp 55,5 Miliar, Ketua DPR Serukan Gelar Operasi Militer
Selain itu, Jokowi akan mengundang Panglima Militer Filipina dan Panglima Militer Malaysia beserta Menteri Luar Negeri kedua negara pada pekan ini. Hal itu diperlukan untuk menjalin kerjasama berupa patroli militer gabungan untuk menangkal kelompok garis keras Abu Sayyaf.
"Minggu ini kita akan undang Panglima dari Malaysia, dan Menteri Luar Negeri Malaysia, Panglima dari Filipina dan Menteri dari Luar Negeri Filipina, Minggu ini kita akan ketemu di sini," ujar Jokowi.
Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menegaskan negara wajib melindungi warga negara Indonesia yang disandera kelompok teror Abu Sayyaf bagaimanapun caranya.
Baca Juga: Tolak Bantuan TNI Bebaskan Sandera, Panglima: Biarkan Filipina Mati Lampu
"Berapa pun ongkosnya, apa pun caranya, negara harus melindungi warganya," ujar Nurhayati di gedung parlemen, Jakarta, Selasa (26/4).
Dia mengaku prihatin karena hingga saat ini tidak banyak informasi lanjutan terkait upaya pembebasan WNI. Dia meminta pemerintah segera melakukan lobi terhadap pemerintah Filipina agar dapat ikut terlibat membebaskan WNI.
"Diplomasi pun harus ada jangka waktunya. Kita ini punya TNI yang luar biasa. Patut diingat ini terkait harga diri bangsa dengan 250 juta jiwa penduduk," ujar Nurhayati. (mer/trb/tic/lan)
Baca Juga: Lagi, 3 ABK WNI Diculik, 4 ABK Selamat karena Tak Miliki Paspor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News