MANILA, BANGSASONLINE.com - Presiden Filipina yang baru Rodrigo Duterte benar-benar menepati janjinya. Ia baru dilantik sepekan menjadi presiden Filipina, kepolisian negara itu sudah menembak mati 30 pengedar narkoba.
Tak hanya
itu, aparat juga sudah menyita narkotika senilai US$ 20 juta atau setara Rp 262,5
miliar.
Sejak
masa kampanye, Duterte memang selalu mengikrarkan janji untuk membasmi semua
pelaku kriminal di Filipina.
Baca Juga: Destinasi Wisata Terpopuler di Jepang: Panduan Lengkap untuk Liburan Anda
Sosok kontroversial ini mengatakan kepada pendukungnya untuk langsung membunuh para pengedar narkoba jika berpapasan, tanpa proses hukum. Ia bahkan sempat menawarkan imbalan bagi warga yang menembak pengedar narkoba.
Begitu bulat tekadnya untuk membasmi pengedar narkoba, Duterte bahkan mengumumkan nama lima jenderal kepolisian yang terlibat dalam perdagangan obat-obatan tersebut.
Dalam sebuah pidatonya, Duterte mengatakan bahwa ia sendiri yang akan menanggung semua konsekuensi atas perang memberantas narkoba ini.
Baca Juga: Perjanjian Internasional Akhiri Pencemaran Plastik Gagal, Negosiasi Akan Dilanjut Tahun Depan
"Ini akan menjadi pertempuran kotor dan berdarah. Saya tidak akan meminta maaf. Sebagai otoritas publik, saya dan saya sendiri, memegang tanggung jawab penuh atas semuanya," ujar Duterte seperti dikutip Irish Times.
Kontroversi pun terus melingkupi Duterte. Sampai-sampai, ia diberi julukan "Sang Penghukum" karena upayanya menghukum pelaku kriminal dengan menghalalkan segala cara. Berbagai organisasi internasional pun mulai menyiratkan kekhawatiran akan kondisi hak asasi manusia di Filipina.
Seorang pengacara HAM yang memantau pelanggaran di Filipina, Azadeh Shahshahani, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pembunuhan ini merupakan tren yang mengkhawatirkan.
Baca Juga: Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara
"Presiden dan bawahannya harus ingat bahwa segala tuduhan harus melalui proses yang adil di pengadilan independen terlepas dari seberapa berat pelanggarannya, harus sesuai dengan prinsip hukum internasional," ucap Shahshahani.
Senada dengan Shahshahani, Sekretaris Jenderal Pengacara Rakyat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Edre Olalia, juga mengatakan bahwa pembunuhan ini harus dihentikan.
"Ancaman narkoba harus dihentikan. Sementara itu, serangkaian eksekusi bagi tersangka pengguna narkoba atau pengedar narkoba secara tiba-tiba dan terlalu dibuat-buat juga harus dihentikan," katanya.
Baca Juga: Ratusan Wisudawan Universitas Harvard Walk Out, Protes 13 Mahasiswa Tak Lulus karena Bela Palestina
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News