Butuh Regulasi, Badal Haji Rawan jadi Ajang Penipuan

Butuh Regulasi, Badal Haji Rawan jadi Ajang Penipuan Petugas haji memperlihatkan sertifikat badal haji yang akan diberikan kepada keluarga jemaah haji Indonesia.

JAKARTA BANGSAONLINE.com - Badal (wakil) menjadi salah satu persoalan yang hingga saat ini belum selesai. Keberadaan badal ini justru banyak dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk meraup keuntungan.

Terkait persoalan ini, Kementerian Agama (Kemenag) menggelar mudzakarah atau diskusi melibatkan para ahli dan ulama. Mudzakarah ini digelar untuk dijadikan dasar penetapan kebijakan seputar badal .

"Terkait regulasi badal agar dapat dikaji, apakah sudah bisa dibenarkan secara syar'i," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dikutip dari laman kemenag.go.id, Selasa (2/8).

Lukman mengatakan, secara umum ketentuan mengenai badal berlaku apabila calon jemaah sudah berada di asrama embarkasi. Jika selama berada di asrama calon jemaah meninggal, atau sakit yang membuat tidak bisa dipindahkan, atau hilang ingatan baik pikun maupun gila, maka dia dapat dibadalkan.

Tetapi, selama ini belum ada regulasi yang mengatur siapa yang berhak membadalkan nya. Hal ini lantas menjadi masalah lantaran terdapat potensi penipuan.

Akibat tidak adanya regulasi tersebut, sejumlah pihak mencoba memanfaatkan peluang ini untuk mengeruk keuntungan. Mereka meminta sejumlah uang sebagai imbalan membadalkan , sementara tidak ada yang bisa memastikan orang tersebut benar-benar menjalankan atau tidak.

"Kami ingin mendapatkan panduan, pandangan dari semua pakar dalam mudzakarah ini agar bisa menghasilkan kesepakatan atau rumusan terkait hal ini," ucap Lukman.

Sementara Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Syamsul Ma'arif mengatakan, mudzakarah merupakan harapannya selama ini. Pasalnya KPHI mengusulkan agar pemerintah membuat regulasi badal .

"Karena pada prakteknya beberapa jamaah yang meninggal maupun sakit tapi mekanisme secara hukum belum ada tuntunannya," ujar Syamsul.

Syamsul menilai badal masih banyak persoalan dilapangan. Misalnya, apakah dalam membadalkan apakah harus dengan umrah.

Jika menggunakan tamattu', kata Syamsul, pun harus membayar dam. Pembayaran dam tersebut, menurut Syamsul perlu dicarikan solusi.

"Jadi tata cara yang diberikan Kemenag belum menjadi tata cara baku hasil musyawarah," Syamsul menegaskan.

Ke depan, lanjut Syamsul, pemerintah juga perlu memikirkan regulasi badal untuk mengatasi antrean yang sangat panjang. Termasuk membadalkan untuk orang yang sudah meninggal juga perlu dibahas.

Kemenag mengkhawatirkan jamaah Indonesia hanya menjadi objek masyarakat yang menetap di Arab Saudi untuk kepentingan ekonomi saja. Sementara seluruh badal tidak dilakukan secara benar.

"Saya melihat ada indikasi kesitu. Misalnya orang-orang yang tinggal di sana cari objek. Karena bisa jadi orang satu membadali banyak orang," kata Syamsul.

Karena itu, menurut Syamsul penting dibahas terkait upah membadalkan . Upah yang diberikan harus pantas.

Syamsul mengharapkan dengan adanya regulasi tentang badal maka pemerintah bisa mempersiapkan petugad badal jauh sebelum pelaksanaan. "Jadi tidak tiba-tiba begitu pelaksanaan mencari cari, tidak tersistem," ucap Syamsul. (kem/lan)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO