Nelayan di Jember masih Banyak yang Buru Benur

Nelayan di Jember masih Banyak yang Buru Benur ilustrasi

JEMBER, BANGSAONLINE.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember mengindikasi sebanyak 180 nelayan di wilayah pantai selatan Jember masih menjadi pemburu ‘Bayi’ Lobster atau dalam istilah lokal disebut Benur.

Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KKP) nomor 1 tahun 2015, pemerintah melarang penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan jika panjangnya masih belum memenuhi syarat.

Baca Juga: Bupati Hendy Berharap HSNI Jember Bantu Selesaikan Persoalan di Pesisir Pantai

“Aturannya, Lobster bisa ditangkap jika ukuran karapas lebih dari 8 cm, Kepiting 15 cm dan Rajungan 10 cm. Jika di bawah itu, maka dianggap merusak kelestarian lingkungan laut,” terang Kasi Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Disperikel Kabupaten Jember Suhartono, Kamis (20/10).

Menurutnya, saat ini ada informasi sebanyak 180 nelayan yang berada di Kecamatan Ambulu dan Puger yang masih melakukan penangkapan hewan laut secara ilegal itu. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur juga sudah mengirimkan surat edaran terkait larangan itu kepada seluruh Dinas Perikanan di tingkat daerah.

“Penindakan atas kasus ini nantinya juga berada di tingkat provinsi,” ujar Suhartono saat diwawancarai oleh beberapa media.

Baca Juga: Tindaklanjuti Pertemuan Bersama KKP RI, Bupati Hendy Larang Kelola Tambak di Sekitar Sempadan Pantai

Ia menyebutkan, sejauh ini, perburuan bayi Lobster marak terjadi di sekitar pantai Selatan Jember. Pasalnya, beberapa wilayah mengalami paceklik ikan dikarenakan faktor musiman. “Maka dari itu, banyak nelayan yang beralih berburu Benur, karena harga jualnya di pasar sangat tinggi.

Walaupun alat tangkap yang digunakan kategori ramah lingkungan, namun jika Benur terus diburu seperti ini, maka kelestarian Lobster juga akan terancam,” paparnya.

Sementara itu salah seorang nelayan Watu Ulo, Kecamatan Ambulu, Abdul Muqit mengatakan, nelayan yang memiliki perahu payang (Perahu Besar) mengeluh dengan adanya fenomena itu.

Baca Juga: Nelayan di Jember akan Diikutkan BPJS Ketenagakerjaan

“Kami kesulitan mencari ABK (Anak Buah Kapal) untuk keperluan melaut mencari ikan karena mereka sibuk mencari Benur. Di sisi lain, kami juga tidak bisa berangkat mencari ikan, karena mereka (Pemburu Benur;Red) mencari Benur di lokasi yang sama,” terangnya.

Muqit mengakui harga jual Benur sangat tinggi yakni mencapai Rp 40.000 per ekor. Padahal, rata-rata nelayan bisa memperoleh ratusan ekor Benur setiap hari. “Saya sangat setuju jika pemerintah segera menertibkan nelayan yang melanggar aturan itu. Karena selain perihal potensi konflik antar nelayan, perburuan Benur juga dapat merusak kelestarian Lobster di laut,” pungkasnya. (jbr1/yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO