BANYUWANGI, BANGSAONLINE.com - Luar biasa pelaksanaan Festival Ngopi Sepeluh Ewu yang digelar di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Banyuwangi, Sabtu (5/11) malam. Di sepanjang jalan desa sejauh 1,5 kilometer, warga menyulap ruang tamu rumahnya bak cafe dadakan. Wangi harum aroma kopi yang disangrai ibu-ibu tua di setiap jalan-jalan desa, semakin menambah antusias masyarakat Banyuwangi untuk datang dan meramaikan festival itu.
Kepala adat using Kemiren, Suhaimi mengatakan, acara ngopi sepuluh ewu ini bukan termasuk ritual, tapi merupakan tradisi kebiasaan masyarakat adat using Kemiren.
Baca Juga: Launching Majapahit's Warrior Underwater, Pj Gubernur Jatim Sampai Ikut Nyelam Letakkan Patung
“Ngopi bagi masyarakat adat using, merupakan kebersamaan dalam mengatur silaturrahmi antar masyarakat. Karena orang Kemiren sendiri, sudah mempunyai peribahasa tentang kopi yang sudah turun temurun seperti ungkapan ‘kadung gurung ngopi endas ngelu’. `Kadung mari ngombe kopi, endas penyar’, yang artinya kalau belum ngopi, kepala pusing. Tapi kalau sudah ngopi kepala menjadi segar,” katanya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menerangkan, di Banyuwangi ada banyak festival. Tapi yang membedakan dengan festival dari daerah lain, adalah banyaknya festival di Banyuwangi yang tumbuh langsung dari masyasarakat.
“Inilah yang terus kita tumbuh kembangkan tradisi tradisi yang tumbuh dari bawah, kita pertahankan. Seperti tradisi ngopi sepuluh ewu dan tradisi tradisi yang lainya. Kita akan terus menyambungkan berbagai kegiatan satu dengan yang lainnya sebagai bagian kegiatan yang akan menyempurnakan dan mendorong pertumbuhan ekonomi desa dan juga wujud mempertahankan tradisi masyarakat Kabupaten Banyuwangi,” terangnya.
Baca Juga: Ditpolairud Polda Jatim Amankan Dua Pelaku Jual Beli Benih Lobster Ilegal di Banyuwangi
Ngopi ini bagi orang Kemiren, bukan ngopi biasa. Tetapi bagian dari penguatan persaudaraan dari satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Bupati juga sangat mengapresiasi masyarakat Kemiren yang terus menjaga tradisi di tengah modernisasi seperti sekarang ini.
“Di sepanjang jalan desa inilah, bagaimana masyarakat Banyuwangi menunjukan kerjasamanya melalui festival yang sudah terangkum kelima kalinya yang dikerjakan oleh masyarakat secara swadaya tanpa ada campur tangan pemerintah,” jelas Anas.
Menurutnya, dengan festival-festival seperti ini bisa menguatkan persaudaraan, sekaligus mendorong agar masyarakat tumbuh ekonominya. “Dengan mengangkat kegiatan tradisi yang dimasukkan ke festival, ini merupakan bagian bentuk untuk memicu para tamu dari mancanegara maupun domestik untuk datang ke Banyuwangi. Sehingga pertumbuhan ekonomi di Banyuwangi bisa semakin tumbuh.” (bwi/rev)
Baca Juga: Tim BPBD Lumajang Juara Umum dalam Semarak Gelar Peralatan se-Jatim, Ini Lima Arahan BNPB
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News