Donald Trump, Tren Pemimpin Tua, Antitesis Pemimpin Muda Indonesia?

Donald Trump, Tren Pemimpin Tua, Antitesis Pemimpin Muda Indonesia?

Indonesia termasuk negara yang banyak menampilkan pemimpin muda. Tapi para pemimpin muda yang sejatinya sangat potensial itu kadang layu sebelum berkembang. Anas Urbaningrum, misalnya, terpilih sebagai ketua umum Partai Demokrat (PD) pada usia 40 tahun dalam Kongres PD 2010. Pesaingnya, Andi Mallarangeng saat itu berusia 46 tahun. Bahkan Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas) yang didapuk sebagai Sekjen DPP PD saat itu masih berusia 30 tahun.

PKB juga dipimpin politikus muda A Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Saat terpilih sebagai ketua umum DPP PKB dalam Muktamar PKB di Semarang tahun 2005, Cak Imin masih berusia 39 tahun.

Begitu juga Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Luthfi Hasan Ishaaq terpilih sebagai presiden PKS pada 2009 saat berusia 47 tahun. PKS kemudian dipimpin Anis Matta yang saat terpilih sebagai Presiden PKS berusia 46 tahun.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga dipimpin tokoh muda Muhammad Romahurmuziy yang kini berusia 41 tahun.

Namun seperti kita saksikan, sejarah partai partai politik yang dipimpin anak muda itu sering mengalami prahara dan tragedi memprihatinkan. Bahkan para politikus muda yang menempati posisi puncak pimpinan di partai banyak terjungkal ke dalam penjara karena terlibat kasus korupsi.

Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Luthfi Hasan Ishaaq sekedar contoh beberapa politisi muda yang kini mendekam dalam penjara karena kasus korupsi.

Begitu juga beberapa ketua partai lain berusia muda. Meski mereka tak masuk penjara, tapi namanya sering disebut dalam persidangan kasus korupsi. Sedemikian sering sampai muncul adagium politik sarkastis: yang muda yang korupsi, bukan yang muda yang berprestasi.

Alhasil, kategorisasi pemimpin dalam paradigm usia kini sudah tak relevan. Faktanya pragmatisme tak mengenal usia. Memang dulu anak muda identik dengan idealisme. Kini sejarah justru terbalik 180 derajat. Anak-anak muda, baik dalam organisasi sosial maupun keagamaan, apalagi partai politik, banyak yang lebih pragmatis ketimbang generasi tua. Lihat saja para anggota DPR, bupati, gubernur, dan petinggi partai politik, yang ditangkap KPK. Di antara mereka banyak berusia di bawah 50 tahun.

Kenapa ini terjadi? Selain karena realitas sosial yang pragmatis juga karena mereka naik sebagai pimpinan – terutama partai politik – dalam kondisi mental dan ekonomi kurang matang. Konsekuensinya, jabatan sering dijadikan komoditas, terutama untuk meraih materi, meski tak halal. Jadi, yang tergambar dalam pikiran mereka hanya “uang dan kekuasaan”. Meminjam istilah Gus Dur, mereka mengalami cultural shock karena mereka yang sebelumnya tak pernah pegang uang banyak lalu pegang uang jutaan bahkan ratusan juta dan miliaran. Tingkahnya pun aneh-aneh.

Beda dengan generasi tua yang secara ekonomi, pengalaman dan mental lebih mapan. Mereka lebih stabil dan bijak karena ditempa pengalaman, meski tak sedikit yang korup dan pragmatis. Yang pasti, faktor pengalaman berpengaruh besar dalam membangun sikap mental dan prilaku politik sebagai pemimpin.

Jadi, problem pemimpin saat ini bukan usia muda dan tua. Tapi pragmatisme, moralitas (akhlak) dan kematangan mental, disamping kapasitas dan profesionalitas. Usia boleh tua, tapi tubuh tetap sehat, dan jiwa penuh vitalitas dengan pondasi akhlaqul karimah. Wallahua’lam bisshawab.

M Mas'ud Adnan adalah direktur HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com serta alumnus Pondok Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO