Idap Tumor Ganas, Emi BAB Lewat Kemaluan

Idap Tumor Ganas, Emi BAB Lewat Kemaluan Emi Sumarti hanya bisa berbaring karena menderita tumor ganas. Foto: arif kurniawan/BANGSAONLINE

Setelah menanti beberapa hari, Emi pun mendapat giliran untuk ditangani. Seorang perawat datang untuk melihat kondisinya. Tentu saja, perawat itu juga memeriksa keadaan kemaluannya yang sakit nyeri. Setelah semua proses pemeriksaan selesai, keluarlah hasil diagnosa. Ternyata, Emi dinyatakan mengidap tumor di duburnya, bukan kangker serviks. “RSUD Dr. Soetomo menyatakan, saya mengidap tumor di dubur, bukan kangker seviks, seperti hasil diagnose di RSUD Gambiran,” terang istri Sukaji , mengaku terkejut dengan perbedaan hasil diagnose medis.

Pihak medis RSUD Dr. Soetomo kemudian melakukan pemeriksaan yang lebih intensif. Tetapi, menurut Emi, perlakuan medis membuatnya sangat tersiksa. Kemaluan dan duburnya kerap dimasuki jari dan perban. Itu membuatnya sangat menderita. Kesakitan yang sangat luar biasa, karena kata Emi, pihak medis tidak pernah memberikan bius, sebagai penghilang rasa sakit saat proses penindakan. “Sungguh sakitnya luar biasa sekali. Setiap kali pemeriksaan, kerabat saya tidak tega melihat saya kesakitan,” ujar Emi, panggilan sehari-harinya.

Pemeriksaan tersebut, katanya berlangsung berulang-ulang, namun ia tidak kunjung dioperasi. Sementara, biaya hidup selama tinggal di Gresik dan Surabaya dirasa sangat tinggi. Meskipun, ia sebagai pasien Jamkesmas, tetapi, kebutuhan sehari-hari tetap ia cukupi seorang diri. “Kalau biaya berobatnya memang gratis, tetapi biaya hidup disana tinggi, untuk makan, dan kebutuhan lain besar. Saya pernah meminta pihak rumah sakit agar saya menjalani rawat inap, tetapi tidak diperbolehkan. Dokter menyarankan agar saya tinggal di tempat kos. Suatu ketika saya pernah berjalan kaki dalam kondisi sakit, sebab kemaluan dan dubur ini bengkak, karena sudah tidak ada biaya sama sekali. Satu bulan disana, kebutuhan saya bisa mencapai Rp 10 juta. Sudah tidak ada uang lagi,” kata ibu dua anak ini sambil meneteskan air mata.

Setelah ia benar-benar kesulitan uang untuk biaya, akhirnya Emi memutuskan untuk pulang paksa. Selain itu, Emi merasa seperti dijadikan sebagai kelinci percobaan oleh pihak rumah sakit. Perlakuan kasar, bahkan, suatu ketika ia sempat divonis umurnya sudah tidak lama lagi. Menurutnya, perkataan pihak medis itu, memukul perasaannya, seakan ia sudah tidak memiliki harapan lagi untuk hidup.

“Akhirnya saya putuskan untuk pulang. Sudah tidak ada biaya lagi untuk hidup di sana. Semua sudah habis saya jual, karena tidak ada pemasukan. Toko kelontong ini sepi tanpa pembeli semenjak saya sakit. Belum lagi kebutuhan untuk biaya anak saya hendak masuk ke SMK. Saya pulang, dan sungguh saya trauma dengan perlakuan itu,” ucap Emi sambil terus meneteskan air matanya.

Selama berada di rumah, Emi mengaku, mencari kesembuhan dari pengobatan alternatif. Langkah itu, terpaksa ia lakukan sebagai usaha mengurangi rasa sakitnya. Ia sangat berharap pemerintah memberikan uluran tangan, membantunya mengatasi penderitaanya.

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri Anang Kurniawan mengaku, belum menerima laporan terkait kasus yang dialami Emi. Ia berjanji akan segera melakukan pengecekan untuk mengetahui kondisi pasti dari Emi. Dari pengecekan itu, Dinkes akan segera mengambil langkah-langkah konkrit untuk kesembuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO