​Korupsi Semanis Racun

​Korupsi Semanis Racun

Pemimpin yang filosofis diyakini mengerti dan mengamalkan falsafah negaranya, sehingga tidaklah elok dalam negara Pancasila yang menormakan sumpah pejabatnya “dengan menyebut nama Allah”, membawa-bawa nama Tuhan, ternyata ada tindakan korupsi. Plato menambahkan pula dalam buku dialogis klasiknya, Republik, bahwa kepemimpinan orang yang jujur jauh lebih menguntungkan. Jujur dan berintegritas adalah watak dasar pemimpin yang tidak akan tergoda gemerlap korupsi.

Situasi ini menjadi tanda tanya tentang keniscayaan negara hukum. Terngianglah dua pertanyaan santun dan menggairahkan dari John Stuart Mill: Pertama, kemana harapan tertinggi masyarakat pada perkembangan dunia (industri) saat ini?, dalam konteks ini, jawabannya adalah melalui kepastian regulasi dan prediktabilitas pengaturannya yang jelas, regulasi yang dibuat negara anti korupsi harus membawa ke arah tertib negara yang mensejahterakan rakyat.Kepastian hukum menghindari “permainan benjolan bakpao”.

Kedua, lantas apa yang pertama-tama harus dilakukan, sahutnya tiada lain adalah: meningkatkan kualitas manusia (SDM) yang professional yang dalam bahasa kita: berintegritas Pancasila.

Bangsa ini harus mau “menthaharokan” dirinya dari najis-najis korupsi, atau jangan “mencuri hak-hak orang lain” sekecil apapun. Inilah kemauan melangkah untuk berubah dengan berbenah dalam mengemban mandat demokrasi secara berdaulat.

Bagi muslim, betapa agungnya orientasi kolektif memimpin negara yang dipandu dari sifat dasar Gusti Kanjeng Nabi Muhammad SAW: siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Dengan menjiwakan teladan paling mulia ini betapa Indonesia akan berdiri kokoh tanpa korupsi. Apabila sekarang, politisi semakin terdegradasi dengan korupsi, jelang peringatan Maulid Nabi ini sepatutnya menghadirkan semburat introspeksi.

Khusus untuk para pejalan korupsi, terdapat renungan yang dinarasikan dalam Hikayat Arabia Abad Pertengahan (Tales of The Marverios) yang ceritanya serupa legenda 1001 Malam (The Arabian Nights) seperti diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Inggris oleh Malcolm C. Lyons (2014), berbunyi: “Pada mayat yang terbungkus, tergantung tablet dengan tulisan: Akulah Syaddad yang Agung. Aku menaklukkan seribu kota; seribu gajah putih dikumpulkan untukku; aku hidup selama seribu tahun dan kerajaanku menjangkau timur dan barat. Tetapi ketika kematian datang kepadaku, tak satu pun dari semua yang aku kumpulkan berfaedah bagiku. Engkau yang menyaksikanku dapat mengambil pelajaran: waktu tak bisa dipercaya”. Yakinlah bahwa rute terakhir armada kehidupan kepada kematian, antara penempuh jalur korupsi dan yang mengabdi, pastilah bersimpang jalan. 

*Penulis adalah Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO