JAKARTA(BangsaOnline)Langkah Presiden terpilih Joko Widodo yang berusaha melobi partai koalisi merah putrih pendukung Prabowo-Hatta Rajasa tampaknya sia-sia. Para petinggi partai pendukung Prabowo itu kompak menolak. Bahkan Sekretaris Majelis Pakar Partai Persatuan Pembangunan Ahmad Yani mengatakan Joko Widodo dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tidak perlu melobi-lobi partai di Koalisi Merah Putih untuk bergabung di pemerintahan. "
Baca Juga: Alasan PDIP Pecat Jokowi dan Kelucuan Pidato Gibran Para-Para Kiai
Ngapain, buang-buang waktu," ujar Yani saat dihubungi Tempo, Jumat, 29 Agustus 2014.
Menurut dia, Jokowi fokus saja kepada konsep, janji, dan visi-misi yang dia
tawarkan selama masa kampanye itu. "Konsentrasi sajalah," kata Yani.
Apalagi, ujar Yani, pada 22 Oktober mendatang presiden terpilih akan dilantik.
"Sebulan lagi mau kerja, kan," katanya.
Yani beralasan lobi Jokowi dan PDIP tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap PPP
jika partai berlambang Kabah itu masuk ke dalam pemerintahan. "Mereka
tidak mau transaksional, ngapain?"
ujarnya.
Bahkan, kata Yani, kalau pun ada lobi dari Jokowi dan PDIP, itu hanya kalangan
perorangan atau kader. "Bukan putusan partai," kata dia. Menurut dia,
keputusan merapat atau tidaknya PPP harus diputuskan melalui rapat pimpinan
nasional dan musyawarah kerja nasional.
PPP saat ini tergabung dalam Koalisi Merah Putih yang mengusung Prabowo-Hatta.
Partai pengusung ini terdiri atas Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai
Golkar, Partai Amanat Nasional, PPP, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Bulan
Bintang. Sedangkan partai pengusung Jokowi-JK adalah PDIP, Partai NasDem,
Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hati Nurani Rakyat, serta Partai Keadilan dan
Persatuan Indonesia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M. Romahurmuziy menegaskan partainya tidak akan hijrah ke koalisi pendukung Jokowi-JK. Menurutnya, terlalu beresiko bagi PPP untuk bergabung dengan koalisi Jokowi-JK karena perbedaan ideologi.
Baca Juga: Sidang Restitusi, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tuntut Rp17,5 M dan Tagih Janji Presiden
"Bagaimanapun dirayu-rayu, PPP tidak mungkin juga bersama Jokowi-JK. Sulit, karena beda ideologi partai. Yang terbaik, PPP justru memperkuat sikapnya di dalam Koalisi Merah Putih (KMP) karena kesamaan ideologi," kata Romy, sapaan M Romahurmuziy, di gedung DPR, Senayan Jakarta.
Selain menyebut alasan ideologi, Romy juga menjelaskan alasan lainnya yang juga jadi kendala bagi PPP bersama Jokowi-JK. "PPP ingin menjaga konsistensi dan konsekuensi dari kekalahan Prabowo-Hatta dalam pilpres," ungkapnya.
Alasan lainnya yang juga tidak kalah penting, lanjutnya, PPP ingin memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat Indonesia, bahwa di dalam dan di luar pemerintahan, posisi partai sama-sama terhormat.
Baca Juga: Serap Aspirasi Masyarakat, Anggota DPRD Kabupaten Mojokerto dari Fraksi PPP Gelar Reses
Terakhir, Romy juga membantah pimpinan PPP telah berkomunikasi dengan Jokowi-JK. "Tidak ada itu komunikasi PPP dengan Jokowi. Apalagi menyangkut bergabung. Kalau rayuan, bisa saja," pungkasnya
Sebelumnya pengamat politik Profesor Siti Suhro menilai, dari enam partai anggota Koalisi Merah Putih, PPP dinilai sebagai partai yang berpeluang besar untuk meninggalkan koalisi itu dan bergabung dengan koalisi partai politik pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Sangat mungkin terjadi penambahan anggota koalisi pendukung Jokowi-JK. Dari enam partai koalisi Merah Putih, yakni Gerindra, PAN, Golkar, PKS, PPP dan Demokrat, saya melihat PPP yang sangat mungkin menyeberang ke Jokowi-JK," ujar Siti Zuhro, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Baca Juga: Optimis Bangkit di Pemilu 2029, PPP Tanggalkan Stigma Parpol Kalangan Tua
Partai Demokrat, lanjutnya, secara psikologi politik sulit untuk menyeberang ke Jokowi-JK. "Sulit dipahami, kalau Demokrat berkoalisi dengan Jokowi-JK, sebab komunikasi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selaku pendukung utama Jokowi-JK hingga detik ini tidak cair dengan Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Umum Partai Demokrat," tegasnya.
Jadi yang lebih memungkinkan menyeberang itu hanya PPP. "Sedangkan PAN sendiri belum terlihat karena faktor Ketua Umum PAN Hatta Rajasa dengan Prabowo Subianto merupakan pesaing Jokowi-JK di pilpres," jelasnya.
Terhadap kemungkinan PPP menyeberang ke Jokowi-JK, menurut Siti perlu satu prasyarat lagi, yakni soal siapa yang akan menggantikan Suryadharma Ali selaku Ketua Umum PPP. "Kalau penggantinya dari kubu yang berseberangan dengan Suryadharma Ali, PPP saya pastikan merapat ke Jokowi JK," imbuhnya.
Baca Juga: Rocky Gerung Ajak Pemuda di Surabaya Kritis Memilih Pemimpin
Dalam catatan bangsaonline.com, PPP memang pernah melakukan praktik politik "telan ludah yang sudah terlanjur dimuntahkan ke tanah". Ketika Hamzah Haz menjabat ketua umum PPP, misalnya, secara tegas di depan publik mengharamkan presiden wanita. Saat itu yang jadi sasaran adalah Megawati Soekarnoputeri. Namun ketika Amien Rais dan poros tengah melengserkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari kursi presiden dan mengangkat Megawati sebagai presiden, Hamzah Haz malah duduk sebagai wakil presiden mendampingi Megawati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News