SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Rencana pemerintah menjadikan kawasan Lumpur Lapindo di Sidoarjo sebagai tempat wisata mulai mendapat kritik bersamaan dengan peringatan 12 tahun semburan lumpur, Selasa (29/5/2018).
Menurut Ir Djaja Laksana, jika pusat semburan lumpur panas dijadikan tempat wisata, sangat rentan dan berbahaya. Karena sampai sekarang kondisinya belum stabil, sewaktu-waktu rawan terjadi penurunan tanah atau subsidence.
Baca Juga: 5 Dari 11 Terdakwa Kasus Korupsi Lumpur Lapindo Sidoarjo Diminta Ganti Rugi, Kok Bisa?
"Jika lokasi semburan lumpur dijadikan obyek wisata, menurut saya itu sangat rentan dan berbahaya bagi masyarakat. Karena jika turunnya tanah atau subsidence terjadi mendadak pasti akan dalam amblasnya," kata Djaja saat di tanggul Lumpur Lapindo di kawasan Siring, Selasa (29/5/2018).
Sekarang ini, menurut Djaja, kawasan di sekitar semburan lumpur ada penurunan tanah yang mengarah ke amblesan pelan-pelan sedalam 3 cm setiap enam bulan.
Kondisi ini harus mendapat perhatian serius. Sehingga upaya menghentikan semburan lumpur sangat penting. Apalagi sudah berlangsung selama 12 tahun dan tak kunjung terselesaikan. Bukan malah dijadikan tempat wisata.
Baca Juga: 17 Tahun Lumpur Lapindo, Korban Berharap Ada Bacapres yang Komitmen Membantu
"Jika semburan ini tidak dihentikan, maka akan menjadi bom waktu," tandasnya.
Selama ini, yang dilakukan adalah mengalirkan air dari semburan lumpur ke Kali Porong. Yang tentunya, jika itu terus-menerus dilakukan jelas akan membuat sedimentasi atau mengakibatkan pendangkalan di sungai Porong.
Ya, selama 12 tahun semburan lumpur Lapindo memang tak kunjung tuntas. Lumpur terus menyembur dan luas kolam penahan lumpur semakin dilebarkan, serta tanggulnya terus ditinggikan.
Baca Juga: Berencana Bangun Pondok, Wakaf Tanah Keluarga Bakrie di Sidoarjo Ternyata Bermasalah
Sebenarnya sejak tahun 2006 silam, banyak ide dan upaya menghentikan semburan lumpur tersebut. Salah satunya adalah teori Bernoulli (tekanan atas dan bawah seimbang), yang dicetuskan oleh Djaja Laksana.
Menurut pria lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini, teori Bernoulli akan menyeimbangkan tekanan atas dan bawah sehingga semburan lumpur stabil. "Dengan stabilnya tekanan, otomotis semburan akan berhenti dengan sendirinya," tandasnya.
Seperti diketahui, Kawasan Lumpur Sidoarjo bakal disulap menjadi pusat wisata. Wilayah terdampak lumpur panas bakal dijadikan geo park, kemudian di sekitar tanggul jadi ruang terbuka hijau (RTH), dan bangunan sisa terdampak di sekitarnya bakal dipakai pusat kreativitas.
Baca Juga: Mengandung Logam Tanah Jarang, Begini Harapan Korban Lumpur Lapindo
"Ada beberapa rencana, di antaranya Geo Park. Yakni menjadikan kawasan itu sebagai tempat wisata penelitian lumpur," ungkap Satria Gama Rakantasetta, perwakilan tim rebranding Kota Delta saat di Sidoarjo beberapa waktu lalu.
Sementara sekitar tanggul, dalam konsepnya bakal digunakan untuk RTH. "Seperti taman besar yang nantinya bisa digunakan warga berkumpul dan menggelar kegiatan. Sekaligus sebagai paru-paru kota," lanjutnya.
Sedangkan bangunan-bangunan yang ada di sekitar tanggul, seperti SD Siring dan sejumlah rumah serta bangunan yang sudah tidak dimanfaatkan di sana, bakal dipakai untuk Lusi Creative Hub atau tempat pengembangan kreasi. (cat/ian)
Baca Juga: Sudah Siapkan Sembilan Program, Menteri KKP Setujui Pengembangan Pulau Lusi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News