SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Dr. KH. As’ad Said Ali, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (Waka BIN) mengaku pernah diragukan ke-NU-annya ketika diangkat sebagai Wakil Ketua Umum PBNU pada 2010-2015. Uniknya, orang yang menganggap Kiai As’ad bukan kader NU itu justru salah satu pengurus teras PBNU.
“Saya datangi. Saya tanya lebih lama siapa mondoknya antara saya dengan sampean,” kata Kiai As’ad Ali. Tak pelak, pengurus PBNU yang merasa paling NU itu gelagapan. Ternyata justifikasi NU dan bukan NU itu sangat politis.
Pengalaman unik itu disampaikan Kiai As’ad Ali kepada BANGSAONLINE.com saat media ini menjemput tokoh NU kelahiran Kudus Jawa Tengah itu di Bandara Internasional Juanda Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (24/7/2019) lalu.
Sejak peristiwa itu, keraguan terhadap ke-NU-an Kiai As’ad reda. Apalagi, ia menjabat sebagai wakil ketua umum PBNU karena diminta KHA Sahal Mahfudz yang saat itu terpilih sebagai Rais Aam.
Kiai As’ad Ali sendiri merasa NU sejak lahir karena orang tua dan keluarganya memang NU tulen. Bahkan sebelum masuk struktur PBNU, Kiai As'ad disebut-sebut banyak membantu NU terutama dari segi pendanaan. Kiai As’ad alumnus juga Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta asuhan KH Ali Makshum.
Hanya saja sejak muda ia meniti karier di BIN. Ia masuk BIN sejak lulus FISIP Universitas Gadjah Mada (UGM) Jurusan Hubungan Internasional tahun 1974. Ia malang melintang di dunia intelijen tak kurang 36 tahun. Karena itu mudah dipahami jika banyak pihak menilai bahwa tokoh NU yang lahir 19 Desember 1949 itu merupakan salah satu tokoh BIN terbaik di negeri ini.
Di NU, Kiai As’ad identik dengan kaderisasi, terutama Pendidikan Kader Penggerak Nahdhaltul Ulama (PKPNU). Namun Kiai As’ad mengklarifikasi. Menurut dia, PKPNU berawal dari keputusan pleno PBNU di Yogyakarta. Namun program pengkaderan itu tak jalan karena tak ada yang menangani terutama karena faktor dana. Maklum, untuk kegiatan itu butuh Rp 300 juta pada gelombang pertama. Akhirnya Kiai As’ad terjun langsung.