Penganut Agama Saling Serang di Medsos, Perlu Dialog Substansial Agama Terbuka

Penganut Agama Saling Serang di Medsos, Perlu Dialog Substansial Agama Terbuka M Mas'ud Adnan. Foto: BANGSAONLINE.com

Ini tentu sangat ironis. Di tengah upaya pemerintah memadamkan gerakan radikalisme dan sikap intoleran, ternyata kelompok-kelompok kepentingan di panggung nasional justru mengobarkan sentimen kebencian ras, etnis, agama dan politik di medsos. Kecenderungan ini bukan saja tidak membantu program deradikalisasi yang digencarkan pemerintah, sebaliknya justru menyuburkan sikap intoleran dan radikal. Sebab penganut agama yang semula plural dan inklusif pun akan merasa terusik rasa keagamaanya ketika melihat agama yang diyakini terus-menerus dicerca dan direndahkan. Konsekuensinya, radikalisme dan sikap intoleran tumbuh subur dengan sendirinya.

DIALOG TEOLOGIS TERBUKA

Lalu bagaimana solusinya? Para elit agama harus sportif, obyektif, arif,  dan lapang dada. Kita perlu menciptakan dialog terbuka antar umat beragama agar rakyat bisa menyaksikan secara obyektif dan komprehensif. Caranya, dari masing-masing penganut agama mengutus tokoh agama yang dianggap kompeten dan ahli untuk dialog secara terbuka dengan para tokoh agama lain dalam panggung terbuka.

Sudah saatnya para elit agama mengedukasi para penganut agama masing-masing secara terbuka dengan ajaran-ajaran yang obyektif dan substansial. Bahkan, jika perlu, dialog terbuka itu tidak hanya menyangkut moral, baik-buruk, tapi juga membahas teologi agama masing-masing sehingga rakyat atau umat semua agama bisa menilai mana yang baik dan yang buruk, mana yang rasional dan yang irrasional. Ini sekaligus menguji obyektivitas dan sportivitas kita dalam beragama.

Dengan demikian, para penganut agama - terutama yang awam - tidak temperamental, dan tidak saling bully di medsos seperti selama ini. Sebaliknya mereka menyadari ketidakpahamannya tentang agamanya masing-masing.

Selama ini dialog antar penganut agama secara terbuka seolah tabu. Padahal pada tahun 80-an dialog terbuka antar tokoh agama sudah berlangsung, terutama dipandegani KH Abdurrahman Wahid () dan para tokoh agama non-Islam. Dialog antar penganut agama itu berlangsung secara kontinyu dan santun sehingga menciptakan kesejukan pada semua penganut agama.

Saya masih ingat bagaimana dengan susah-payah membangun pondasi kerukunan antar umat beragama dan melindungi kelompok minoritas - terutama etnis Tionghoa - di Indonesia. Cucu pendiri NU Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari itu bahkan “pasang badan” membela etnis Tionghoa dan kelompok non-muslim demi terwujudkan Bhinneka Tunggal Ika yang dicita-citakan para The Founding Republik Indonesia.

Sayangnya, ketika posisi Gus Dur terjepit, terutama saat dilengserkan dari kursi presiden ternyata tak satu pun orang-orang atau kelompok yang pernah dibela itu membantu. Para etnis Tionghoa dan tokoh-tokoh Kristen justru merapat ke kelompok yang melengserkan . Akhirnya, gerakan politik yang dipimpin Amien Rais itu berhasil melengserkan .

Memang, dialog antar penganut agama di negeri ini punya sejarah penting. Bahkan pada tahun 70-an KH Bahauddin Mudhary, ulama kesohor yang dikenal sebagai kristolog juga melakukan debat terbuka dengan misionaris Kristen, Antonius Widuri. Materi debat itu kemudian dibukukan dengan judul Dialog Masalah Ketuhanan Yesus. Buku ini diterbitkan ulang oleh Cambridge University Press, Inggris.

Karena itu para elit agama di negeri ini perlu terus menciptakan dialog antar penganut agama secara terbuka agar tercipta kesejukan sesuai harapan rakyat Indonesia. Sayangnya, masih banyak elit agama yang belum siap mental tampil dalam dialog terbuka secara akal sehat. Padahal umat mereka di medsos sudah bertindak diluar batas yang potensial memupuk kesuburan radikalisme dan sikap intoleran.

*M Mas'ud Adnan adalah praktisi media, alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Semua Agama Sama? Ini Kata Gus Dur':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO