​Mengenang KHM Yusuf Hasyim: Pemangkas Feodalisme, Perintis SMP-SMA Masuk Pesantren

​Mengenang KHM Yusuf Hasyim: Pemangkas Feodalisme, Perintis SMP-SMA Masuk Pesantren M Mas'ud Adnan. Foto: BANGSAONLINE.com

Bahkan Kiai Yusuf Hasyim jugalah, kiai pesantren yang kali pertama bersedia jadi bintang film. Padahal saat itu banyak kiai pesantren yang mengharamkan nonton bioskop. Kiai Yusuf Hasyim ikut membitangi film Walisongo yang menceritakan tentang peran dakwah para wali. Menurut dia, film itu ibarat gelas. Bisa diisi madu yang menyehatkan atau racun yang mematikan. Tergantung kita dan naskahnya.

KELUAR DARI NDALEM KASEPUHAN

Kiai Yusuf Hasyim memang unik. Sejatinya, karakter kekiaian Kiai Yusuf Hasyim sangat kuat dan bahkan melebihi kiai-kiai pada umumnya. Maklum, Kiai Yusuf Hasyim adalah putra ulama besar, yaitu Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari, pendiri NU yang juga dikenal sebagai pahlawan nasional. Namun karakter kekiaian Kiai Yusuf Hasyim tak pernah ditunjukkan dalam simbol-simbol artifisial. Sebaliknya dimanifestasikan dalam integritas moral dan prilaku sehari-hari.

Memang, Kiai Yusuf Hasyim selain dikenal sebagai kiai bersih secara moral juga sangat bersahaya. Buktinya, meski Kiai Yusuf Hasyim dikenal sebagai tokoh nasional dan pernah menjadi anggota DPR RI tapi ndalem kasepuhan yang ditempati di Tebuireng jauh dari kesan mewah. Bahkan cat dan kondisi rumahnya sudah kusam.

Yang mengenaskan, tempat tidur Kiai Yusuf Hasyim jauh dari layak. Berpuluh-puluh tahun Kiai Yusuf Hasyim tidur di kamar pengap dengan tempat tidur seadanya. Sedemikian tak layak sampai beberapa santri dan alumni terheran-heran. “Kamar Kiai Yusuf Hasyim masih lebih baik kamar santri,” tutur seorang alumnus Pesantren Tebuireng. Memang di kamar tidur Kiai Yusuf Hasyim hanya ada dipan dan kasur kumal.

Kiai Yusuf Hasyim juga gemar silaturahim. Kiai Yusuf Hasyim rajin mendatangi para kiai, tokoh dan kerabat, terutama yang teraniaya dari penguasa. Ketika seniman besar WS Rendra dipenjara, Kiai Yusuf Hasyim menjenguk tokoh yang dijuluki si burung merak itu. Padahal saat itu belum ada tokoh yang berani menjenguk mengingat pengusa Orde Baru sangat represif. Kiai Yusuf Hasyim tanpa beban datang sehingga Rendra terkesima, terharu dan merasa mendapat support moral.

Gus Irfan Yusuf, salah seorang putra Kiai Yusuf Hasyim, bercerita, ketika sering ke Jakarta - baik sebagai anggota DPR RI – maupun sebagai tokoh nasional, Kiai Yusuf Hasyim justru sering naik mobil, bukan pesawat. Kenapa? Karena dengan naik mobil Kiai Yusuf Hasyim di perjalanan bisa mampir silaturahim ke mana-mana, baik kepada kiai, tokoh maupun kerabatnya. Dengan demikian silaturahim tetap jalan. Padahal sebenarnya Kiai Yusuf Hasyim bisa naik pesawat. Apalagi sebagai anggota DPR RI.

KH Syuhada Syarif, salah seorang santri Tebuireng yang kemudian jadi kiai bercerita bahwa Kiai Yusuf Hasyim bukan hanya hidup sederhana, tapi juga pemberani dan gigih dalam berjuang. Suatu ketika Kiai Yusuf Hasyim berangkat naik mobil pribadi untuk menjadi pembicara dalam suatu kampanye partai politik. Saat itu rejim Orde baru melakukan razia dan penghadangan terhadap semua tokoh nasioal yang menjadi pembicara selain Golkar. Para polisi dan tentara menggeledah semua mobil yang lewat, terutama mobil pribadi. Kiai Yusuf Hasyim tak kehabisan akal. Kiai Yusuf Hasyim turun dari mobil pribadinya lalu menyetop mobil angkutan umum. Kiai Yusuf Hasyim naik mobil angkutan umum berbaur dan berdesak-desakan dengan rakyat jelata. Dengan taktik itu Kiai Yusuf Hasyim akhirnya lolos dari razia polisi dan tentara sehingga bisa tampil sebagai juru kampanye (jurkam) dalam acara kampanye partai.

Pada 2006 Kiai Yusuf Hasyim yang beberapa kali jadi pengurus PBNU itu menyerahkan kepemimpinan Pesantren Tebuireng kepada KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), putra KH Abdul Wahid Hasyim yang juga adik kandung Gus Dur. Berarti Gus Sholah keponakan Kiai Yusuf Hasyim. Yang menarik, Kiai Yusuf Hasyim langsung keluar dari ndalem kasepuhan Pesantren Tebuireng yang selama ini ditempati. “Saya sudah tak berhak tinggal di sini,” kata Kiai Yusuf Hasyim. Karuan saja para alumni Tebuireng yang diundang untuk memberi masukan tentang suksesi kepemimpinan Tebuireng – termasuk saya (penulis artikel ini) – tertegun. Saya coba menyela, “Kiai, ini kan bukan suksesi pejabat pemerintah sehingga kiai harus keluar dari ndalem.”

Apa jawaban beliau? “Saya sudah tak berhak tinggal di sini,” katanya. Padahal ndalem kasepuhan itu adalah kediaman dan berasal dari abahnya, Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari. Tapi sikap Kiai Yusuf Hasyim bulat, tak mau menempati rumah yang dianggap bukan haknya. Bagi Kiai Yusuf Hasyim, ndalem kasepuhan adalah hak pengasuh Pesantren Tebuireng yang baru. Sejak itu Kiai Yusuf Hasyim tinggal di kediaman pribadinya.

Kiai Yusuf Hasyim merupakan pengasuh Pesantren Tebuireng cukup lama, yaitu 41 tahun (1965-2006). Sedang Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari sebagai pendiri mengasuh Tebuireng selama 48 tahun (1899-1947).

Kiai Yusuf Hasyim yang lahir pada 3 Agustus 1929 itu wafat pada usia 77 tahun, tepatnya 14 Januari 2007, 13 tahun silam. Putra bungsu Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari itu selain dikenal sebagai salah satu ketua PBNU dan anggota DPR RI, juga Komandan Banser pertama (1964) dan Komandan Lasykar Hizbullah Jombang.

Kiai Yusuf Hasyim telah menghadap Sang Khaliq. Semoga Allah SWT membalas semua amal perjuangannya yang tanpa kenal lelah membela hak-hak rakyat, orang lemah dan agama. Kita berharap semoga para santri, alumni Pesantren Tebuireng, bahkan masyarakat luas bisa meneladani dan meneruskan perjuangannya. Amin. Wallahua’lam bisshawab.

(Tulisan ini dimuat Jawa Pos, 22 Januari 2007). 

Penulis adalah Komisaris Utama HARIAN BANGSA, BANGSAONLINE.COM, alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO