SIDOARJO (BangsaOnline) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo segera mengeksekusi terpidana kasus korupsi pengadaan lahan Gardu Induk (GI) PLN seluas 28.120 m2 di Desa Boro Kecamatan Tanggulangin yang dilakukan secara berjamaah itu. Sebab, Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan kasasi dari jaksa penuntut umum yang menangani kasus tersebut. bahkan, salinan putusan telah diterima oleh Kejari Sidoarjo.
Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejaksaan Negeri Sidoarjo Hartono saat di konfirmasi BangsaOnline.com mengatakan pihaknya secepatnya akan segera mengeksekusi terpidana tersebut.
Baca Juga: Kasus Pungli PTSL, Kejari Sidoarjo Panggil Kades Trosobo
“Berkas-berkas masih kami siapkan dan secepatnya kami akan melakukan eksekusi,” katanya, saat dihubungi melalui telpon selulernya. Selasa. (23/12).
Eksekusi harus dilakukan Kejari Sidoarjo karena MA menjatuhkan vonis Deputi Perencanaan PT PLN (Persero) Pembangkit Jaringan Jawa-Bali dan Nusa Tenggara, Ir Zulkarnain Kemas (54), warga Jalan Pesona, Banyumanik dengan hukuman penjara selama 1,5 tahun penjara dan denda 50 juta subsider 3 bulan dalam kasus korupsi pengadaan lahan gardu induk dengan 4 tower di Desa Boro, Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo.
Tindak pidana yang berlangusng pada
Tahun 2007 silam dilakukan bersama panitia yang terdiri dari
terpidana Zulkarnain Kemas dengan anggotanya Sri Utami, Budiman dan
Slamet Hariyanto yang semuannya adalah pegawai PT. PLN Proyek Pembangkit
Jaringan Jawa Bali dan Nusra (prokiting JBN). Akibat perbutan terpidana negara
dirugikan sekitar Rp 3,2 milyar.
Dalam putusan Mahkamah Agung No. 1565.K/Pid.Sus/2011 menyebutkan terpidana
sudah melanggar hukum sesuai dengan pasal 3 jo pasal 18 Undang Undang No.
31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang
Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang No. 31 tahun
1999 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Namun, Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo
yang menyidangkan perkara nomor 745/Pid.B/2010/PN. Sda membebaskan terpidana. Dengan turunnya vonis
MA, otomatis gugur dan tidak bisa di
pertahankan.
Baca Juga: Kejari Sidoarjo Musnahkan Ribuan Sabu dan Ekstasi dari Kasus Jaringan Internasional Fredy Pratama
MA dalam amar putusan yang ada di link situs resminya menyebutkan sebagai
Ketua Panitia Pengadaan lahan tentunya terpidana bertanggung jawab, meski
dalam persidangan terpidana tidak terbukti menikmati hasil uang korupsi
tersebut.
Selain menjatuhi hukuman terhadap terpidana, MA juga sudah memvonis beberapa
orang yang bertanggungjawab dalam kasus korupsi tersebut. Mereka adalah mantan
Kades Desa Boro, Arif Mahmudi selama 1 tahun, mantan camat Tanggulangin 1
tahun, broker tanah Agus Sukiranto dengan hukuman 4 tahun, Slamet Hariyantoselama 4 tahun. Namun, MA belum memvonis Sri
Utami dan Budiman.
Awalnya, Panitia Pengadaan lahan
mengajukan Surat Permohonan ke Bupati Sidoarjo, setelah surat turun Ir. Sri
Utami serta Slamet Hariyanto mengirimkan surat No. 073/13/PROKITING
JTBN/2007 ke Kepala Desa Boro Arif Mahmudi. Permohonan berintikan
Pemanfaatan Tanah kas (TKD) Desa Boro seluas kurang lebih 20.000 m2. Namun
pembebasan TKD tersebut terkendala, karena PLN sebagai pihak yang membutuhkan
harus mencarikan tanah penganti TKD.
Karena pembebasan TKD gagal, akhirnya Ir Slamet Hariyanto selaku manager proyek
memerintah panitia, Ir Budiman dan Sri Utami untuk tanah pengganti dengan
melibatkan broker tanah properti Agus Sukiranto.
Pengadaan tanah dinilai melanggar aturan karena tak berhubungan langsung dengan
pemilik lahan serta mengabaikan instruksi PT PLN yang mewajibkan pengadaan
lahan diatas 1.000 meter persegi harus melibatkan Panitia Pembebasan Tanah
Pemerintah daerah setempat. Agus Sukiranto berhasil membebaskan tanah seluas
28.200 meter persegi seharga Rp 110 ribu per meter.
Namun, Sri Utami dan Slamet Hariyanto, pegawai PLN, justru mengajukan proposal
kepada General Manager PT PLN harga tanah sebesar Rp 225 ribu per meter
persegi. Diduga ada kerugian negara sebesar Rp 3,2 miliar. Selain itu, mereka
secara bersama-sama menggunakan dana operasional pembebasan lahan sebesar Rp
650 juta. Dianataranya, digunakan untuk administrasi, operasional dan
sertifikasi. Namun, kenyataannya pembebasan lahan tersebut tak menggunakan jasa
Panitia Pembebasan Tanah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
Dana operasional, ternyata dibagikan kepada para pihak yang terlibat dalam
pengadaan lahan tersebut. Mereka masing-masing mendapat bagian antara Rp 250
juta-Rp 500 juta. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Jawa
Timur pada Juli 2010 menyebutkan pengadaan tanah di Desa Boro pada Oktober tahun 2007
merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,2 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News