​Bolehkah Tak Puasa karena Covid-19? Ini Penjelasan KH Afifuddin Muhajir, Ahli Fiqh

​Bolehkah Tak Puasa karena Covid-19? Ini Penjelasan KH Afifuddin Muhajir, Ahli Fiqh KH Afifuddin Muhajir bersama pada ulama dan habaib dalam pertemuan membahas penguatan ukhuwah di Malaka Malaysia pada Februari 2020 lalu. Foto: mahadaly-situbondo.ac.id

Ia mencontohkan sakit. Para ulama berbeda pendapat tentang ukuran sakit yang memperbolehkan seseorang tidak puasa. Ia juga mencontohkan tentang safar atau bepergian. Menurut dia, ada sebagian orang tidak merasa berat puasa saat bepergian. Tapi ada nash khusus - baik dalam al-Quran maupun haidts - bahwa safar itu bisa menjadi alasan bagi muslim untuk tidak puasa.

Begitu juga dengan pekerja berat. Apakah pekerja berat boleh menigggalkan puasa. Menurut dia, tidak bisa dijawab boleh puasa atau boleh tidak berpuasa. “Tidak bisa dijawab wajib puasa atau boleh tidak puasa,” katanya. Tapi tergantung kepada individu-individu. Meski ada orang pekerjaannya berat, jika ia mampu berpuasa, maka wajib berpuasa.

Yang sering dipermasalahkan, kata Kiai Afifuddin, adalah puasa kaum muslimin yang hidup di daerah yang waktu siangnya cukup panjang sampai 20 jam. Apakah mereka boleh tidak puasa? Tergantung individu-individu. Bagi mereka yang mampu puasa, maka wajib puasa. Tapi bagi mereka yang tak sanggup puasa, tidak wajib puasa.

"Artinya, pada waktu malam hari semua orang wajib berniat pusa. Tapi pada saat siang tergantung masing-masing orang. Bagi yang mampu berpuasa maka diwajibkan melanjutkan puasa. Tapi bagi yang tak sanggup berpuasa boleh berbuka," katanya.

Kiai Afifuddin Muhajir mengutip Surat Al-Baqarah ayat 184: wa’alalladzina yuthiqunahu fidyatun tho’amu miskinin (Dan wajib bagi orang yang berat melaksanakan puasa membayar fidyah memberi makan orang miskin).

Kiai Afifuddin menjelaskan bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa ayat ini mengandung pengertian bahwa orang-orang yang mampu melaksanakan puasa boleh memilih: puasa atau mengganti dengan bayar fidyah. “Tapi ‘pilihan’ yang tertuang dalam ayat ini kemudian dimanshuh, sudah dianulir dengan firman Allah Ta'ala yang lain yaitu: faman syahida minkumus-syahra fal-ayasumhu. Ayat ini mengandung pengertian, tidak ada pilihan lain bagi orang yang hadir dalam bulan Ramadan kecuali harus puasa. Tentu bagi mereka yang mampu,”katanya.

Sebagian ulama lain, kata Kiai Afifuddin Muhajir, berpendapat bahwa dalam ayat waalalladzina yuthiqunahu fidyatun tho’amu miskinin itu ada huruf laa yang dibuang. “Aslinya waalalladzina laa-yuthiqunahu fidyatun tho’amu miskinin. Artinya: Dan wajib bagi orang yang tidak bisa melaksanakan puasa untuk membayar fidyah, memberi makan orang miskin,” kata Kiai Afifuddin Muhajir.

Lalu bagaimana dengan usulan boleh tak puasa tapi bayar fidyah agar bisa terkumpul dana banyak untuk menangani covid-19? “Silakan pengumpulan dana dilakukan, tapi bukan sebagai fidyah yang menggantikan puasa. Santunan untuk mencukupi kebutuhan kaum papa menjadi tanggungjawab orang-orang kaya. Dan negara harus menjadi fasilitator yang mengayomi,” kata Kiai Afifuddin Muhajir. (MA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Detik-Detik Warga Desa Lokki Maluku Nekat Rebut Peti Jenazah Covid-19':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO