TRENGGALEK, BANGSAONLINE.com - Jariedi, warga Desa Banjar, Kecamatan Panggul yang semula berprofesi pengusaha marmer selama 10 tahun, kini telah beralih profesi menjadi Petani Porang.
Jariedi nekat banting setir dari pengusaha marmer menjadi petani porang, karena ia memiliki keyakinan bahwa hasil dari porang cukup menjanjikan.
Baca Juga: Respons Positif Bupati Trenggalek soal Audiensi Pengembangan Potensi Daerah dan Kemaritiman
"1 kilogram porang harganya saat ini 10 ribu rupiah. Bila kita panen 1 ton, maka penghasilan kita 10 juta rupiah," kata Jari ketika ditemui di rumahnya di RT 33 RW 04 Dukuh Sumber, Kecamatan Panggul, Kamis (4/6).
Ia mulai beralih profesi petani porang sejak tahun 2017. Ketika itu ia diberitahu oleh anaknya yang bekerja di Kalimantan agar menanam porang. Ia sendiri saat itu tidak mengetahui apa itu porang dan di mana agar bisa mendapat bibitnya.
"Anak saya bilang untuk mendapatkan bibit porang, saya diminta oleh anak saya untuk menemui seseorang di daerah Saradan. Orang itu katanya yang jual bibit porang," kenangnya.
Baca Juga: Bupati Trenggalek akan Beri Keringanan Pajak untuk Investor yang Terapkan Green Bisnis
Singkat cerita, setelah mendapat bibit porang sebanyak 70 kilogram dengan harga per kilogram Rp 80 ribu waktu itu, kemudian seluruh bibit porang tersebut ia tanam di lahan seluas 1,5 hektare.
"Setelah saya tanam, satu tahun kemudian saya panen katak (bibit porang) kurang lebih 50 kilo. Bibit itu saya tanam lagi dan di tahun kedua saya panen lagi 150 kataknya. Sampai tahun ketiga ini, saya panen lagi 4,5 kuintal katak," cerita Jari.
Dikatakan oleh Jari, saat ini harga katak dengan ukuran terkecil per kilogram Rp 150 ribu dengan isi 300 bibit. Selanjutnya untuk katak ukuran sedang harga per kilogram Rp 150 ribu dengan isi 200 bibit. Kemudian untuk katak ukuran besar harga per kilogram Rp 200 ribu dengan isi 100 katak.
Baca Juga: Bantu Warga Terdampak Pandemi, Srikandi Peduli dan Paguyuban Ibu-Ibu Bagikan Telur dan Sayur Gratis
Selain dijual dalam bentuk bibit, Jari juga menjual katak dalam bentuk polibag dengan harga per polibag Rp 1.000. Dari usahanya ini, kini ia telah mampu menyerap tenaga kerja dari warga sekitarnya.
Menginjak tahun ketiga, saat ini Jari telah menanam porang di lahan seluas 4 hektare. Ia pun membuka diri bagi masyarakat yang ingin belajar cara menanam porang. Ia dengan senang hati akan membagikan ilmunya.
Sementara Plt Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Trenggalek Ir. Didik Susanto mengatakan bahwa luas lahan tanaman porang di seluruh Kabupaten Trenggalek mencapai 1.400 hektare.
Baca Juga: Gandeng Media Massa, BNNK Trenggalek Gelar Workshop Ancaman Narkoba
"Jadi, luas lahan tanaman porang di seluruh Kabupaten Trenggalek sesuai data yang ada 1.400 hektare. Luas lahan tanaman porang terbesar ada di Kecamatan Pule yakni 650 hektare, kemudian Kecamatan Panggul 315 hektare," kata Didik.
Selain Kecamatan Pule dan Panggul, beberapa kecamatan lain seperti Dongko juga memiliki luas lahan tanaman porang 115 hektare, Munjungan 280 hektare, Suruh 37 hektare, Bendungan 21 hektare, Kampak 7 hektare, Tugu 7 hektare, Karangan 2 hektare, dan Kecamatan Trenggalek 1 hektare.
Menurut Didik, porang memiliki banyak manfaat. Di antaranya untuk bahan campuran industri seperti untuk membuat kertas yang kuat dan tahan lama, sebagai bahan campuran makanan untuk membuat mi shirataki atau konnyaku yang biasa dikonsumsi oleh warga negara Jepang, dan bahan campuran untuk kosmetik.
Baca Juga: Berkas Perkara Kasus Pembunuhan Tukang Becak di Trenggalek Dilimpahkan ke PN
Didik mengungkapkan, selama ini sebagian besar para petani porang di Kabupaten Trenggalek bila musim panen kerap menjual hasil penennya pada tengkulak asal Ponorogo yang selanjutnya dikirim ke Madiun. Kendati demikian ada beberapa petani yang langsung menjual hasil panen porang ke Madiun. (man/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News