Tanya-Jawab Islam: Bagaimana Cara Allah Menuliskan Takdir?

Tanya-Jawab Islam: Bagaimana Cara Allah Menuliskan Takdir? Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A.

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A.. Kirim WA ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan

Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?

Assalamualaikum wr wb. Pak Ustadz, Pembahasan takdir manusia yang dituliskan oleh Allah di kitab Lauhul Mahfudz, menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana cara Allah menuliskannya: 1. Apakah Allah menulisnya seperti seorang penulis menulis buku, yang alur ceritanya cenderung satu pilihan ("takdir")? 2. atau Apakah Allah menulisnya seperti seorang programmer menulis program komputer/server? Jika demikian maka Lauhul Mahfudz bisa diibaratkan "Server" Lauhul Mahfudz, atau seperti halnya menulis berita di bangsaonline.com yang pada hakekatnya menulis di server komputer (entah di mana posisinya). Matur Nuwun. Wassalamualaikum wr wb. (Iwan, Nganjuk-Jatim).

Jawaban

Apa yang Bapak tanyakan itu terkait dengan sifat-sifat Allah yang ada di dalam Asma’ al-Husna, baik yang kita ketahui atau yang masih disembunyikan oleh Allah swt. Terkait dengan memahami sifat-sifat Allah; bersemayam di atas arys, melihat, mendengar, berfirman, dan lainnya seperti wajah Allah, tangan Allah, harus dipahami dengan ayat Al-quran, “Tidak ada satu pun yang serupa dengan-Nya, Dan Allah Maha Mendengar Maha Melihat”. (Qs. Al-Syura’: 11).

Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?

Maksudnya, Allah Maha Mendengar, tapi cara mendengar-Nya tidak sama dengan mendengarnya manusia. Allah Maha Melihat, tapi cara dan bentuk melihat-Nya tidak sama dengan cara dan bentuk melihat makhluk. Sama juga, Allah Maha Menulis takdir hamba-hambanya, tapi cara Allah Menulis tidak sama dengan cara menulis kita. Maka bayangan tentang Zat Allah dan Sifat Allah itu tidak bisa dilihat mata, didengar telinga dan terbesit di dalam pikiran manusia.

Apakah ini membingungkan? Kalau kita paksakan memhaminya tentu akan membuat kita bingung, bahkan mungkin sampai membuat stres dan gila. Sebab yang diwajibkan kepada kita, manusia, adalah “meyakininya”, bukan mengetahui cara dan bentuknya. Informasi yang ada di dalam Alquran itu wajib diyakini kebenarannya, dan mengetahui caranya jika berhubungan dengan syariat dan hukum-hukum Islam. Namun, yang terkait dengan Allah dan hal ghaib, kita hanya wajib meyakini kebenarannya saja, bukan caranya bagaimana.

Orang-orang ahli kitab juga ketika bertanya tentang ruh dan hal gaib juga dijawab oleh Allah dengan pernyataan yang tegas, bahwa itu urusan Allah. Allah berfirman; ”Mereka bertanya tentang ruh, katakanlah ruh itu urusan Tuhanku, kalian itu tidak diberikan ilmu kecuali sedikit”. (Qs. Al-Isra’: 85).

Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut

Imam Malik membuat statement bahwa jika kita ditanya bagaimana Allah bersemayam, maka jawablah bahwa, “Allah Bersemayam itu sudah diketahui maksudnya, tapi tidak diketahui cara bersemayam-Nya. Mempercayainya wajib dan mempersoalkan-Nya itu bid’ah."

Umar melaporkan sebuah hadis bahwa rasul bersabda: “Berpikirlah tentang nikmat-nikmat Allah, dan jangan berfikir tentang Zat-Ku”. (Hr. Baihaqi: 458). Dalam redaksi lain berbunyi, “Berpikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan berpikir tentang Allah”.

Oleh sebab itu, kita ini sebagai hamba Allah, hanya diperintahkan meyakini bahwa Allah itu Maha Menuliskan takdir alam semesta ini, tentang caranya, itu adalah urusan Allah. Bukan kewajiban kita untuk mengetahuinya. Bahkan kita dilarang untuk berusaha untuk memikirkannya.

Baca Juga: Hati-Hati! Seorang Ayah Tak Bisa Jadi Wali Nikah jika Anak Gadisnya Hasil Zina, Lahir di Luar Nikah

Allah Maha Menulis, Allah Maha Melihat, itu pasti benar, pasti ada, hanya kita tidak mampu untuk mengetahuinya. Secara logika kita seperti ini; kita bisa melihat apa yang ada di depan kita. Tapi kita tidak bisa melihat apa yang ada di balik tembok. Apakah ketika kita tidak bisa melihat peristiwa di balik tembok, berarti peristiwa itu tidak ada? Belum tentu kan? Bisa jadi ada peristiwa atau benda di balik tembok itu. Hanya kita tidak bisa melihat peristiwa atau benda yang ada di balik tembok itu.

Esensinya bahwa dunia ini tidak harus bisa kita pikirkan semuanya. Jika tidak masuk logika kita atau kita tidak mampu memikirkannya, bukan berarti itu tidak ada. Bisa jadi itu ada, hanya pola pikir kita tidak mampu mencapainya. Inilah kondisi kita sebagai orang yang beragama, ada hal-hal yang bersifat dogmatis (hanya diyakini kebenarannya dan tidak mengetahui caranya). Beda dengan filosofis, yang semuanya harus bisa diakal.

Maka, menurut ajaran ahlus sunnah wal jamaah, kita wajib mempercayai bahwa Allah Maha menuliskan takdir, hanya kita tidak diberikan ilmu. Ingat, tidak “diberikan ilmu” untuk mengetahuinya bagaimana cara Allah Menuliskan Takdir. Kita hanya diwajibkan untuk meyakini bahwa peristiwa-peristiwa itu ada dan terjadi sesuai dengan ketentuan Allah. Yang kedua ini harga mati, harus kita yakini bahwa itu adalah takdir Allah. Wallahu a’lam. 

Baca Juga: Bagaimana Hukum Mintakan Ampun Dosa dan Nyekar Makam Orang Tua Non-Muslim?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO