SAMPANG (BangsaOnline) - Petani garam di Sampang saat ini mengaku rugi akibat perubahan cuaca dari musim kemarau ke musim hujan. Biasanya saat musim kemarau panen puluhan ton garam, saat musim hujan seperti sekarang ini hanya satu atau dua ton yang bisa dipanen.
Akibat pergantian musim ini, pruduksi garam di tiga kecamatan yang menjadi sentra penghasil garam di tiga Kecamatan yaitu kecamatan Sampang, Pengarengan dan Torjun turun drastis, sehingga hanya cukup untuk menutupi biaya operasional saja.
Mohammad Ali, petani garam asal Desa Apa’an Kecamatan Pangarengan mengaku hasil produksi garam miliknya tidak sebanyak dan sebagus seperti musim kemarau. Bahkan hasil produksi garam tiga bulan terakhir, menurun hingga 50%.
"Biasanya kalau di musim kemarau, hasil produksi garam dalam setiap satu hektar bisa mencapai satu ton, kadang bisa dua ton garam. Tapi di musim penghujan sekarang, tidak lebih 500 kilo gram,” terangnya..
Selain factor cuaca yang merugikan hasil panen garam, petani juga mengeluhkan harga pokok garam, sebagaimana telah di tetapkan Pemerintah. Menurutnya, Harga Pokok Pembelian (HPP) yang di tetapkan pemerintah tidak berlaku bagi pengepul atau tengkulak bahkan di pabrik PT. Garam.
Dimana dalam ketentuannya, harga garam KW 1 harusnya Rp. 750 ribu, KW. 2. Rp. 550 ribu dan KW 3 Rp. 450 ribu. Namun faktanya, ketentuan tersebut tidak di hiraukan oleh pengepul ataupun pabrik PT. Garam, mereka membeli garam milik petani dibawah ketentuan HPP tersebut.
"Kami tidak berbuat banyak, karena kalau protes diancam garam prduksi kami tidak akan dibeli. Ya terpaksa walaupun dibeli dengan harga murah tetap dijual. Untuk KW 1 dijual Rp. 500 ribu, KW. 2 Rp. 400 ribu dan KW 3 hanya di hargai Rp. 350 ribu. Itupun kadang kala sering berubah, akibat permainan tengkulak dan Pabrik," keluh Pak Hamzah menambahkan.
Baca Juga: Akhirnya, PT Garam Teken MoU dengan Pemkab Bangkalan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News