KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Aksi Demo Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dilakukan ratusan mahasiswa Kediri yang tergabung dalam Afiliasi Sekartaji, diwarnai dengan penangkapan 15 ABG.
Penangkapan para ABG yang rata-rata siswa SMP, SMK, dan SMA dari Kota dan Kabupaten Kediri serta Nganjuk itu dilakukan ketika screening di depan GNI Kota Kediri, sebelum akan ikut demo mahasiswa yang hendak menuju ke kantor dewan.
Baca Juga: Desak Ketua LMDH Budi Daya Satak Mundur, Kantor Perhutani Kediri Didemo Warga
Mereka lalu dibawa ke Mapolres Kediri Kota untuk dilakukan pendataan. Setelah dilakukan pendataan, diketahui bahwa mereka masih pelajar dari tingkat SMP, SMK, dan SMA. Di Mapolres Kediri Kota, ke-15 ABG itu dilakukan rapid test. Bila hasil rapid test mereka dinyatakan reaktif, maka mereka akan dikarantina selama 14 hari.
Adapun bagi mereka yang rambutnya gondrong, maka oleh petugas didatangkan khusus pemotong rambut.
Kapolres Kediri Kota, AKBP Miko Indrayana mengatakan bahwa orang tua dan guru juga didatangkan untuk mengambil anak-anak yang diamankan itu. "Tadi ada yang mengaku hanya ikut-ikutan saja dan ada yang kedapatan membawa miras," kata AKBP Miko Indrayana.
Baca Juga: Diingkari Ketua LMDH, Warga Satak Demo Lagi ke Kantor Kecamatan Puncu
Sementara itu, tuntutan demo mahasiswa yang kedua kalinya di depan Kantor DPRD Kota Kediri, Rabu (21/10/2020), tetap sama. Yaitu menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Seperti demo yang pertama, mereka juga melakukan orasi secara bergantian. Sempat terjadi ketegangan ketika Kabag Umum DPRD Kota Kediri, Tri Krisminarko menemui pendemo.
Para pendemo menolak diajak dialog oleh Tri Krisminarko, karena yang diinginkan adalah anggota dewan sendiri yang menemui mereka. Karena tidak terjadi kesepakatan, maka pendemo memilih duduk-duduk.
Baca Juga: Tuntut Hak Garap Tanah Perhutani, Ratusan Warga Satak Kediri Geruduk Kantor Kecamatan Puncu
Yusak, salah satu mahasiswa mengatakan bahwa mahasiswa menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi UU. Karena UU yang disahkan oleh DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2020 lalu, telah menuai kecaman dari berbagai elemen masyarakat umum.
Dikarenakan UU tersebut sejak awal pembuatannya dianggap cacat prosedural dan tidak menampung aspirasi rakyat yang terdampak, sehingga sangat berbahaya bagi pemenuhan hak-hak masyarakat, utamanya bagi nasib tenaga kerja, serta sumber daya alam.
"UU tersebut mencerminkan sikap yang sama sekali tidak mewakili rakyat. Justru sebaliknya, DPR dianggap lebih pro oligarki dan investor dibanding kesejahteraan rakyat," kata Yusak.
Baca Juga: Tolak Perpanjangan Izin Penambangan PT EPAS, Warga Puncu Demo ke Kantor PTPN Ngrangkah Pawon
Sampai berita ini dikirim, aksi demo masih terjadi di depan Kantor DPRD Kota Kediri. (uji/zar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News