KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Komunitas Gusdurian Mojokutho Pare, Kabupaten Kediri memperingati Haul ke-11 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan menggelar dialog kebangsaan, di Sanggar Lansia Kongan, Pasar Loak Pujasera, Kota Pare, Minggu (13/12) malam.
Hadir menjadi narasumber utama, Gus Naf'an Shalahuddin, dari Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri.
Baca Juga: Hadratussyaikh Menempatkan Keulamaan di atas Politik, Berwibawa dan Fatwanya Didengar
Meski Kediri diguyur hujan lebat sejak sore, namun hal itu tidak mengurangi minat anggota dan simpatisan Gusdurian Mojokutho Pare untuk hadir.
Acara mengangkat tema 'Serangkai Bunga Untuk Gus Dur" ini dibuka langsung Gus Naf'an Shalahuddin dengan membaca Alfatihah untuk Sang Guru Bangsa, Gus Dur, serta alunan sholawat.
Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh lintas agama, organisasi kepemudaan, kaum akar rumput pedagang, dan warga pasar loak pujasera, serta beberapa milenial dari Blitar, Sukabumi, Yogyakarta, dan Bengkulu yang sedang belajar di Kampung Inggris, Kota Kediri.
Baca Juga: Inilah Perbedaan Gus Dur dan Jokowi soal Konstitusi dan Keluarga
Koordinator Gusdurian Mojokutho, Pare, Antok Beler, menjelaskan tugas dari Gusdurian adalah merawat warisan perjuangan Gus Dur untuk Indonesia.
Serta mengembangkan tradisi dialog dengan berbagai kelompok masyarakat, untuk saling memahami dan menemukan titik kesamaan, serta mengembangkan upaya-upaya ke arah ke Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut Antok, komunitas atau jaringan Gusdurian lahir pasca wafatnya Gus Dur. Adalah putri dari Gus Gur, yaitu Alisa Wahid yang mendirikan komunitas tersebut. Setelah Gus Dur wafat, banyak kelompok yang dilemahkan seperti petani dan kelompok minoritas agama datang menghampiri keluarga Gus Dur.
Baca Juga: Haul ke-14 Gus Dur, Inayah Wahid: Mengingat Kembali Etika Demokrasi
"Oleh karena itu, Mbak Alisa lalu membuat Jaringan Gusdurian tahun 2010, bersama murid-murid Gus Dur dari berbagai tempat," terang Antok.
Dijelaskan oleh Antok, Jaringan Gusdurian adalah arena sinergi bagi para Gusdurian di ruang kultural dan non politik praktis. Di dalam jaringan Gusdurian tergabung individu, komunitas/forum lokal, dan organisasi yang merasa terinspirasi oleh teladan nilai, pemikiran, dan perjuangan Gus Dur. Karena bersifat jejaring kerja, maka tidak diperlukan keanggotaan formal.
Jaringan Gusdurian memfokuskan sinergi kerja non politik praktis pada dimensi-dimensi yang telah ditekuni Gus Dur, meliputi 4 dimensi besar: Islam dan Keimanan, Kultural, Negara, dan Kemanusiaan
Baca Juga: Gusdurian Mojokutho Gelar Belajar di Luar Ruang Bersama Siswa SLB
"Nilai, pemikiran, perjuangan Gus Dur tetap hidup dan mengawal pergerakan kebangsaan Indonesia, melalui sinergi karya para pengikutnya, dilandasi 9 Nilai Gus Dur, yaitu Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Persaudaraan, Kesederhanaan, Sikap Ksatria, dan Kearifan Tradisi," beber Antok.
Ia menambahkan bahwa kegiatan Gusdurian Mojukutho, Pare, selama ini fokus pada bidang kemanusiaan (Humanity for All), salah satunya jumat berkah, berkolaborasi antar lintas komunitas, melaksanakan bedah rumah, pendampingan anak-anak dan lansia, juga terlibat penanggulangan bencana alam di berbagai daerah.
Sementara itu, Gus Naf'an Shalahuddin dalam tausiyahnya menyampaikan tentang Gus Dur sebagai Guru Bangsa yang harus diingat ajarannya, terutama oleh generasi muda.
Baca Juga: CEO HARIAN BANGSA-BANGSAONLINE Jadi Narsum Seminar Haul Gus Dur Bersama Zastrow dan Prof Masdar
"Gus Dur adalah multitalent. Bila ingin membahas Gus Dur tidak cukup satu bulan. Gus Dur itu seorang kiai, politisi, seniman, dan penulis. Kalau ngomong pecinta Gus Dur, sebenarnya pecinta Gus Dur itu ada di seluruh dunia. Sedangkan Gusdurian itu adalah Komunitas Pecinta Gus Dur yang didirikan oleh Alisa Wahid," kata Gus Naf'an.
"Apa yang dikatakan Gus Dur, kebanyakan terjadi di kemudian hari. Gus Dur bukan peramal, tapi Gus Dur memang mendapat ilham dari Allah SWT. Gus Dur adalah seorang Waliyullah," kata Gus Naf'an.
Menurut Gus Naf'an, Gus Dur adalah sosok yang sangat toleran. Gus Dur sudah biasa bergaul dengan teman-temannya dari lintas agama, aliran kepercayaan, budayawan, dan seniman. "Gus Dur sangat menghargai perbedaan. Gus Dur adalah sosok yang sangat pluralis," tambahnya.
Baca Juga: Sinau Bareng Cak Nun, Polres Jombang Ajak Warga Ciptakan Harkamtibmas
Seperti diketahui, KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940, meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009 lalu, pada umur 69 tahun. (uji/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News