​Sama Pernah Terjajah, Afghanistan Senasib dengan Indonesia Saat Merdeka

​Sama Pernah Terjajah, Afghanistan Senasib dengan Indonesia Saat Merdeka Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA saat jadi pembicara dalam Webinar bertajuk: Taliban: Fundamentalisme vs Moderatisme yang digelar Pesantren Salafiyah Seblak Jombang Jawa Timur tadi malam, Rabu (1/9/2021). foto: mma/ bangsaonline.com

“Begitu juga akan berhubungan erat dengan Iran tapi tidak dengan Syiahnya. Juga dengan Cina tapi tidak dengan komunisnya, dengan Israel tapi tidak dengan Yahudi dan zionisnya, dan dengan Amerika tapi tidak dengan kapitalisnya,” kata .

menegaskan bahwa aliran keagamaan rakyat Afghanistan sama dengan rakyat Indonesia. Yaitu Ahlussunnah wal Jamaah. 

Mengutip pidato Baradar, mengatakan bahwa rakyat Afghanistan itu 60 persen menganut madzhab Hanafi, 25 persen paham Syafii, 6 persen Malik, 6 persen Hanbali, dan 3 persen paham lain.

“Ini kan sama dengan Indonesia. Yang beda hanya komposisinya. Kalau di Indonesia 90 persen menganut Syafii,” kata yang ketua umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) kepada BANGSAONLINE.com usai webinar.

Menurut , di Afghanistan juga ada Nahdlatul Ulama Afghanistan (NUA). "Ketuanya Fadil, pernah datang ke sini (Amanatul Ummah) menjadi pembicara dengan bahasa Inggris yang sangat bagus," kata sembari mengatakan bahwa Fadil berasal dari kubu pemerintah, bukan Taliban. 

Bahkan istri Fadil seorang menteri. "Saat ke sini istrinya ikut tapi tak jadi pembicara," kata . Karena itu hubungan dengan tokoh-tokoh Afghanistan kubu pemerintah sangat baik.

Bahkan kini ada beberapa mahasiswa asal Afghanistan dari suku Pastun kuliah di Institut Pesantren KH Abdul Chalim (IKHAC) Pondok Pesantren Amanatul Ummah.

“Pesantren kami memberi beasiswa ke seluruh dunia,” kata . Kebetulan Pemerintah Afghanistan merespon sehingga ada beberapa mahasiswa dari negara tersebut kini kuliah di IKHAC. Diantaranya Abdul Wali. 

“Yang ada di sebelah saya ini,” kata kepada peserta webinar.

Abdul Wali berasal dari suku Pastun. Abdul Wali ikut mendampingi saat menjadi pembicara dalam webinar tersebut di Rektorat IKHAC. Dari Abdul Wali inilah mendapat beberapa informasi tentang situasi Afghanistan.

Menurut , yang perlu diketahui bahwa saat pemerintahan Presiden Ashraf Ghani berkuasa yang didukung Amerika Serikat sebenarnya terjadi dualisme kekuatan dan kekuasaan di semua provinsi. “Kalau Presiden Ashraf Ghani punya gubernur, Taliban juga punya di semua provinsi,” tambahnya.

Bahkan, kata , arus kuat dipegang Taliban. “Dari 34 provinsi, Taliban menguasai 33 provinsi. Hanya Panjshir yang tidak dikuasai Taliban,” kata . Karena itu mudah dimaklumi ketika Amerika Serikat paham tentang kekuatan Taliban. Yang kemudian memilih meninggalkan Afghanistan.

yang kini memiliki 12.000 santri itu minta agar kita memandang Afghanistan secara obyektif dan tidak memberi stigma negatif secara berlebihan gara-gara Taliban berkuasa.

menyadari bahwa Taliban pernah bersalah saat berkuasa pada 1996 hingga 2001. Karena terlalu kaku dan ketat saat berkuasa atau memerintah. Bahkan melarang perempuan bersekolah, membunuh lawan politik, dan menerapkan syariat Islam secara kaku.

berharap kesalahan-kesalahan itu menjadi koreksi bagi Taliban sehingga ke depan bisa memerintah dengan baik dan damai. “Kita doakan agar Afghanistan segera menjadi negara. Kita harus iba. Yang penting damai,” kata .

Dalam Webinar yang dipandu KH Abdul Halim Mahfud (Gus Iim), Pengasuh Pesantren Seblak itu, selain juga tampil Prof Dr KH Imam Ghazali Said, dosen UINSA dan pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur Wonocolo Surabaya dan Trias Kuncahyono, wartawan senior Kompas Jakarta. (mma)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO