SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Bertempat di sekretariat Garda Muda NU tepatnya di jalan Jemursari no. 24 Surabaya, siang tadi (18/4) puluhan pejuang garda muda NU dari berbagai daerah di Jawa Timur menggelar diskusi sekaligus konsolidasi guna mengawal Muktamar ke-33 di Jombang Agustus mendatang.
Hadir dalam acara tersebut, Akhmad Muqowam (anggota DPD RI), Abdul Wahid Asa (mantan pimpinan umum majalah AULA), Ahmad Sujono (mantan wakil sekretaris PWNU Jatim), dan beberapa tokoh NU lainnya.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Moderator acara tersebut, Fairouz H Anggasuto yang juga mantan ketua PKC PMII Jatim mengungkapkan bahwa Pejuang Garda Muda NU ini terbentuk dari ruang kesadaran untuk mereflesksikan sejarah dan peran NU dalam mengawal kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) selama ini. Selain itu, tekad utama Garda Muda NU ini adalah untuk mengawal dan menyukseskan Muktamar ke-33 NU agar berlangsung bersih tanpa intrik-intrik politik maupun riswah atau money politics.
Untuk menangkal money politics tersebut, Wahid Asa menyampaikan agar dalam muktamar mendatang para Garda Muda NU menggandeng KPK. Sebab, dana yang dipakai dalam muktamar tersebut terdapat gelontoran APBD Jatim. “Nanti kalian-kalian ini akan dilatih operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK, ini untuk mencegah persebaran uang saat perhelatan muktamar berlangsung,” ujarnya dengan wajah serius.
Wahid Asa juga mengingatkan agar para Garda Muda NU ikut berpartisipasi aktif saat pelaksanaan Muktamar yang digelar tanggal 1-5 Agustus. Sebab, tidak hanya suap-menyuap yang berpotensi merusak muktamar, namun juga peluang kecurangan di setiap rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh beberapa oknum untuk memuluskan kepentingan politik kelompok.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Menanggapi kontroversi penerapan Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) pada pemilihan Rais Am yang disosialisasikan PBNU, Ahmad Sujono menegaskan bahwa Munas-Konbes NU tidak pernah memutuskan AHWA untuk diterapkan pada pemilihan Rais Am.
“Bahkan saat itu pengurus wilayah menolak AHWA. Ini seperti dis-informasi yang disengaja oleh PBNU, mereka memberikan info ke daerah seakan-akan AHWA sudah disepakati dalam Munas-Konbes, padahal jelas-jelas saat Munas-Konbes AHWA ditolak, dan saat itu tidak ada keputusan,” ujar Sujono.
Sebagaimana diketahui, saat ini PWNU Jatim terus menyosialisasikan ke daerah-daerah bahwa AHWA seolah-olah sudah disetujui dan disepakati dalam Munas-Konbes, sehingga siap diterapkan dalam pemilihan Rais Am pada muktamar mendatang.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Sujono juga mempertanyakan tolak ukur yang bisa menjadikan seseorang kiai duduk menjadi anggota AHWA. “Jangan-jangan AHWA hanya untuk pengalihan isu, sebab saat ini sedang digodok draft mengenai penghapusan katib am, a’wan, perubahan PWNU menjadi konsul, dan lain-lain yang bisa merusak representasi NU di daerah,” tegasnya.
Sementara Akhmad Muqowam mengingatkan teentang serbuan radikalisme yang saat ini menyerang sendi-sendi NU. Oleh karena itu, mantan anggota DPR RI ini menegaskan bahwa orang yang terpilih pada muktamar mendatang haruslah orang yang benar-benar NU tulen. Selain itu, Muqowam juga mengingatkan kepada para peserta forum diskusi yang mayoritas aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini tentang banyaknya orang yang berasal dari luar NU kini mereka jadi pengurus NU. Padahal mereka secara kasat mata ideologinya tidak sepaham dengan NU.
“Saat ini 18 PCNU dipimpin orang PKS, 35% PCNU dipimpin orang HMI, bisa-bisa suatu saat nanti orang NU hanya akan jadi pendatang,” ujar pria yang juga ketua PB IKAPMII ini.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
“Jangan sampai nanti muncul wacana atau propaganda yang menyebutkan bahwa ketua PBNU harus dari HMI, matilah kita,” pungkasnya. (rvl)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News