NGANJUK, BANGSAONLINE.com - Dua Guru di SMPN 4 Nganjuk, yakni Santoso (50) dabn Supriyanto (49) belum berhenti berunjuk rasa untuk memprotes kepemimpinan Kepala Sekolah Joko Kuwoto.
Hingga kini, keduanya belum mau menghapus tulisan-tulisan bernada protes dan sindiran untuk sang kepala sekolah, padahal mobil tersebut tiap hari diparkir di halaman sekolah, sehingga semua murid dan guru-guru di sana mengetahui aksi protes dari Santoso dan Supriyanto tersebut.
Baca Juga: Pungli Berkedok Bazar Pendidikan, Akademisi Sesalkan Disdik Manfaatkan Momen Harjad Sampang
Seperti diberitakan sebelumnya, sindiran dan protes melalui tulisan pedas tersebut memang ditujukan kepada kepala sekolah dan para kroninya yang dianggap oleh Santoso dan Supriyanto terlalu arogan dalam membuat kebijakan, sehingga tidak jarang menimbulkan konflik di internal sekolah. Selain itu, Santoso dan Supriyanto juga memprotes pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tidak transparan.
"Kendati pemerintah mengucurkan program sekolah gratis lewat dana BOS, dengan masing-masing anak diberi Rp 1 juta per tahunnya, namun sekolah masih ditemukan banyak tarikan. Sedikitnya ada belasan item tarikan dilakukan, termasuk pemebelian LCD, dibebankan kepada siswa baru," ujar Supriyanto saat ditemui wartawan.
“Untuk tahun ini murid baru dikenai Rp 350 ribu per anak, tahun sebelumnya juga narik,” imbuh Supriyanto.
Baca Juga: Kepala Dispendik Gresik Bantah Ada Pemotongan BOS: Soal Pokja, Saya Tidak Tahu
Padahal, lanjut guru Fisika ini, dana BOS seharusnya cukup untuk pengelolaan selama setahun asal sekolah mengelola dengan transparan.
“Mana ada di sini slogan-slogan atau tulisan yang menyatakan sekolah sebagai penyelenggara sekolah gratis, itu supaya memudahkan tarikan,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Heri Santoso, yang juga mengkritik kebijakan Joko Kuwoto melalui tulisan di mobilnya yang bernopol AG 460 VF.
Baca Juga: Laporan ke DPRD, Dana BOS SDN dan SMPN di Gresik Dipotong Rp 500 - 700 Ribu/Siswa/Bulan
Kedua guru ini juga memprotes tentang insentif yang diterimanya saat mengawasi ujian beberapa hari lalu. Mereka menolak adanya kebijakan kepala sekolah yang menggantikan insentif yang diberikan kepada pengawas dengan uang senilai Rp 5 ribu.
Kedua guru ini meminta insentif sebesar 25 ribu perhari. Karena pihak sekolah menolak permintaannya, akhirnya timbul permasalahan hingga berujung protes.
Tak heran, ulah sosok yang kritis dan berani bersuara lantang terhadap masalah sosial di sekolahnya ini, dunia pendidikan di Nganjuk heboh.
Baca Juga: Salurkan Dana BOS, Bank Jatim Gandeng Diknas Provinsi Jawa Timur
Tulisan-tulisan di mobil kedua guru tersebut diantaranya berisi: di bumper depan, tulisan berbunyi "KS, Predator Dana BOS". Di sudut lain ada pula kalimat yang terbaca "Standar 5000 Usek Matane Ramelek, Yaa.. Rai Gedek", serta beberapa tulisan lain yang bernada keras.
“Sengaja saya hias begini, sebagai simbol protes,” ujar Santoso dengan nada suaranya yang serak.
Sedangkan, salah seorang guru yang enggan disebut namanya menjelaskan bahwa suasana tidak kondusif di sekolahnya sudah berlangsung lama. Hal utama yang menjadi permasalahan, selain sejumlah guru merasakan arogansi terkait kebijakan kepala sekolah, mereka juga tidak diberi transparanasi pengelolaan dana BOS.
Baca Juga: Siswa Belajar di Rumah, Dana BOS Dialihkan ke Pembelian Paket Data Internet
"Sekolah tidak bisa menjelaskan kepada guru, kemana dana BOS yang dikucurkan oleh pemerintah di sekolah. Setidaknya, setiap triwulan, bendahara BOS melaporkan dana yang dikelola dan ditempel di tempat-tempat strategis, sehingga semua pihak dapat membacanya," ujarnya.
Sayangnya hingga berita ini ditulis, Kepala SMPN 4 Nganjuk, Joko Kuwoto masih sulit untuk ditemui. Padahal, beberapa guru sempat melihatnya sejak pagi berada di sekolah. (dit/rvl)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News