PWNU dan PCNU Penentu Muktamar NU, Produk Munas Alim Ulama tak Mengikat

PWNU dan PCNU Penentu Muktamar NU, Produk Munas Alim Ulama tak Mengikat

BANGSAONLINE.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhirnya benar-benar mengabaikan keberadaan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU). Buktinya, PBNU produk Muktamar NU ke-32 di Makassar ini mengabaikan suara dan aspirasi PWNU dan PCNU yang mayoritas menolak Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) untuk pemilihan Rais Am. Bahkan PBNU menggelar Musyawarah Nasional (Munas) tanpa Konferensi Besar (Konbes) untuk mendapatkan legitimasi AHWA.

Kenapa tanpa Konbes? Tentu ini bagian dari strategi elit PBNU untuk menghindari sikap PWNU yang sudah jelas-jelas menolak AHWA. Sebab 29 PWNU dari 33 PWNU seluruh Indonesia secara tegas menolak AHWA. Penolakan mereka bukan hanya lewat lisan tapi melalui surat resmi lengkap dengan stempel dan tanda tangan yang dibubuhkan di atas kertas berkop PWNU masing-masing.

Apa produk Munas mengikat? Jelas tidak. Dalam AD/ART NU BAB XX pasal 74 ayat 2 disebutkan Musyawarah Nasional Alim Ulama membicarakan masalah-masalah keagamaan yang menyangkut kehidupan umat dan bangsa.

Bandingkan dengan Koferensi Besar (Konbes). Dalam pasal 75 ayat 2 disebutkan bahwa, Konferensi Besar membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, mengkaji perkembangan dan memutuskan peraturan organisasi.

Dalam Konbes ada ayat kuorum sedang di Munas tak ada ayat kuorum. Dalam ayat 5 disebutkan bahwa Konbes sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah wilayah (PWNU). Artinya, Munas tak perlu kuorum karena hanya bersifat musyawarah untuk membicarakan masalah keagamaan, bukan mengambil keputusan organisasi dan sebagainya.

Yang juga perlu dicermati: baik Konbes maupun Munas adalah forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar. Jadi dua-duanya di bawah Muktamar. Selain itu, baik Konbes maupun Munas tidak dapat mengubah AD/ART, keputusan Muktamar dan tidak memilih pengurus baru.

Dari penjelasan AD/ART tersebut bisa disimpulkan bahwa: Pertama, apapun hasil Munas tidak bisa mengikat dan tidak final. Produk Munas hanya bersifat saran atau mau’idhah kepada muktamirin.

Kedua, kekuasaan atau kedaulatan dalam Muktamar bukan di tangan PBNU, tapi berada di tangan PWNU dan PCNU. Karena itu sangat dzalim jika PBNU mengabaikan suara dan sikap mayoritas PWNU dan PCNU.

Apalagi para Rais Syuriah dan Ketua Tanfidziah PWNU dan PCNU di seluruh Indonesia adalah para ulama/kiai/habaib yang mukhlis. Mereka aktif sebagai pemimpin NU karena amanah warga NU di wilayahnya masing-masing disertai niat mengabdi kepada NU dan pendiri NU, terutama terhadap Hadratussyikh Hasyim Asy’ari dan para kiai lainnya.

Ketiga, yang menentukan keputusan dalam Muktamar NU adalah PWNU dan PCNU, bukan PBNU. Bahkan sejak Maret lalu sejatinya PBNU sudah tak punya legitimasi dan kekuasaan karena masa khidmatnya sudah habis.

Lihat juga video 'Mobil Dihadang Petugas, Caketum PBNU Kiai As'ad Ali dan Kiai Asep Jalan Kaki ke Pembukaan Muktamar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO