PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Sidang kasus penimbunan solar di Pasuruan menjadi perhatian berbagai kalangan, termasuk aktivis lembaga sosial masyarakat (LSM).
Lujeng Sudarto, Ketua LSM Pusat Studi Advokasi Kebijakan (Pusaka), meminta majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut untuk mengungkap modus operandi penimbunan solar yang dilakukan pelaku.
Baca Juga: Warga Pandaan Jadi Korban KDRT WNA Australia, Penasihat Hukum Keluhkan Kinerja Polres Pasuruan
Sebab, persidangan telah mengungkap bahwa modus tersebut melibatkan sejumlah oknum. Tidak hanya wartawan dan LSM di wilayah Kota Pasuruan, namun diduga juga oknum dari kepolisian dan TNI.
Ia menyebut bahwa dalam sidang terungkap adanya aliran uang hingga ratusan juta rupiah untuk sejumlah wartawan dan LSM yang diduga sebagai 'jatah tutup mulut'.
"Ini yang menjadi pertanyaan ada nominal puluhan juta bahkan mencapai setengah miliar lebih hanya untuk wartawan dan LSM," ucap Lujeng Sudarto saat dikonfirmasi BANSAONLINE.com via aplikasi WhatsApp, Ahad (15/10/2023).
Baca Juga: Gertap Laporkan Kades ke Bawaslu, Diduga Ikut Kampanye dan Distribusikan APK Salah Satu Paslon
Lujeng menduga uang itu tidak hanya mengalir ke oknum wartawan dan LSM, melainkan juga ke oknum kepolisian.
"Saya minta transparansi atau keterbukaan terhadap tersangka lain (kepolisian) dalam sidang lanjutan perkara putusan mafia solar," cetusnya.
"Tidak logis jika uang setengah miliar hanya kepada LSM dan wartawan. Kalau pun benar adanya yang diberikan, beberkan dengan jelas media serta lembaganya dari mana," ucapnya.
Baca Juga: Asyik Main Judi Online, Penjaga Villa di Tretes Ditangkap Polsek Prigen
"Sekali lagi saya minta agar putusan tidak tebang pilih terhadap tersangka mafia solar yang didakwa oleh majelis hakim," tegasnya.
Sekadar informasi, dalam sidang kasus penimbunan BBM solar, saksi Solahudin, seorang pengusaha tambang, mengaku dirinya pernah mendapatkan tawaran solar dengan harga lebih murah untuk operasionalnya alat beratnya. Tawaran itu datang dari oknum polisi maupun TNI.
Karena itu, Lujeng meminta agar fakta di persidangan tersebut ditindaklanjuti dengan membuka penyidikan baru untuk mengembangkan kasus.
Baca Juga: Lujeng Soroti Kredibilitas Lembaga Survei Pilkada 2024 di Kabupaten Pasuruan
"Jika tidak dilakukan penyidikan baru terhadap para penadah, maka sah saja publik menilai terjadi diskriminasi penindakan terhadap kasus BBM ilegal. Apalagi, PT MCN sudah beroperasi selama 7 tahun terakhir," pungkasnya. (ard/par/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News