
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pimpinan Bengkel Falak Indonesia KH. RM. Khotib Asmuni, M.Si, merespons pernyataan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir soal Kalender Hijriyah Islam Global Tunggal untuk penentuan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha.
Haedar Nashir bahkan mengaku malu karena umat Islam di era abad ilmu pengetahuan masih memakai cara lama untuk menentukan awal Ramadan.
Baca Juga: Jelang Ramadhan, Polri Pastikan Ketersediaan dan Harga Bapok Stabil
Menurut Kiai Khotib Asmuni, Kalender Hijriyah Islam Global Tunggal yang diwacanakan Haedar Nashir itu adalah teori lama tapi diungkit kembali.
“Itu teori lama yang sudah dibahas di dunia kampus, khususnya internal dosen falak. Saya sendiri masuk di dalamnya. Ya, seperti wujudl hilal,” kata KH RM Khotib Asmuni kepada BANGSAONLINE, Selasa (12/3/2024).
Menurut dia, dosen falak itu tergabung dalam Asosiasi Dosen Falak/Astronomi Indonesia yang anggotanya macam-macam dan terdiri dari berbagai kalangan. Nah, dalam pembahasan itu terjadi pro-kontra terhadap Kalender Hijriyah Islam Global.
Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Penumpang, Daop 9 Jember Operasikan KA Mutiara Timur Tambahan
"Jadi itu teori lama yang diungkit kembali," kata Kiai Khotib Asmuni.
Kiai Khotib sendiri termasuk ahli ilmu falak yang kontra terhadap wacana Kalender Hijriayah Islam Global. Kenapa?
"Dunia ini bulat. Tidak mungkin menetapkan satu kalender dalam berbagai tempat yang secara geografis beda waktu," tegas alumnus Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur itu.
Baca Juga: Siapa Saja yang Wajib Qodho’ dan Fidyah? Simak Panduan Berikut
Kiai Khotib kemudian merinci dan memberi contoh soal pembagian waktu secara geografis. Pembagian waktu yang disepakati oleh Garis Greenwich.
"Ada istilah Wilayatul Hukmi, setiap daerah atau negara punya hak, punya otoritas untuk menentukan itu," tegas Kiai Khotib.
"Jadi itu teori lama yang diungkit kembali," kata Khotib yang sehari-harinya pengasuh Pondok Pesantren An-Nuiryah Kaliwingin Jember.
Baca Juga: Deretan Film Indonesia yang Bikin Ngabuburit Makin Seru
Kiai Khotib sendiri mengaku pernah diundang menjadi narasumber oleh Universitas Muhammadiyah untuk membahas masalah tersebut.
"Ya alasan itu (dunia bulat) yang saya sampaikan di Universitas Muhammadiyah," tegsnya.
Menurut dia, memang Muhammadiyah yang mewacanakan Kalender Hijriayh Islam Global. Tapi Muhammadiyah sendiri tak mempraktikkan kalender global.
Baca Juga: Ramadhan Tiba, OJK Minta Masyarakat Waspadai Penipuan
"MD (Muhammadiyah-Red) yang mewacanakan kalender global, tapi dalam kesehariannya tidak menggunakan (Kalender Hijriayh Islam Global-Red)," tambahnya.
Jadi, menurut dia, Muhammadiyah hanya berwacana saja.
"Dalam dunia keilmuan (wacana itu) sah-sah saja," katanya sembari tersenyum.
Baca Juga: Ramadhan Semakin Dekat, Netizen Tak Sabar Berburu Takjil
Seperti diberitakan, Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan bahwa umat Islam sedunia memiliki sebuah tantangan. Yaitu mencari solusi untuk memberi kepastian tentang disepakatinya kalender Hijriyah Islam Global tunggal untuk penentuan awal Ramadan, Idulf Fitri, dan Idul Adha.
Ia menyayangkan jika kaum muslim dunia masih menggunakan cara lama dengan menentukan kehadiran bulan baru.
"Malu rasanya di era abad ilmu pengetahuan dan hadirnya kalender masehi yang telah lama jadi rujukan pasti, kaum muslim sejagad masih berkutat pada ketidakpastian dalam penentuan kehadiran bulan baru. Bagaimana ke depan mencari ijtihad solutif bagi seluruh dunia muslim untuk memberi kepastian tentang disepakatinya kalender hijriyah Islam global tunggal," ujar Haedar dikutip dalam laman resmi Muhammadiyah, Selasa (12/3/2024).
Baca Juga: Manfaat Puasa untuk Kesehatan Tubuh dan Mental
"Umat Islam masih belum beranjak maju ke tingkat peradaban tinggi berbasis ilmu pengetahuan yang memberi kepastian optimum. Seraya meninggalkan ketidakpastian dalam menentukan awal Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha," tambah Haedar Nashir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News