Temu Alumi Tebuireng, Gus Kikin: Kalau Tak Ada Resolusi Jihad Tak Ada Perang 10 November

Temu Alumi Tebuireng, Gus Kikin: Kalau Tak Ada Resolusi Jihad Tak Ada Perang 10 November Usai silaturahim, KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin), Pengasuh Pesanntren Tebuireng, foto bersama di Ndalem Kasepuhan Pesantren Tebuireng, Jumat (3/6/2024). Foto: BANGSAONLINE

“Tiap hari Selasa, Hadratussyaikh turun ke desa, mengajari masyarakat untuk bertani,” jelas Gus Kikin. Saking semangatnya Hadratussyaikh mengajari masyarakat bercocok tanam sampai meliburkan ngaji santrinya tiap hari Selasa.

Jadi itulah sejarahnya kenapa meliburkan ngaji santrinya tiap hari Selasa.

Senada dengan Gus Kikin, Gus Nas juga mengungkapkan bahwa rejim Orde Lama dan Orde Baru banyak membelokkan sejarah yang sangat merugikan umat Islam.

“Indonesia mengalami pembelokan sejarah luar biasa pada setiap rejim dengan bukti sangat faktual,” katanya.

Gus Nas memberi contoh Bung Karno. Menurut dia, melalui Muhamamd Yamin – Bung Karno membuat glorifkasi terhadap tokoh-tokoh Majapahit. “Dengan menghadirkan Gajah Mada dalam konteks sumpah palapa, pemersatu bangsa. Tapi mengecilkan kerajaan Sriwijaya, Mataram, Kediri, dan kerajaan besar lainnya. Seolah-olah hanya Majapahit kerajaan yang besar,” kata Gus Nas yang juga sutradara film.

Kini, tegas dia, glorifikasi itu mulai terbongkar. “Hari ini para arkeolog, para sejarawan kesulitan untuk menemukan bukti. Yang ditemukan hanya kitab atau manuskrip berupa Negara Kertagama. Dan itu tidak menceritakan secara utuh tentang kebesaran Majapahit itu sendiri,” kata Gus Nas.

Ia juga menyebut berdirinya PKI pada 1930. Menurut dia, PKI telah mengubah sejarah luar biasa. “Kebencian terhadap monarki dan kebencian terhadap Islam kemudian menciptakan narasi-narasi barum yang tak ada dalam Babat Tanah Jawa, nggak ada di dokumen-dokumen Leiden, maupun di kronik China nggak ada. Kemudian peristiwa Madiun dan pemberontakan G 30 PKI,” katanya.

Narasi-narasi baru yang tak didasarkan fakta sejarah itu juga disuarakan kalangan seniman.

“Termasuk cara pandang sastrawan Pramoedya Ananta Toer itu. Versi Istana dibalik menjadi versi rakyat. Bagus secara metodologi, tapi tanpa kesaksian itu kemudian membangun narasi-baru untuk penyeimbang,” katanya.

Begitu juga Orde Baru. Menurut Gus Nas, Soeharto memberi mandat kepada Nugroho Notosusanto yang mengglorifikasi tentang kehebatan Soeharto. “

Ia juga menyebut glorifikasi terhadap Ki Hajar Dewantoro yang kemudian dikukuhkan sebagai bapak pendidikan Indonesia.

Padahal secara head to head, tegas Gus Nas, Kiai Hajar Dewantoro kalah jauh dibanding prestasi dan reputasi Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

“Hari ini dari 300 sekolah (yang didirikan Kia Hajar Dewantoro) pada saat kejayaan Taman Siswa tinggal tak lebih dari 30 sekolah. Bandingkan dengan (sekolah) peninggalan Ahmad Dahlan. Hari ini tiap hari Muhammadiyah bisa mendirikan sekolah baru, SD, TK, SMP. Aset terbesar dimiliki Muhammadiyah,” kata Gus Nas sembari mengatakan bahwa ada distorsi yang bisa dilihat dengan kasat mata.

Seperti diberitakan BANGSAONLINE, acara temu alumni yang terhimpun dalam Ikatan Keluarga Alumni (IKAPETE) dimeriahkan berbagai acara. Selain Mimbar Penyair Tebuireng juga Workshop Theater, Pemutaran Film, Alumni Award, Meet and Great dengan Aktor, dan Khotmil Qur'an.

Juga Bazar Produk Santri & Alumni, Orientasi Jurnalistik dan Pentingnya Media Digital, MQK Bimakna Injiliziyah untuk SLTP & SLTA, Tali Asih Bagimu Guru, Umroh untuk Guru Senior, Santri Bisnis Forum, Sholat Jum'at Bersama Pengasuh, Santunan Anak Yatim, Ngopi Bersama Alumni, Halal Bi Halal & Temu Alumni Internasional dan Haul Masyayikh Tebuireng dan Peletakan Batu Pertama Graha IKAPETE Hasyim Asy’ari

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO