Sudah Kembalikan Kerugian Negara, Pengacara Mantan Kades Laden Pertanyakan Penetapan Tersangka

Sudah Kembalikan Kerugian Negara, Pengacara Mantan Kades Laden Pertanyakan Penetapan Tersangka Supriyono, pengacara mantan Kepala Desa Laden, Fathor Rachman.

PAMEKASAN, BANGSAONLINE.com - Supriyono, pengacara mantan , Fathor Rachman, mempertanyakan penetapan tersangka terhadap kliennya oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan.

Diketahui, Fathor Rachman ditetapkan tersangka korupsi pengelolaan dan pembangunan toko yang dikelola oleh BUMDes. Kasus itu dilaporkan oleh Direktur BUMDes Rejeki Maju Desa Laden.

Baca Juga: Kejari Pamekasan Ringkus 4 Tersangka dalam 2 Kasus Korupsi pada 2024

Supriyono menceritakan proses perjalanan kasus korupsi tersebut berdasarkan nota kesepahaman yang ada. Awalnya, kejaksaan melimpahkan kasus ke Inspektorat lantaran tidak mempunyai kewenangan untuk menghitung kerugian negaranya.

"Setelah ada laporan hasil pemeriksaan dari Inspektorat, diduga ada kerugian negara sebesar Rp105.198.320,00 dengan rincian tanggal 10 Februari 2024 sebesar Rp3.000.000 dan tanggal 20 Februari 2024 sebesar Rp17.000.000, serta tanggal 18 Maret 2024 sebesar Rp85.198.500," paparnya, Senin (22/7/2024).

Pasca audit tersebut, Fathor Rachman langsung mengembalikan kerugian negara pada tanggal 18 Januari 2024.

Baca Juga: Minta Kliennya Dibebaskan, Kuasa Hukum Tersangka Korupsi BUMDes Bakal Lakukan Aksi Tunggal

Menurut Supriyono, berdasarkan nota kesepahaman antara Kemendagri, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia, jika belum jatuh tempo selama 60 hari terduga pelaku sudah mengembalikan kerugian negara, kasus tersebut harus dihentikan.

"Tidak boleh ada proses hukum lagi, karena sudah selesai, dikembalikan, dan belum jatuh tempo dan masih kurang 12 hari jatuh temponya. Tetapi ternyata pada tanggal 11 Juli 2024 Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan telah menetapkan terperiksa (Fathor Rachman) sebagai tersangka," ungkapnya.

Ia menilai penetapan tersangka terhadap kliennya kurang tepat lantaran ada cantolan hukum, yaitu Undang-Undang pasal 29 junto pasal 30 ayat 1 ayat 2 Undang-Undang nomor 3 tahun 2024 atas tentang perubahan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa.

Baca Juga: Kasus Korupsi Gebyar Batik Mangkrak 2 Tahun, Disperindag Pamekasan Dinilai Tak Kooperatif

"Undang-undang tersebut menyatakan bahwa tindak pidana korupsi kalau kepala desa melalui cara-cara administrasi baik lisan ataupun tertulis di pasal 30 itu, di nota kesepahaman yang dibuat oleh 3 lembaga pasal 4 ayat 4 huruf B itu sudah ada ketentuan. Apa bila sudah dikembalikan uang kerugian negara, maka menjadi kasus administratif," tegasnya. (dim/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO