Kanwil BPN Jatim Ungkap Dua Perusahaan Pemilik Status HGB Laut seluas 656 Hektar di Sidoarjo

Kanwil BPN Jatim Ungkap Dua Perusahaan Pemilik Status HGB Laut seluas 656 Hektar di Sidoarjo Kepala Kanwil ATR/BPN Jatim, Lampri, saat konfrensi pers di Surabaya, Selasa (21/1/2025). Foto: jpnn

SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Heboh tentang laut seluas 656 hektare bersetifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di Surabaya akhirnya mendapat penjelasan dari Kanwil /Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Jawa Timur. Dalam konfrensi pers di Surabaya, Selasa (21/1/2025), Kepala Kanwil ATR/, Lampri, menjelaskan bahwa wilayah laut yang viral itu bukan di Surabaya, tapi di Sidoarjo Jawa Timur. Letak Sidoarjo memang berdempetan dengan Surabaya.

Lampri juga menjelaskan nama perusahaan pemilik status Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektare di wilayah laut Sidoarjo itu.

Baca Juga: Selama 2024, Hak Tanggungan Jadi Salah Satu Layanan yang Paling Banyak Diakses di Kementerian ATR

"Ada dua pemilik, tiga HGB. Salah satu pemilik PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang," kata Lampri dalam jumpa pers itu.

Dilansir CNN, Lampri merinci PT Surya Inti Permata memegang dua HGB seluas 285,16 hektare dan 219,31 hektare. Sementara, satu sertifikat HGB lagi di tangan PT Semeru Cemerlang dengan luas 152,36 hektare.

Terkait peruntukan ia mengaku masih akan melakukan investigasi di lapangan.

Baca Juga: Tanggapi Aduan Masyarakat Soal Pertanahan, Menteri ATR/Kepala BPN: Layani Dengan Sepenuh Hati

“Mungkin itu berada di bidang perumahan, tapi masih dilakukan investigasi,” kata Lampri.

Lampri tak berkomentar lebih detail perihal lahan HGB seluas 656 hektare itu. Alasannya, pihak masih melakukan investigasi ke lapangan. Investigasi itu, kata dia, adalah untuk mencari tahu apakah benar lahan 656 hektare itu berada di laut atau justru di daratan. Peruntukan lahan itu juga sedang mereka dalami. 

"Kita masih melakukan penelitian, investigasi, kita rekam, kita potret, apakah berada di laut HGB itu. Entah dulu di mana, apakah mengalami abrasi, atau mengalami apa. Kalau pun itu mengalami abrasi atau apa dan menjadi laut, tentu itu tanah musnah. Tapi kita tetap menunggu investigasi," ujarnya. 

Baca Juga: Bahas Sertifikasi Tanah, Kodam Iskandar Muda dan Kodam Cenderawasih Audiensi ke Kementerian ATR/BPN

Lampri menegaskan ATR/ akan mengambil langkah tegas jika ditemukan pelanggaran dalam penerbitan HGB tersebut. Salah satunya sanksinya ialah mencabut status HGB itu. "Jika terbukti melanggar, tentu HGB itu akan kami batalkan. Jadi, sabar dulu karena saat ini masih diinvestigasi," katanya.

Seperti diberitakan BANGSAONLINE, kasus di perairan Surabaya itu diungkap Thanthowy Syamsuddin, dosen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Thanthowy kemudian mengunggah di aku X miliknya. Karuan saja langsung viral. 

Menurut Thanthowy, lahan yang tercatat telah mendapatkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) itu seluas 656 hektare dan terletak di wilayah pesisir tersebut.

Baca Juga: Sertifikasi Aset Tanah NU dan Ormas Keagamaan di Jatim Bakal Semakin Dipercepat

Dilansir Tiribunnews, temuan ini semakin menarik perhatian masyarakat setelah dikaitkan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN), Surabaya Waterfront Land (SWL), yang saat ini menjadi perbincangan hangat di kalangan warga setempat. 

Melalui unggahan di media sosial pada Minggu (19/1/2025), Thanthowy membagikan informasi terkait tiga koordinat lokasi yang masuk dalam kawasan HGB di perairan Surabaya tersebut. HGB tersebut mencakup wilayah timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar. 

Lahan yang dimaksud, menurut pengecekan lebih lanjut, ternyata berada di atas perairan laut. Ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kelayakan dan legalitas pengelolaannya. 

Baca Juga: Wamen Ossy Komitmen Dukung Keterbukaan Informasi Publik Kementerian ATR/BPN

Yang membuat penasaran banyak pihak, karena tak hanya soal luasnya area yang mencapai ratusan hektare, tetapi juga melibatkan legalitas atas penggunaan ruang laut yang sangat terkait dengan regulasi pengelolaan wilayah pesisir. 

Sebelumnya, wilayah perairan seperti ini harusnya tidak diberikan hak guna atau konsesi agraria kepada pihak manapun. Hal tersebut sudah tercantum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2010 yang melarang pemanfaatan ruang di atas perairan pesisir bagi pengusaha atau pihak tertentu. 

Thanthowy mengingatkan pentingnya transparansi dan diskusi publik terkait masalah ini, mengingat adanya potensi pelanggaran terhadap putusan MK secara tegas mengatur larangan pemberian hak pengusahaan atas perairan pesisir. 

Baca Juga: Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Rencanakan RPP Tata Ruang Wilayah Nasional

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO